Mark menghela berat dengan mata yang masih tertuju pada lembaran surat keterangan kesehatan dari rumah sakit minggu lalu. Beberapa minggu terakhir, Mark lebih rajin melakukan check up serta penambahan darah.
Mark tak tahu harus apa. Tak tahu harus menuntut pada siapa. Menyalahkan takdir rasanya sia-sia. Jika seorang manusia bisa memilih akan lahir dalam keadaan seperti apa, maka Mark akan meminta untuk tidak dilahirkan.
BRAKK!
Mark tersentak kala pintu kamarnya yang sengaja tak dikunci didobrak seseorang.
"Kamu bolos les?" Lelaki itu berjalan mendekat dengan tangan yang dilipat di atas dadanya.
"Pa--"
"Semenjak kapan lancang, berani melanggar aturan?!!" Siwon melangkah mendekati putranya yang berdiri di samping tempat tidur.
Mark menundukkan kepalanya, tak tersulut keberanian untuk bertatap muka dengan lelaki tinggi di hadapannya. Tak tahu jelas bagaimana sang Papa mengetahui perbuatannya. Seharusnya itu bukan masalah yang besar, Mark hanya tidak melakukan bimbingan belajar dalam waktu sehari.
Namun ini adalah Papa, terlalu senang menggali masalah bukan lagi suatu hal yang diherankan.
"Saya bertanya," sulut lelaki paruh baya itu. Meski tak menggertak, suara rendah itu mampu menusuk dada Mark hingga detak jantungnya tak terkendali.
"Maaf...Pa." Tak ada alibi yang mampu Mark elukan, berucap maaf pun tidak menjamin redanya kemarahan sang Papa.
"Untuk apa? Apa dengan kata maaf bisa mengembalikan waktu belajar yang sudah kamu sia-sia kan?"
"Hidup dengan baik dan berhenti bertingkah seperti pembangkang. Tidak ada waktu istirahat untuk satu bulan kedepan, pengecualian jam tidur."
Mark memandang sejenak sang Papa, menyatakan mohon dengan sangat ketika justru tatapnya dibalas begitu menusuk. Laki- laki itu menunduk lagi. Menggenggam udara hingga sesak, tidak punya pertahanan selain mengiakan hukuman yang telah diberikan.
"Pa." Selanjutnya, entah tersulut keberanian dari mana, Mark mengangkat kepala untuk beradu tatap dengan manik tajam di hadapannya.
Siwon tak menjawab, memberi jeda pada sang Putra untuk melanjutkan bicara.
"Berhenti membiayai pengobatan Mark jika itu menjadi masalah untuk Papa," tukas Mark pelan namun jelas terdengar sebab kesunyian yang mengarungi seisi kamar.
Siwon menyeringai, terkesan merendahkan. "Dan Papa akan membiarkan kamu mati sia-sia? Tidak. Papa masih memberi kesempatan kamu hidup untuk membayar semuanya."
Hati Mark sakit, tentu. Apa pria di hadapannya kini benar-benar tidak punya hati? Mark tidak pernah diperlakukan layaknya seorang putra. Apa dirinya dibiarkan hidup hanya untuk diperalat?
"Belajar dengan baik. Ini demi masa depan perusahaan Papa."
Cih, dasar lelaki gila materi. Mark tak sepenuhnya ingin durhaka, namun lelaki ini memaksa.
"Papa benar-benar gak mencerminkan seorang ayah yang baik, bahkan sama sekali gak pantas disebut seorang ayah."
Sepuluh jemari Mark tenggelam dalam kepalan tangan yang mengerat. Nafas lelaki bersurai gelap itu berderu cepat. Tiap kata yang dilontarkan sang Papa menjelma bak puluhan anak panah yang tak henti menusuk-nusuk dadanya, meninggalkan sesak yang terus mendesak hingga Mark mati-matian menahan rasa sakit yang kian menguak.
"Jaga tutur katamu, Mark." Pria tinggi itu sudah memanas.
Namun Mark tetap abai, bahkan kepalanya sudah terangkat untuk beradu tatap dengan sang Papa.
"Dan Papa menuntut Mark untuk menjadi yang terbaik? Sementara Papa sendiri jauh dari kata baik. Memalukan," cerca Mark yang sudah diarungi amarah, lelaki itu tak sepenuhnya sadar akan kata yang terucap lepas.
"MARK JONATHAN GRISSHAM!" Suara Siwon menggelegar, menguara di seisi kamar. Mark sempat memejamkan mata beberapa saat ketika suara lantang itu kembali telinganya terima, rasa trauma sudah tidak lagi menjelma di dalam jiwa, jelasnya Mark sudah terbiasa.
"Apa sulit untuk Papa memperlakukan Mark layaknya seorang anak? Berhenti melampiaskan segala tuntutan Papa pada Mark!!"
"Dasar anak tidak tahu diri!! Hidup kamu sudah menyusahkan orang lain, Mark. Jadi bergunalah selagi saya beri kesempatan untuk hidup! Belajar dengan baik dan berhenti membangkang!"
"MARK SUDAH MELAKUKAN YANG TERBAIK. PAPA LAH YANG TIDAK TAHU DIUNTUNG!"
PRANGG!!!
Guci keramik di atas nakas menjadi akhir pelampiasan amarah sang Papa. Suara dentingan pecahan kaca menguara tanpa iba. Mark diam tak bersuara ketika pecahan benda keramik itu tepat mengenai sudut kepalanya. Berakhir menjadi goresan luka yang rasa sakitnya menguara hingga menciptakan rasa perih tak tertahan.
Tubuh Mark gemetar hebat, kedua tungkainya lemah hingga berakhir mendarat pada lantai. Tetes darah yang mengalir pelan dari sudut kepala hingga pipi itu Mark rasakan. Mark meremat erat surainya, mati-matian menahan rasa sakit di sana. Pandangan Mark kabur, namun bayang-bayang derap langkah kaki sang Papa yang mendekat masih mampu ia lihat.
"Ini hukuman untuk mu, Mark. Dan jangan bicarakan pada siapapun, terutama Mama. Jika tidak, Mama akan merasakan seperti apa yang kamu rasakan kini, mengerti?"
"JANGAN SAKITI MAMA!"
"Anak pintar."
Samar, Mark melihat bagaimana Siwon mampu mengulas sebuah senyum miring.
Setelahnya, Siwon berlalu. Meninggalkan kekacauan yang telah ia perbuat, membiarkan putranya yang menahan sakit hampir sekarat. Baginya, itu hukuman yang pantas untuk Mark.
Pada sisa sakit yang membuat memori beberapa detik lalu terungkit, Mark mengatupkan bibir. Serapat mungkin, menahan tangis sekaligus perih.
Tapi Mark tidak kuat, ia tidak pernah benar- benar mampu menjadi kuat. Pada akhirnya, kepala laki- laki itu jatuh di tepian ranjang. Dadanya naik turun menahan sesak. Matanya menatap hampa. Mark menyentuh pelan sudut dahinya. Luka yang ditutupi juntaian rambut itu masih basah, bahkan terasa perih hingga berdenyut nyeri. Terlebih mengobatinya, Mark memilih mengabaikan.
Semesta terlalu senang mempermainkan jiwa-jiwa yang sengsara. Mark masih dibiarkan menatap dunia, entah dengan tujuan akan bahagia atau untuk menerima luka-luka selanjutnya.
Kapan Tuhan akan membuat kisahnya menjadi lebih baik?
Setidaknya, membuat Mark hidup tanpa tuntutan ini dan itu.
Kapan?
Mark sudah tidak tahan.
Jika malam ini Mark dibiarkan tidur dengan tenang, ia akan meminta agar lupa bagaimana cara untuk kembali membuka mata.
🌇🌇🌇
Maaf membuat kalian menunggu lebih lama. Terima kasih karena berkenan menanti. Jangan lupa tekan bintangnya, ya🥰
Sekali lagi saya jelaskan bahwa cerita ini bergenre angst (penyiksaan terhadap tokoh), jika kalian tidak berkenan silahkan tinggalkan. Tidak apa. Segala bentuk karakter di cerita ini hanya fiksi semata.
-Leonie-Double up untuk hari ini 👇
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengagum Senja | Mark Lee
Fiksi PenggemarHai Kamu, Sang pengagum senja ku. Laki-laki yang terlihat sempurna di mata dunia. Nyatanya, Ia tak benar-benar sempurna. Tanpa dunia ketahui, Ia bersikeras menutupi segala luka. "Alasan Kakak suka senja, apa?" "Simple. Karena pada senja entah apa a...