Sesampainya di kantin, Senja diabaikan oleh Fajar. Fajar asyik bersemedi bersama walkman-nya, senyum sendiri, membuat Senja seperti duduk berdua dengan orang gila.Senja memutuskan melakukan apa yang Fajar lakukan tadi padanya, persetan dengan amarah atau apa pun itu, Senja langsung menarik sebelah headset Fajar.
"Ngapain sih? Senyum-senyum terus," kesal Senja. Kembali duduk dan melahap baksonya.
"Dengerin rekaman siaran Sandhya yang kemarin." Fajar menjawab, merapikan kembali walkman-nya.
Senja menatap Fajar sedikit tidak percaya. Dia kira, hanya kaum perempuan yang menyukai Sandhya, ternyata lelaki juga menyukai Sandhya. Biasanya, lelaki hanya mengikuti siaran Sandhya saat ada titip pesan saja, ternyata Fajar menyukai topik yang dibawakan Sandhya.
Fajar di depan Senja masih senyum-senyum sambil melahap bakso, Senja jadi heran, Fajar itu masih merasakan euforia soal Bulan atau apa?
"Bulan tadi lewat tuh, buat pulang loh. Kamu malah seneng?" heran Senja. Tentu dia tau bahwa Bulan memutuskan untuk pulang karna saat Bulan melintas dia sedang menggendong ranselnya.
"Bukan seneng soal itu, tapi seneng saat Bulan lewat," jawab Fajar, "aku susah banget kalau mau ketemu dia."
"Usaha, dong."
"Udah, Senja. Aku selalu ngasih puisi buat dia, saat dia lagi sendiri. Kamu tau? Puisi yang kamu temuin itu puisi untuk Bulan, dan aku jadi tau kalau Bulan membuang puisinya." Fajar mengaduk baksonya. "Kira-kira gimana cara deketin Bulan, Ja?"
"Ya mana aku tau." Senja menjawab tak peduli. "Aku nggak jago soal gitu, nggak ngerti. Setiap orang, kan, punya standar masing-masing."
"Nah, aku bingung Bulan sukanya apa ya?" Fajar menambahkan saus di mangkuknya. Senja hanya menghela napas bosan, entah kenapa dia menjadi malas dengan pembicaraan tentang Bulan. Orang jatuh cinta itu memang menyebalkan dan menyusahkan. Membuat Senja makin pusing saja.
"Bulan, kan, punya kelas, di kelasnya kan pasti ada orang tuh, tanya aja apa susahnya sih." Senja melahap baksonya.
"Iya, sih. Tapi malu, Ja." Fajar meneguk air putihnya. "Nanti aku yang dimarahin Bulan."
"Hiih, pantes aja Bulan nolak kamu. Kamu tuh yang berani dikit kek, semua yang kita lakukan pasti ada akibatnya, tinggal gimana cara menyikapinya aja." Senja jadi geram, dia di tim Bulan, sebab Fajar sekarang menjadi banyak pikiran dan ragu-ragu. "Kalau ragu mendingan nggak usah sekalian."
Senja berkata ketus lalu pergi meninggalkan Fajar. Jujur saja Fajar tambah bingung, salah dia apa? Perasaan dia hanya bertanya saja, kok malah marah. Tapi Fajar ingat, perempuan memang kadang tingkahnya suka tidak bisa ditebak.
Fajar menghela napasnya, rumit.
***
Fajar melangkahkan kakinya menuju perpustakaan, membaca beberapa buku, kelasnya bubar lebih dulu dibandingkan kelas Senja.
Kelas Senja tadi sedang belajar bersama Bu Elis, jadi Fajar pastikan nanti Senja akan datang bersama Bu Elis.
Fajar mengembuskan napas kecewa, di perpustakaan ini tidak ada buku taktik menguasai wanita, ya? Padahal, jika ada, Fajar akan meminjamnya.
"Cari apa?" Suara Senja mengagetkan Fajar, hampir menjatuhkan buku yang digenggamnya.
"Bu Elis mana?" Alih-alih menjawab pertanyaan Senja, Fajar malah celingukan mencari Bu Elis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Langit Tiga Rona
Novela Juvenil[COMPLETED] "Kalau memang dia bukan peran utamanya, lalu kenapa dia harus hadir? kenapa harus memporak-porandakan hatiku, dan ternyata... dia bukan sang pemeran utama?" "Begitu cara semesta mempermainkan para tokohnya, Senja." Bagi Fajar, Senja ada...