Sepertinya langit tidak pernah bosan menghadirkan warna-warni baru di atas sana, selalu saja warnanya berubah, jika hari ini kamu melihat warna oranye pada langit saat senja, esok-esok mungkin senja tidak akan terlihat karna langit terlanjur menangis.Langit pagi hari selalu saja indah untuk menyegarkan mata, Fajar selalu duduk di sana dan menyaksikan matahari terbit dengan secangkir teh atau tidak dengan apa-apa, hanya ada dirinya dan sang surya yang sedang melakoni perannya menjadi fajar.
Matahari selalu saja membuat siapa pun terpukau dengan penampilannya, langit disulap menjadi panggung pertunjukan, membuat matahari menjadi idola di pagi hari. Untuk kemudian, nanti siang dia akan memerankan peran antagonis, membuat orang-orang mengeluh tertahan saat teriknya sampai di kulit mereka.
Nanti lagi matahari akan menjalani peran spektakuler di ending-nya, dia akan menjadi idola para muda-mudi untuk memadu kasih atau menjadi patokan para orang tua untuk meneriaki anak-anaknya yang tak kunjung pulang.
Fajar terkekeh pelan, mamanya dulu selalu meneriaki Fajar saat dia keasyikan bermain bola hingga lupa waktu. Dia ingat bagaimana Mama menceritakan bahwa ada raksasa besar yang akan memakan Fajar jika dia tak kunjung berhenti bermain. Tentu saja itu hanya mitos belaka, walau dulu Fajar tetap takut jika Mama sudah mengungkit sang raksasa.
Jika kalian bertanya apakah Fajar lebih menyukai matahari terbit atau matahari tenggelam, tentu saja saat terbit. Mungkin nama adalah doa, tapi Fajar punya alasan khusus mengapa dia menyukainya.
Pertama, dia akan memberi Fajar semangat agar menjalani hari dengan banyak tersenyum. Kedua, dulu kakeknya sering mengajarkan arti matahari terbit padanya.
Kakek-lah yang memberi nama pada anak mungil yang sekarang kalian panggil dengan nama 'Fajar'. Kakek-lah yang mengajarkan Fajar untuk bangun lebih awal dan menyaksikan sinar matahari pertama menyapa dedaunan.
"Fajar, matahari terbit adalah janji kehidupan baru, matahari terbit selalu memberi manfaat pada siapa pun. Maka, kamu juga harus bermanfaat bagi orang lain, hidup tidak akan berarti jika tidak bermanfaat bagi orang lain. Bantu orang lain menerbitkan senyumnya, Fajar."
Itulah petuah kakek yang paling Fajar ingat, dan Fajar akan selalu berusaha melaksanakannya. Kakek selalu memberi Fajar semangat untuk terus bangkit seperti matahari.
Fajar tiba-tiba teringat akan percakapan di angkot kala itu bersama Senja, gadis yang sering berterima kasih pada matahari.
"Kamu percaya kalau pelangi akan datang karna naga akan minum air?" Senja memangku tangannya, bertanya-tanya.
Fajar menggeleng. "Semua ada penjelasannya sekarang, pelangi ada karna pembiasan cahaya. Soal naga akan minum air itu hanya mitos, orang dulu tidak tahu bahwa di balik itu semua ada penjelasan ilmiahnya."
"Ya, sekarang dunia lebih maju, semua bisa dijelaskan oleh ilmu pengetahuan." Senja menatap ke belakang, melihat langit. "Langit itu selalu menunjukkan pertunjukan spektakuler."
Fajar sekarang setuju dengan apa yang gadis itu katakan, langit selalu bisa membuat siapa saja jatuh pada pertunjukannya.
Fajar berjalan masuk ke dalam saat pertunjukkan itu sudah selesai, mandi dan bersiap-siap pergi ke sekolah.
"Kamu bener jadi ikut lomba puisi itu?" Mama bertanya sambil mengoles margarin ke rotinya.
"Jadi, Ma. Doain ya." Fajar melahap roti isi gula tersebut.
"Pasti. Oh ya, ini untuk bekal ya," ujar Mama sambil tersenyum, menyerahkan kotak bekal berisi roti tersebut pada anaknya.
"Makasih, Ma." Fajar menyalimi tangan Mama lalu berjalan menuju jalan raya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Langit Tiga Rona
Teen Fiction[COMPLETED] "Kalau memang dia bukan peran utamanya, lalu kenapa dia harus hadir? kenapa harus memporak-porandakan hatiku, dan ternyata... dia bukan sang pemeran utama?" "Begitu cara semesta mempermainkan para tokohnya, Senja." Bagi Fajar, Senja ada...