Tinggal : Puncak

18 2 0
                                    

  Perjalanan menuju puncak dilanjutkan setelah pertunjukan penutup matahari telah selesai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

  Perjalanan menuju puncak dilanjutkan setelah pertunjukan penutup matahari telah selesai. Tidak memakan waktu lama, kurang dari satu jam, mereka sudah berhasil menggapai puncak pada malam hari.

  Senja tetap saja merasa takjub kala melihat bintang-bintang dari kaki langit, walau tertutup pekatnya malam, itu tidak menutup semangat dan syukur Senja atas keberhasilannya menggapai puncak.

  Fajar bilang, puncak bukanlah hal paling penting dalam pendakian. Katanya, hal paling penting adalah bagaimana kita memahami dan memaknai gunung.

  Senja merasa dia selalu setuju dengan apa yang Fajar lontarkan. Fajar yang bijak, Fajar yang ramah, serta Fajar yang berhasil membuatnya merasa menjadi pribadi yang lebih baik.

  Malam hari di puncak diisi dengan menghangatkan badan dan istirahat. Serta bercengkerama di dekat api unggun, ditemani secangkir minuman hangat juga lelucon yang menghangatkan.

  Paginya, Senja dipanggil oleh Fajar. Senja membangunkan Rena juga, tapi Rena malah melanjutkan tidurnya, bersembunyi di selimut hangatnya.

  Penasaran dengan sebab Fajar membangunkannya, Senja memutuskan untuk bangun dan menghampiri Fajar. Masih gelap, udaranya pun terasa sangat dingin.

"Kamu mau liat bagian yang paling aku suka saat di puncak?" Fajar merapatkan jaket tebalnya, menatap Senja yang terlihat masih mengantuk.

  Senja mengucek matanya, mengangguk, lalu mengikuti Fajar untuk duduk.

  Beberapa menit menunggu, Senja akhirnya tahu apa yang Fajar paling suka saat berada di puncak. Fajar menyukai matahari terbit.

"Sebenernya, aku merasa matahari nggak terlalu spesial kalau nggak ada kamu dan mendiang kakek aku," lirih Fajar, "dulu, Kakek sering bilang, matahari itu janji kehidupan baru. Jadi, kalau kemarin kamu terluka, matahari terbit selalu berjanji untuk memberi kehidupan baru. Menutup semua luka."

"Apa yang buat kamu percaya kalau matahari selalu memberi janji kehidupan baru?" tanya Senja, kini kantuknya telah hilang, berganti dengan rasa penasarannya.

Fajar memperhatikan garis sinar matahari yang terlihat sangat indah. "Malam itu waktu di mana doa sering dipanjatkan, jadi aku percaya kalau pagi harinya kita bisa lebih baik lagi."

  Senja tersenyum, menatap Fajar dengan kagum. Namun, saat Fajar menatap balik dirinya, Senja merasa sesuatu yang aneh mengusik dirinya.

  Fajar pun sama, mengalihkan pandangannya. Muka kemerah-merahannya terkena sinar kekuningan dari cahaya matahari pagi.

  Setelah puas berdiam diri satu sama lain, Fajar akhirnya memutuskan untuk membuka percakapan.

"Senja," panggil Fajar. Senja menoleh, memperhatikan raut wajah Fajar.

  Pandangan mereka saling mengunci, seakan tidak ada ruang untuk berpaling. Senja merasa ada yang tidak beres dengan degup jantungnya. Namun, Fajar juga merasakan hal serupa.

Satu Langit Tiga Rona Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang