Twelve

199 37 6
                                    


Mark melempar ke sembarang arah kertas yang bertuliskan surat keterangan kesehatan dari rumah sakit tempo lalu. Mark benci harus hidup dengan keterpaksaan. Hidupnya seolah hanya bergantung pada obat-obatan.

"Mark," panggil seseorang dari pintu kamar.

Mark menoleh. "Iya Mbak, masuk aja."

Seseorang yang dipanggil dengan panggilan "Mbak" segera masuk ke kamar lelaki itu.

Mbak Puput mendekati Mark yang tengah duduk di meja belajarnya. "Ini tadi Ibu pesan ke Mbak, kamu disuruh minum obat," katanya sembari menyerahkan beberapa pil obat dan segelas air putih.

"Mama sama Papa ke mana, Mbak?" tanya Mark seraya mengambil alih pil dan air putih dari tangan Mbak Puput.

"Ibu ada urusan sama butiknya, kalau Bapak kayaknya ada urusan penting soal perusahaan," jawab Mbak Puput.

"Yaudah makasih, Mbak." Setelahnya Mbak Puput segera keluar dari kamar lelaki itu.

Setelah selesai dengan obatnya, Mark menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi yang Ia duduki. Ia tak habis pikir dengan Ayahnya. Benar-benar gila materi. Bahkan diakhir pekan saja lelaki paruh baya itu masih sibuk mengurusi perusahaannya.

Perusahaan adalah segalanya bagi Siwon.

"Mark." Mark menoleh. Mbak Puput kembali lagi ke kamarnya.

"Kenapa, Mbak?"

"Ada guru les kamu di bawah."

"Hm."

Mark masih diam ditempat. Tak ada sama sekali terselubung niat ingin turun dari lantai dua dan menemui guru lesnya itu. Mark diam, berpikir sejenak. Ia benar-benar ingin bolos les hari ini. Toh tak masalah, lelaki yang selalu menuntutnya untuk terus belajar itu sedang tak berada di rumah.

Setelahnya, Mark segera bangkit dari duduknya untuk berganti pakaian. Mark berencana pergi keluar, terserah ke mana. Keputusannya untuk bolos les hari ini sudah bulat. Ini pertama kalinya Mark melanggar peraturan dari Ayahnya.

Kini Mark telah selesai dengan pakaiannya. Ia menggunakan jeans hitam, kaos hitam yang dilapisi dengan jaket denim, serta sepatu kets putih. Tak lupa dengan rambut hitam pekatnya yang ditata dengan gaya hair up. Mark merampas ponsel dan kunci mobilnya sebelum turun ke bawah.

Mark mendapati guru lesnya tengah duduk di ruang tamu, menunggunya.

"Pulang aja."

Wanita yang berstatus sebagai guru les Mark itu menoleh. "Kenapa? Hari ini jadwal les kamu," katanya.

"Gak pengen les hari ini. Pulang aja, Papa gak bakal potong gaji kamu selama kamu tutup mulut soal ini."

Ketahuilah, wanita yang berstatus sebagai guru les privat itu hanya berusia tiga tahun lebih tua dari Mark. Terlihat belum pantas dipanggil dengan embel-embel "Ibu". Mark sendiri memanggilnya dengan embel-embel "Kakak".

Wanita itu mengangguk kemudian segera keluar dari rumah itu setelah mengucapkan kata permisi.

Mark mengubah posisi duduk di sofa. Mengutak-atik ponselnya, mengirim pesan pada seseorang di sana. Mark tak ingin keluar sendiri. Lucas sahabatnya, tak bisa di ajak. Lucas harus membantu Ayahnya berkerja mengurusi kebun sayur dan buah-buahan.

"Mark, guru les kamu tadi mana?" tanya Mbak Puput yang baru saja datang dari dapur dengan membawa secangkir air teh panas.

"Aku suruh pulang," jawab Mark yang masih sibuk dengan ponselnya, menunggu jawaban dari seseorang di sana.

"Loh, kenapa?"

"Gak pengen les. Mbak bisa tutup mulut soal ini? Jangan sampe Papa tau." Tak perlu berpikir berlama-lama atau harus diberi ancaman, Mbak Puput segera mengangguk mengiyakan.

Ia juga merasa iba dengan majikan mudanya itu. Selalu dituntut untuk belajar, bahkan akhir pekan pun, saat di mana murid-murid sekolah mendapat hari libur, tetapi tidak dengan Mark. Tak ada hari libur untuknya. Belajar dan terus belajar.

(. ❛ ᴗ ❛.)


Seperti biasa, akhir pekan Ara tak ada yang menarik. Ia hanya menghabiskan waktu berdiam diri di kamar. Berguling-guling di kasur, membaca komik atau novel dan menonton drama. Sama seperti akhir pekan sebelum-sebelumnya.

Ting!

Ara berpaling dari laptopnya sejenak. Meraih ponselnya yang berada di atas nakas.

Hari ini ada waktu kosong gak?

Mata Ara terbelalak membaca nama pengirim pesan tersebut. Jantungnya berdegup kencang kala itu.

Kak Mark

Hari ini ada waktu kosong gak?

Ad, Kak
Kenapa?

Bisa temenin gue

Bisa

Tak perlu berpikir berlama-lama untuk menjawab. Lagi pula, tak ada alasan Ara untuk menolak Mark. Menolak ajakan Mark maksudnya.

Secercah senyum tipis terlukis indah di bibir lelaki itu kala mendapat jawaban sama seperti yang Ia harapkan.

Ara🌇

Bagi Mark, Ara sangat cocok digambarkan dengan senja. Senyum gadis itu hangat, tatap matanya menenangkan, memberikan rasa nyaman. Sama halnya kala Mark menatap senja.

Ara adalah hal kedua yang Mark sukai setelah senja. Bahkan mungkin Ara mampu membuat Mark berpaling--merebut posisi senja, menjadikan dirinya yang pertama.

Ara seperti senja-nya yang diberi nyawa.

【️ 🐯🍉🐯 】️

Tinggalkan jejak.

Gomawo💚

Pengagum Senja | Mark Lee Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang