Pagi ini adalah pagi yang paling mendebarkan selama mereka ada di Yogyakarta. Pengumuman pemenang akan diberitahukan pagi ini, sekaligus menjadi hari terakhir mereka di Kota Gudeg ini.Senja dan Fajar saling menggenggam, harap-harap cemas akan hasil kerja keras mereka. Sepertinya, banyak peserta lain yang melakukan hal serupa layaknya Senja dan Fajar.
"Baik, adik-adik sekalian, inilah dia juara 3 Lomba Puisi Tingkat Nasional...." Sang MC bersuara, membuat genggaman tangan Fajar dan Senja semakin erat.
"Selamat untuk Aliyah Faizati!"
Seseorang bernama Aliyah itu maju ke depan, berdiri di samping MC. Senja menatap Fajar, begitupun sebaliknya, mereka sama-sama cemas akan hasil.
"Juara kedua jatuh kepada ... Falya Rosiana!"
Senja mengendurkan genggaman tangannya, seakan kehilangan harapan setelah juara kedua diumumkan. Fajar juga sama takutnya, tapi dia lebih bisa mengontrol emosinya daripada Senja.
"Masih ada juara satu, Ja. Berdoa, semoga rezeki kamu," bisik Fajar, membuat Senja sedikit optimis.
"Dan juara pertama adalah ...."
Sang MC menggantungkan ucapannya, sengaja betul membuat semua orang cemas menanti. Senja tahu betul, Bu Elis memperhatikannya dengan cemas, hingga terkadang kepercayaan dirinya menghilang drastis.
"Selamat kepada ... Novi Medyana!"
Dan Senja rasa, sejak itulah dunianya hancur seketika.
***
Senja selalu menutup mulutnya sejak pengumuman itu. Senja tidak menangis, tapi perubahannya terlalu drastis. Tidak bersuara dan pandangannya kosong.
Bahkan, saat Senja ditawari es krim oleh Bu Elis, dia menolak.
Fajar mengerti, Senja pasti kecewa. Namun, Fajar jadi khawatir apabila Senja terlalu kecewa yang menyebabkan Senja kehilangan semangat dalam jangka waktu yang lama.
"Ja, mau beli oleh-oleh nggak?" tanya Fajar saat mereka sedang di bus.
Senja menggeleng, lalu menundukkan wajahnya. Fajar hanya menghela napas melihatnya.
"Gimana?" bisik Bu Elis. Fajar menggeleng, memberikan jawaban Senja.
"Saya juga nggak deh, Bu."
Bu Elis mengangguk, hingga bis berjalan lagi.
Berbagai macam hal berkecamuk di kepala Senja, membuat Senja merasakan sakit di kepalanya.
Bagaimana bisa dia kalah? Apa selama ini perjuangannya kurang? Dia rasa, dia sudah bekerja keras untuk ini. Bagaimana perjanjian dengan Mama? Apa ini jawaban bahwa mimpinya tidak udah digapai saja? Apa dia harus mengikuti hidup sesuai pandangan sang Mama?
Senja ingin menangis, tapi entah kenapa air mata tidak keluar dari matanya. Senja ingin berteriak, tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Senja ingin berlari sejauh mungkin, tapi kakinya tidak bisa menopang tubuhnya sendiri.
Padahal, Senja sudah berpikir tentang apa yang akan dilakukan kedepannya. Namun, semua terasa selesai di sini.
Bahkan, beratus-ratus kilometer jauhnya perjalanan Yogyakarta ke Jakarta, rasa kecewanya tidak hilang begitu saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Langit Tiga Rona
Teen Fiction[COMPLETED] "Kalau memang dia bukan peran utamanya, lalu kenapa dia harus hadir? kenapa harus memporak-porandakan hatiku, dan ternyata... dia bukan sang pemeran utama?" "Begitu cara semesta mempermainkan para tokohnya, Senja." Bagi Fajar, Senja ada...