Eleven

189 39 2
                                    


"Ra, mau ikut pulang bareng?" tawar Chenle.

"Ah enggak, makasih, nanti bisa minta jemput Papa," respon Ara.

"Yaudah, gue sama Jisung duluan ya, kalau ada apa-apa kabarin."

"Siap tuan muda."

"Bye Ara, Jisung duluan." Jisung melambaikan tangan sebelum hampir keluar dari pintu kelas.

"Gue duluan ya, Kak Renjun nungguin di parkiran. Bye!" Nita ikut menyusul keluar dari kelas

"Iya hati-hati."

Sekarang di kelas hanya tersisa Ara dan beberapa murid lain yang sedang melaksanakan tugas piket. Memang sudah menjadi sistem di kelas itu, yang jadwal piketnya besok maka akan dilaksanakan hari ini setelah pulang sekolah.

"Handphone gue mana ya?" Ara sibuk mengubrak-abrik tasnya hingga mengeluarkan semua isinya. Sialnya apa yang dicari tak ada di sana.

Ara diam sejenak. Mengingat di mana terakhir kali Ia melihat handphonenya.

"Terakhir kali sebelum ke kelas gue ke kantin. Ah iya di kantin!" Ara menjentikkan jarinya, kemudian segera membereskan isi tasnya.

"Gue duluan ya!" pamit Ara, direspon anggukkan oleh murid-murid yang masih menyelesaikan tugas piket mereka.

Ara berjalan menelusuri beberapa kelas menuju kantin. Suasana sekolah lumayan sepi, hanya ada beberapa murid yang mungkin ada urusan penting sebabnya tak segera pulang.

Ara memasuki kantin sembari menyapa beberapa penjual yang tengah sibuk membereskan sisa-sisa dagangan mereka.

Ara segera menghampiri meja yang tadi sempat Ia tempati. Ada seorang pedagang yang tengah membereskan piring-piring dan sisa makanan di meja itu.

"Kang Maman," tegur Ara.

"Eh iya neng geulis, kenapa?" Lelaki itu menghentikan aktivitasnya sejenak.

"Ada liat handphone gak di sini?"

"Ah enggak, dari tadi akang beresin meja gak ada liat handphone."

"Oh-oke, makasih Kang."

Ara memilih keluar dari kantin sembari mengingat-ingat di mana terakhir kali Ia memegang handphonenya. Tak henti-hentinya Ia merutuki dirinya sendiri. Betapa cerobohnya dirinya hingga benda yang jelas hampir tak pernah lepas dari genggamannya bisa menghilang begitu saja.

"Lo cari ini kan?" Ara tercekat dan menghentikan langkah kala mendengar suara seseorang dari belakangnya.

Ara menoleh dan mendapati Winwin yang tengah mengangkat tangannya, memperlihatkan handphone milik Ara yang berada di genggamannya.

"Kok handphone gue bisa sama lo?"

"Kembaliin!" Ara maju mendekat, ingin merampas handphonenya dari genggaman Winwin. Cepat-cepat Winwin menyembunyikan handphone itu di punggungnya.

"Gue gak bodoh, Jeara! Gak mungkin gue kasih gitu aja." Winwin mendekat perlahan, membuat gadis di hadapannya melangkah mundur.

"Apa mau lo? Aww!" Ara meringis kala punggungnya berbenturan dengan tembok di belakangnya. Manik matanya beradu tatap dengan dua bola mata milik lelaki yang hanya berjarak beberapa senti dari hadapannya.

Winwin memojokkan gadis itu hingga menghimpit ke tembok. Kemudian mengangkat satu tangannya, mengurung gadis itu dengan tembok. "Jadi pacar gue, gak ada penolakan!"

"GILA LO! GAK!" Refleks Ara mendorong tubuh Winwin agar menjauh.

"Kembaliin handphone gue Winwin!"

"Gak--Eh!"

"Jeara tangkap!" Untung saja Ara cekatan menangkap ponselnya yang berhasil dirampas dari tangan Winwin oleh lelaki yang berdiri tepat di belakang Winwin.

Refleks Winwin memutar tubuhnya menghadap lelaki yang berdiri di belakangnya. "BISA GAK LO GAK IKUT CAMPUR URUSAN GUE, ANJING!" Winwin menarik kerah seragam Mark yang kemudian ditepis kasar oleh lelaki itu.

Kedua manik mata mereka beradu tatap.

"Gue gak suka lo gangguin Ara!"

Winwin terkekeh meremehkan. "Lo siapanya Ara? Hah! Gak usah ikut campur!"

"Gue pacarnya."

Ara dan Winwin sama-sama tersentak kaget mendengar jawaban yang keluar dari mulut Mark.

Winwin menoleh ke arah Ara. Tatapan Winwin seolah meminta jawaban dari sana.

Ara menatap Mark sejenak. "I-iya, Mark pacar gue."

Winwin tertawa, terdengar meremehkan. "Belum lama lo lepas dari gue, ternyata udah dapet yang baru. Gampangan banget lo!" sarkas Winwin.

BUGH!

Winwin hampir saja tersungkur kala Mark melayangkan kepalan tangannya pada pipi kiri lelaki itu.

"Jaga omongan lo!"

"BANGSAT LO--"

"WINWIN WOY! UDAH! LO MAU DI SKORS LAGI!" Untung saja Jungkook cepat menahan Winwin yang hampir saja membalas pukulan Mark.

"Apaan sih Juki! Biarin aja, seru juga liatinnya!" Itu Jaehyun yang datang bersamaan dengan Jungkook dan Mingyu.

"Bener." Mingyu menyetujui.

"GOBLOK!"

Segera Jungkook menarik Winwin agar pergi dari sana. Sebelum benar-benar jauh, Winwin sempat mengumpat beberapa kali kepada Mark.

Mark meringis memegangi kepalanya. Kambuh lagi. Mark lupa memberi tahu pada ibunya bahwa stok obatnya habis. Alhasil, rasa sakit di kepala Mark lebih sering kambuh dari biasanya.

"Kak, kenapa?" Ara mendekat, Ia tahu Mark sedang tak baik-baik saja.

Entah disengaja atau tidak, Mark refleks menepis tangan Ara yang memegangi bahunya. Mark segera pergi dari sana membuat Ara mendelik heran.

Ara mengikuti hingga Mark masuk ke dalam toilet khusus laki-laki. Tak mungkin Ara ikut masuk, jadi Ia memilih menunggu di luar.

Mark keluar dengan keadaan rambut yang sedikit basah, sepertinya Ia habis mencuci muka. 

"Kak."

"Hm?" Mark mengangkat kepalanya menatap gadis di hadapannya sembari menyibakkan rambutnya yang menutupi pandangan.

Ara bungkam, matanya tak berkedip beberapa saat kala menatap wajah lelaki itu. Dengan jarak sedekat ini Mark benar-benar tampan. Mata Mark benar-benar indah, bulat lucu dengan iris hitam pekat.

"Ra?" Ara terkesiap, sesegera mungkin Ia menoleh ke sembarang arah.

"Hmm...Kak, lo gapapa?" tanya Ara setelahnya.

Mark menggeleng. "Maaf soal tadi. Soal gue ngaku ke Winwin kalo gue pacar lo," katanya.

"Ga-gapapa Kak, makasih ya." Mark mengangguk.

"Kalo beneran gapapa?"

"Hah?"

"Ah-enggak, lupain."

"Mau pulang bareng?" lanjut Mark. Tanpa pikir panjang segera Ara tanggapi dengan anggukkan.

【️ 🐯🍉🐯 】️

Tahukan bagaimana caranya menghargai seorang penulis🤗💚

Pengagum Senja | Mark Lee Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang