Eight

208 32 1
                                    

"Pelan-pelan ya, Le. Jangan kuat-kuat entar sakit."

"Iya pelan-pelan, kalo gak kelepasan."

"Akhh Chenle, sakit bego!" Ningning mengelus jidatnya yang habis terkena jentikkan jari Chenle.

"Impas dong! Jidat gue aja merah, noh! Kuku lo panjang bener!"

"Ji, kocok kartunya." Chenle memberikan susunan kartu uno kepada Jisung.

"Ntar yang kalah dijentik lagi, nih?" tanya Jisung.

"Kagak, dijual ke om-om," jawab Chenle yang sedetik kemudian menerima cubitan dari Ningning.

Suasana kelas masih belum bisa dikatakan ramai. Hanya ada sekitar sepuluh murid yang mengisi kelas itu, termasuk ketiga orang yang sedang sibuk dengan kartu uno mereka. Yangyang si ketua kelas yang wajib datang lebih awal dan Ara beserta Nita yang hanya menonton ketiga orang yang sibuk bermain kartu sejak tadi.

"Daripada kita nontonin mereka, mending temenin gue ke kelas Jaemin, yuk!" ajak Nita seraya merogoh tasnya, mengambil sesuatu.

"Ngapain?" Ara memperhatikan gerak-gerik temannya yang kemudian mengeluarkan sebuah jaket yang Ara ingat itu adalah jaket milik Jaemin.

"Nih, kembaliin jaketnya Jaemin," sahut Nita yang sudah beranjak dari kursi.

Akhirnya Ara memutuskan untuk mengikuti sahabatnya ke kelas Jaemin, yang juga sekelas dengan kakak laki-lakinya, Jeno.

"Permisi! Ada orang?" Nita mengintip ke dalam kelas XI IPS 3, yang tak lain adalah kelas Jaemin.

Beberapa siswa yang mengisi kelas itu menoleh ke arah pintu. Termasuk keempat murid laki-laki yang tadinya sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, menoleh dan menghentikan aktivitasnya. Terkecuali Jeno, ah laki-laki itu selalu bersikap acuh kepada sekitarnya. Ia masih fokus dengan game di ponselnya.

"Cari siapa? Masuk aja," kata salah satu laki-laki yang baru saja menyelesaikan rambutnya yang diberi polesan minyak rambut. Yang tak lain adalah Haechan.

Nita menarik Ara yang sejak tadi hanya berdiam di depan pintu.

"Ngapain Ren? Nyari kakak?" Itu Renjun.

"Nggak kak, mau ngembaliin jaket Jaemin," jawab Nita seraya menunjukkan lipatan jaket levis biru muda ditangannya.

"Oh, lo yang kemarin nggak sengaja gue tabrak di kantin, kan?" Jaemin bersuara.

"Iya. Nih, makasih ya." Nita memberikan jaket levis itu kepada empunya yang kemudian dibalas dengan secercah senyum manis.

"Yaudah, kalo gitu kita balik ya," pamit Nita seraya merangkul temannya.

Ketiga laki-laki itu tersenyum. Kecuali laki-laki yang sejak tadi hanya fokus pada game di ponselnya. Bahkan seperti tak menyadari ada orang yang masuk ke kelas itu.

"Ara, sini aja sama Ecan, yuk!" goda Haechan seraya menaik turunkan alis kirinya.

Kedua perempuan yang hampir keluar dari kelas itu menoleh dan menghentikan langkahnya.

"Dih can! Sorry ya Ara udah ada yang baru!" balas Nita dengan ekspresi jahilnya.

"Siapa? Winwin? Bukannya udahan?"

"Iya, tapi udah ada yang baru. Mark." Sedetik kemudian Nita mendapatkan cubitan di pinggangnya.

"Sembarangan, dih!" Ara melepaskan rangkulan sahabatnya.

"Mark?" Haechan bertanya dengan muka kaget dan heran sekaligus.

Sedetik kemudian keempat laki-laki itu berpandangan dengan tatapan yang sulit diterka.

Pengagum Senja | Mark Lee Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang