: Perjalanan

20 3 0
                                    


Senja menatap teman-teman Fajar dengan tatapan asing. Ini tidak pernah terpikirkan olehnya sama sekali, bertemu anak pecinta alam.

Senja memang terbilang lumayan gaul, ditambah kedua orang tuanya yang terkenal pula. Namun, Senja belum pernah memikirkan ini sebelumnya.

Kaos hitam, topi, tas besar, Senja tidak familiar dengan itu. Senja lebih suka memakai baju bermotif bunga dan berlarian di atas pasir putih. Senja lebih suka melihat matahari terbenam dengan debur ombak dari pantai.

Tapi, melihat antusiasme teman-teman Fajar, Senja menjadi sedikit percaya untuk melakukan perjalanan ini. Mulai dari arahan mengemasi baju sampai yang menyiapkan perlengkapan, semua dilakukan oleh Fajar. Laki-laki yang ingin membuat Senja tersenyum.

Di sana juga ada Rena, satu-satunya perempuan selain Senja di pendakian ini. Rena anaknya aktif dan supel, membuat Senja langsung merasa nyaman.

Setelah sampai di tempat tujuan dan memastikan beberapa hal aman, juga melakukan hal-hal yang Senja tidak tahu namanya, akhirnya mereka mulai mendaki.

Fajar rasa, Gunung Gede adalah opsi yang baik untuk saat ini, tidak terlalu melelahkan tapi tidak juga terlalu santai. Rencananya, Fajar akan memberikan sedikit kejutan untuk Senja.

Senja sama sekali belum tersenyum walau Rena berusaha memberikan beberapa lelucon. Fajar sudah memberitahu sedikit bocoran keadaan Senja pada Rena, membuat Rena merasa harus membantu Senja juga.

"Capek nggak, Ja?" Fajar bertanya saat dia rasa mereka mulai ketinggalan rombongan. Tak lama sebelum ini terjadi, Fajar sempat meminta Rena untuk duluan saja.

Senja menggeleng. "Kita ketinggalan, Jar. Kita harus lebih cepet."

Fajar mengangguk, memilih menjaga Senja dengan berjalan di belakangnya. Fajar tahu, Senja adalah orang yang semangat dan ceria, jadi sudah tidak aneh jika Senja masih sempat bilang baik-baik saja saat wajahnya memerah karna kecapekan.

"Ja, minum dulu deh. Nggak akan ketinggalan, kok. Mau ke mana sih?" Fajar terkekeh, menyerahkan satu botol air mineral untuk Senja.

Walau awalnya terlihat enggan, Senja akhirnya mau minum dulu sebentar, walau cemas takut tertinggal.

"Ini namanya perjuangan, Senja. Kita capek, boleh istirahat, tapi nggak boleh nyerah. Kita nggak tau, kan, apa yang terjadi di depan?" ujar Fajar sambil meraih tangan Senja.

Senja mematung, mulai merasakan percikan semangat yang lebih besar dari Fajar. Fajar tersenyum meyakinkan, mengajak Senja untuk kembali berjalan.

Sesampainya di pos, Senja dibuat takjub dengan teman-teman Fajar yang setia menunggu mereka.

"Maaf, tadi gue minum dulu bentar," lapor Fajar. Teman-temannya mengangguk paham, langsung melanjutkan perjalanan bersama-sama.

Senja melihat Fajar dengan aneh, jika dirinya sudah hampir banjir keringat, Fajar terlihat tidak berkeringat, aneh.

"Aku juga capek, Senja. Tapi semakin terbiasa, rasanya semakin mudah." Fajar berkata sambil tersenyum. Kebiasaan Fajar, murah senyum dan ramah.

"Gak nyata banget, aku udah mau tenggelam karna keringat kamu malah keliatan santai? Kok bisa?"

"Kenapa ya?" canda Fajar, "udah aku bilang, terbiasa itu kunci, Senja."

Senja mengangguk saja, melanjutkan perjalanan bersama Fajar dan rombongannya.

Hampir dua jam berlalu, mereka akhirnya sampai di Buntut Lutung, beristirahat di sana. Perjalanan menjadi sedikit lebih lama karena Senja banyak meminta untuk berhenti sebentar, mungkin nanti bisa saja Senja menghabiskan minum milik Fajar juga.

Satu Langit Tiga Rona Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang