Fajar menatap Senja sambil menghela napas pasrah. Sudah dia bilang, Bulan itu jutek, Senja malah tidak percaya."Ya, maaf, Jar. Tapi tadi Bulan mau kok, ngobrol sama aku," ucap Senja, "tapi kayaknya dia sensitif banget sama kamu. Nggak tahu deh."
Fajar memijat pelipisnya dengan pelan, menikmati pijitan tangannya sendiri. "Biarin, aku nggak akan berhenti cuma gara-gara itu."
"Terserah."
Fajar menatap Senja sekilas, lalu menggeleng-geleng pelan atas sikapnya.
"Permennya harus aku balikin gak? Soalnya gagal, kan, usahanya." Senja menatap rak-rak buku yang tinggi itu, sambil bertanya pada Fajar.
"Nggak usah, buat kamu aja," tolak Fajar, "kamu mau pulang bareng?"
"Boleh." Senja menyetujui. "Nggak ngerepotin, 'kan?"
"Nggak. Tapi anterin aku ke toko buku, ya."
Senja mengangguk, lalu menenteng tasnya sembari berjalan keluar kelas, mengekori Fajar.
Takdir Senja dan Fajar sedang beruntung hari ini, mereka cepat menemukan angkot. Setelah mendapat tempat duduk yang pas, angkot perlahan-lahan mulai maju.
"Mau beli apa di toko buku, Jar?" Senja bertanya sambil melepas jepit rambut yang melekat di rambutnya.
"Beberapa barang aja. Kamu mau beli sesuatu?" tawar Fajar, Senja menggeleng.
"Nggak tau, belum minat. Nanti deh, liat-liat dulu."
Hanya sedikit percakapan mereka di angkutan umum itu. Setelah sampai, mereka langsung turun dan berjalan sedikit menuju toko buku itu.
"Aku kangen ke Bogor, deh. Ke Jambu Dua atau ke Ekalokasari Plaza, seru deh."
"Ngapain ke Bogor?" tanya Fajar sambil memperbaiki letak tasnya.
"Jenguk saudara," jawab Senja, "eh, Jar. Tas kamu kenapa?"
Fajar melepas tasnya, lalu melihat bagian bawah tasnya yang bolong. Fajar menatap pasrah tasnya, lalu memakainya secara terbalik.
"Nggak beli baru aja, Jar?" tawar Senja sambil menatap kasihan pada Fajar.
"Masih bisa dijahit, gampang kok."
"Aku beliin aja ya?" Senja melangkahkan kakinya pada tangga-tangga yang ada di toko buku tersebut.
"Mahal, Senja. Aku harus nunggu uang hari raya dulu," tolak Fajar, "selama masih bisa diperbaiki, kayaknya gak apa-apa."
Senja hanya mengangguk, mengikuti arah jalan Fajar. Tempat kanvas.
"Kanvas?" heran Senja, lalu tertawa. "Buat Bulan?"
"Iya. Kenapa? Salah ya?" Fajar menggaruk tengkuknya pelan.
"Nggak salah, tapi lebih baik uangnya kamu tabung untuk beli tas, 'kan?"
"Iya, sih. Tapi ini belum tahun ajaran baru, jadi sayang banget kalau beli tas sebelum tahun ajaran baru." Fajar terkekeh, lalu mengambil satu kanvas yang berukuran sedang.
"Aku mau liat-liat buku dulu, bentar ya." Senja berjalan ke arah jajaran buku novel.
Awalnya Senja melihat jajaran novel romansa, namun tak bertahan lama, dia belum terlalu menyukai.
Sebenarnya, Senja berniat mencari buku Rindu yang Pilu, siapa tahu bisa terbongkar siapa penulisnya atau melihat perkembangan sampul barunya.
"Nggak mau komik, Ja?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Langit Tiga Rona
Teen Fiction[COMPLETED] "Kalau memang dia bukan peran utamanya, lalu kenapa dia harus hadir? kenapa harus memporak-porandakan hatiku, dan ternyata... dia bukan sang pemeran utama?" "Begitu cara semesta mempermainkan para tokohnya, Senja." Bagi Fajar, Senja ada...