Fajar bangun lebih dulu daripada teman sekamarnya, Bagas dan Dendi. Tentu saja, alasan Fajar bangun lebih pagi untuk melihat matahari terbit yang sudah menjadi kebiasaan rutinnya semenjak mengenal gadis bernama Senja Swastamita.Ditemani walkman yang masih memutar rekaman siaran Sandhya, Fajar menikmati setiap detik bagaimana matahari yang menampilkan pertunjukkan pembuka, yang selalu menarik perhatian Fajar, bahkan sebenarnya sebelum Senja datang di kehidupannya.
Sebenarnya, Fajar memang menyukai matahari terbit sejak lama. Namun setelah mengenal Senja, rasa sukanya semakin menjadi.
Tak lama kemudian Bagas dan Dendi bangun, bersiap dan turun ke bawah untuk sarapan.
Di tempat makan, Fajar bertemu dengan Senja yang juga sudah menemukan teman sekamarnya. Senja sempat menyapa Fajar, yang hanya dibalas anggukan oleh Fajar.
Menu sarapan hari ini adalah kupat tahu--sepertinya--terlihat dari isinya, tahu, tauge, dan kupat. Namun, kuahnya bukan kuah kacang.
Fajar melihat raut kaget dari beberapa temannya, mungkin kupat tahu versi bayangan mereka tidak seperti realitanya.
"Ini sih kuah tahu gejrot. Makanan di daerah aku ada nih yang kayak gini," ujar salah satu teman Senja yang berasal dari Bandung.
"Tapi enak, sih." Senja menanggapi, memperlihatkan bagaimana Senja sangat menikmati makanannya.
Sesi sarapan berjalan hangat, ditemani dengan celoteh antar peserta dan juga berbagai guyonan. Selesai sarapan, mereka langsung meluncur menuju gedung perlombaan.
Ruang perlombaan sudah siap, diisi banyak kursi dan meja, dan mereka harus duduk di kursi sesuai nomor peserta.
"Kamu dapet nomor berapa, Jar?" tanya Senja sambil memakai nomor peserta.
"25. Kamu?"
"28." Senja menjawab, memperlihatkan nomor pesertanya.
Hanya itu percakapan mereka, setelahnya mereka langsung mencari kursi masing-masing. Senja merasa detak jantungnya berdetak lebih cepat, membuatnya sedikit merasa gugup.
Fajar juga merasakan hal yang sama. Sedikit kilas balik perjalanannya terekam di kepala. Mulai dari rasa malu saat Edo membacakan puisinya, hingga dia ada di titik ini.
Perlombaan dimulai sebentar lagi. MC menjelaskan bagaimana peraturan lombanya, hingga menunggu juri datang sebentar lagi.
Setelah juri datang, sedikit kata-kata sambutan dibawakan oleh beberapa orang yang tidak Fajar kenal, tetapi Fajar tetap mendengarkannya.
Hingga tak lama kemudian, perlombaan dimulai.
"Diawali dengan kata pertama, hujan!" seru sang MC, Fajar langsung gesit menulis di atas kertas yang sudah disediakan.
"Kini hujan kembali membasahi kota
Sementara kau tidak pernah kembali
Kini, rindu mana yang kau jamah?
Sementara aku terus menghitung hari.""Kata kedua ... kidung!"
"Sudah berapa lama kau meninggalkan kota?
Padahal, kota ini terus memintamu kembali
Sudah seharusnya kau kembali, Nona
Terlalu banyak kidung yang dilewatkan tanpamu."Fajar melihat ke kursi Senja, Senja terlihat sering menghapus, tapi Fajar yakin Senja bisa.
"Kata ketiga, bulan!"
Senja berpikir keras untuk yang kali ini, dia sadar bahwa dia terlalu banyak menghapus kata-kata karena merasa kurang pas atau kurang bagus.
"Bulan ingin mendekat ke arah Bumi,
Beribu-ribu kilometer jauhnya,
Bulan ingin bersama Bumi,
Tapi dia sadar bahwa itu hanyalah sebatas angan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Langit Tiga Rona
Roman pour Adolescents[COMPLETED] "Kalau memang dia bukan peran utamanya, lalu kenapa dia harus hadir? kenapa harus memporak-porandakan hatiku, dan ternyata... dia bukan sang pemeran utama?" "Begitu cara semesta mempermainkan para tokohnya, Senja." Bagi Fajar, Senja ada...