Kesadaran Shani belum terkumpul seutuhnya saat Gracia naik ke atas kasur, duduk di sampingnya dengan muka cemberut.
"Kenapa?" tanya Shani dengan suara khas orang baru bangun tidur.
"Kamu udah mau bangun apa belum?" Gracia balik bertanya, menatap Shani yang memperbaiki posisi selimut dan kembali memejamkan mata.
"Kamu mau apa?"
"Mau cerita."
"Yaudah cerita aja."
Gracia makin cemberut melihat kedua mata Shani yang tidak terbuka sama sekali tapi menyuruhnya untuk tetap bercerita, "Ga jadi deh, kamu lanjut tidur aja."
Baru saja Gracia akan turun dari tempat tidur, sebelah tangannya ditahan oleh Shani yang tertawa pelan, "Ngambekan ih."
"Ih siapa juga yang ngambek," elak Gracia dengan raut wajah yang mengatakan sebaliknya, "kamu kan masih mau tidur, yaudah tidur aja."
"Engga kok, tadi kan aku nyuruh kamu cerita, kenapa malah mau pergi?"
"Ya lagian kamu nyuruh cerita tapi matanya mejem, masa aku cerita sama orang yang lagi tidur."
Shani berusaha keras menahan gelak tawanya agar tidak pecah, takut mengganggu Desi yang masih terlelap. Namun dia tidak bisa, rentetan protes dan wajah Gracia terlalu lucu baginya.
"Gracia..."
Shani langsung menoleh ke belakang punggung, Gracia langsung mengangkat pandangan, mereka sangat terkejut mendengar suara Desi, "Kamu sih ketawa mulu," gumam Gracia kepada Shani.
"Tidur lagi aja Ci Des, ini masih pagi banget."
Alis Gracia menyatu mendengar ucapan Shani, "Ini udah jam setengah sebelas, Ci."
"Kalo belum jam satu masih pagi buat Ci Desi."
Desi tertawa, "Lo berdua ngomongin apaan? Masih pagi udah debat aja."
Ekspresi Gracia kembali berubah cemberut, ingat bahwa dia tengah ngambek ke Shani, "Ci Shani nih, nyuruh aku cerita tapi dianya tidur, pas aku pergi malah ditahan."
"Aku ga tidur, aku baru mau buka mata kamu udah main pergi aja." Shani membela diri. Dan tentu Desi lebih mempercayai Shani daripada Gracia.
"Emang mau cerita apa?" Niat Desi untuk kembali tidur hilang ntah kemana. Dia lebih tertarik ikut bergabung dengan pembahasan GreShan.
"Tuh ditanyain Ci Desi, buruan cerita."
Gracia akhirnya memulai ceritanya tentang ide member lain untuk memisahkannya dengan Shani. Dari awal mula ide itu muncul, siapa pencetusnya, bagaimana member lain menyetujui ide tersebut, siapa yang menyetujui, semua Gracia sampaikan. Tidak kurang sedikitpun dan tidak dilebihkan sama sekali.
"Ini mah bukan cerita, ini mah namanya ngadu."
Shani setuju dengan kesimpulan Desi. Apa yang disampaikan Gracia lebih tepat untuk disebut aduan daripada sebuah cerita.
Baru saja Gracia akan membuka mulut, pintu kamar terbuka, memunculkan Indy yang memasang tampang bingung, terkejut karena semua penghuni kamar dua menatap kearahnya, "Pada ngapain? Ngegosip ya?"
"Gracia lagi ngadu katanya kalian mau pisahin dia sama Shani."
Indy tertawa, duduk di sebelah Gracia, "Ih Ci Gre mainnya ngadu, ga seru."
Gracia memeletkan lidah, menjatuhkan tubuhnya di samping Shani.
"Ci Shani emang ga mau nyoba pisah sama Ci Gre?"
Shani menggeleng, "Ga mau," tangannya melingkar di atas pinggang Gracia, membuat Desi tertawa dan Indy tercengang tidak percaya.
"Bucin!" seru Indy, turun dari tempat tidur dan menuju meja untuk mengambil charger laptop, "gue jadi makin semangat buat ikut jadi tim misahin kalian."
"Awas ya Indy berani gangguin Gracia."
"Marahin aja, Ci!" Gracia kembali memeletkan lidah, merasa menang karena Shani berada dipihaknya.
"Dih, Ci Gre bocah."
Gelak tawa Desi mengiringi pertengkaran tidak berbobot itu, "Eh Gracia tuh tidurnya ngusel tau, kalian mau Gracia ngusel-nguselin kalian pas kalian tidur?"
Gracia tertawa mendengar kebiasaan tidurnya dibongkar oleh Desi.
"Emang iya?" Indy menghentikan langkah yang hampir tiba di pintu kamar, siap kembali ke bawah untuk lanjut kelas selanjutnya.
Desi dan Shani kompak mengangguk, "Tapi kalo yang lain pada mau misahin, gue sih setuju juga," lanjut Desi yang langsung bangkit dari tempat tidur, tertawa puas lalu menarik tangan Indy keluar kamar dua, meninggalkan Shani dan Gracia yang tercengang, amat tidak percaya dengan apa yang barusan terjadi. Mereka berdua sama-sama tidak mengira bahwa Desi ternyata tidak berada di pihak mereka.
"Kamu udah sarapan?" tanya Shani tiba-tiba.
Gracia menggeleng. Dia sengaja menunda sarapan karena memang ingin sarapan dengan Shani.
"Yaudah yuk keluar."
Dua orang itu bangkit dari kasur, keluar kamar, menyusul Desy dan Indy.
-----
"HAYO SIAPA TADI YANG KATANYA MAU MISAHIN KAMAR GRACIA SAMA SHANI?" Kedatangan Shani dan Gracia yang berada dalam rangkulan Shani disambut teriakan huru-hara Desi.
Semua member yang tengah sibuk dengan kegiatan masing-masing langsung mengangkat pandangan, menatap dua orang yang menuruni tangga terakhir, dengan diam.
"Ayo siapa, ngaku." ucap Shani melangkah ke area dapur, bergabung dengan para member kelas pagi yang kembali kelas dan telah selesai sarapan.
Semua member yang ada di meja makan kompak mengarahkan jari telunjuk ke Tasya, "Mampus lo!" Jinan berteriak semangat, tidak sadar bahwa dia satu diantara para member yang menyetujui ide Tasya tadi.
"Coba sampein lagi idenya, aku pengen denger lebih detail deh," pinta Shani dengan suara tenang. Sayangnya ketenangan suara Shani malah memberikan efek menakutkan bagi member lain yang ada di meja makan, terlebih Tasya.
"Ci Gre, ga gini cara mainnya dong."
Gracia tertawa sambil memeletkan lidah, dia melepas rangkulan tangan Shani, berdiri menuju lemari kabinet, mengambil tiga mangkok dan sendok dari dalam sana lalu meletakkannya di depan Shani dan Desy yang duduk berjajar di kursi panjang meja makan.
"Makasih, Gre." Desy menuang sereal ke mangkoknya, lalu ke mangkok Shani, dan berakhir ke mangkok Gracia, kemudian menuang susu tapi hanya pada mangkoknya. Dia tidak tau bagaimana takaran untuk Shani dan Gracia.
"Makasih Ci Des," Shani menerima kotak susu, menuang ke mangkoknya dan ke mangkok Gracia, lalu kembali menatap Tasya karena urusannya belum selesai, "Ayo dong Tety ceritain lagi gimana idenya kan aku penasaran."
Dari ujung kursi panjang di seberang Shani, Muthe mengangkat tangan, "Aku aja yang ceritain Ci, mau ga?"
Tasya menggeleng, melarang Muthe berbicara, "Ci Shani tapi demi apapun mereka semua setuju sama ide ini," ucapnya berusaha membela diri.
"BOHONG CI SHANI!" koor semua member, kompak.
Gracia yang mendengar teriakan itu berhenti mengunyah, menatap datar para membernya, sementara Tasya mulutnya menganga, tidak percaya akan ditusuk dari belakang seperti ini.
"Tety ga bohong Ci, tapi dia sumber idenya," adu Gracia.
"Iya! Ka Tasya sumber idenya," beo Muthe.
Gracia menepuk tangan Shani, "Bahkan ya Ci, Christy sama Muthe juga ikutan setuju."
"Kita ngikut yang lain doang!" Christy buru-buru menjelaskan, di sampingnya Muthe dengan cepat mengangguk untuk mendukung pernyataan tersebut, membuat Shani dan Gracia mau tidak mau tertawa.
"Ci Gre ternyata tadi diem doang itu lagi mikirin strategi buat ngadu ke Ci Shani," gumam Ara.
"Ga ikut sarapan, tiba-tiba ilang, pas balik lagi ternyata udah sama pawangnya," sambung Aya.
"Sumpah kalian mesti liat gimana dia ngadu pas di kamar!" Indy berseru, tawanya tertahan karena mengingat bagaimana Gracia mengadu tadi, "Persis bocah!"
Bersama dengan Desy, gelak tawa Indy akhirnya pecah.
"Spill dong," pinta Tasya.
"Ayo Spill gimana tadi pas ngadunya," Jinan ikut penasaran.
"Ga ada spill spill, jelasin dulu aja gimana idenya," Shani mengembalikan topik, menatap Tasya sambil menyantap sarapannya.
"Udah, kasih tau aja, siapa tau Ci Shani setuju."
Tasya tampak diam sebentar, mempertimbangkan ucapan Aya, "Tapi Ci Shani bisa santai aja gak ngeliatnya?" pintanya sedikit dengan nada memohon.
Shani tertawa, "Lah? Emang aku ngeliatnya gimana?"
"Gini nih," Tasya memasang ekpresi datar, dan tatapan intense, menirukan Shani yang duduk didepannya, "gitu."
Shani makin tertawa, dua tangannya sampai bertepuk, "Yaudah nih sambil senyum nih," sebuah senyum terkembang di wajah Shani.
Gracia yang duduk di samping Shani menoleh, menatap wajah Shani ingin tahu, "Jatuhnya malah kayak orang aneh kalo senyum gitu."
Ucapan Gracia membuat semua member tertawa.
"Serba salah amat sih," Shani menghela nafas.
"Engga Ci Shani ga salah, yang salah Ci Gre sama Ka Tasya, bisa-bisanya ekspresi bidadari disalahin," sambung Ara.
"Mentang-mentang Chikuy udah naik, mulai buara!" cibir Jinan.
Ara tertawa pelan, "Tapi fakta kan?"
Gracia mengangguk, mengangkat dua jempol ke arah Ara, "Fakta."
"Bucin dasar," gumam Indy diseberang Gracia.
"Tasya masih ditungguin Shani loh detail idenya," Desy mengingatkan, mengembalikan topik ke semula. Mangkok serealnya hampir kosong.
"Oh iya, buruan sampein," Shani meletakkan sendok, melipat dua tangan diatas meja, siap mendengarkan ide Tasya yang sebenarnya sudah dia ketahui dari Gracia.
Ditatap lurus oleh Shani kembali membuat nyali Tasya ciut, "Nyesel gue sok ngide mau pisahin kamar mereka."
"ADUH! UDAH DIBILANG COBA DULU!" teriak Aya, gemas karena Tasya tidak langsung memulai.
"YAUDAH IYA, SABAR DONG!"
Tasya akhirnya menjelaskan ulang ide yang dia sampaikan tentang pemisahan kamar tidur Gracia dan Shani, lengkap dengan berapa lama waktu yang tadi dia sebutkan. Semua member yang ada di meja makan mendengarkan dengan seksama, bahkan member yang masih kelas kembali abai dengan apa yang diterangkan para pihak pengajar, seolah penyampaian Tasya bermanfaat untuk masa depan mereka.
Penjelasan Tasya ternyata lebih banyak kali ini. Sebelumnya dia tidak menjelaskan bagaimana sistem pemisahannya dan siapa yang harus meninggalkan kamar dua untuk sementara waktu, kali ini semuanya lengkap tanpa perlu ada pertanyaan lagi, dan tinggal menunggu persetujuan.
"Buset, lo udah mikirin dari kapan nih buat misahin mereka?" Indy duluan buka suara, menanggapi ide Tasya yang tampak sudah dipersiapkan jauh hari.
"Barusan gue pikirin semuanya."
Aya tertawa, "Menggebu-gebu banget ya lo pengen misahin mereka?"
Tasya mengangguk dengan semangat.
Shani menghela nafas, Gracia memasang wajah cemberut. Dua orang itu tampak tidak suka dengan ide Tasya.
"Gimana Ci Shani tanggapannya?" tanya Ara.
"Lama banget seminggu, ga mau ah."
"Kalo tiga hari mau ga Ci Shani?"
Shani menggeleng menjawab penawaran yang diberikan Muthe.
"Dua?" Jinan ikut memberi penawaran, mengangkat jari telunjuk dan jari tengah bersamaan, membentuk angka dua.
Shani kembali menggeleng.
Ganti kali ini Tasya yang menghelas nafas, "Kalo gitu semalam aja deh."
"Ga mau," tolak Shani.
Gracia tertawa bahagia. Gelak tawanya sangat berbanding terbalik dengan semua member yang ada di meja makan, "TUH DENGER GA?" Gracia memeluk Shani dari samping.
"Ci Shani beneran ga mau nyoba?" Tasya masih mencoba, berharap Shani berubah pikiran.
Shani menggeleng, "Ga mau ah, kalian aja yang ke kamar kita kalo mau nginep sama kita," tandas Shani, menyandarkan kepalanya diatas kepala Gracia.
"Ternyata yang bucin bukan Ci Gre," Ara menggeleng, tidak percaya dengan apa yang dia lihat dan dia dengar.
"Gue kira Ci Shani bakal nanggepin kayak Ci Gre tadi, yang pasrah-pasrah aja, atau seengganya bakal bilang terserah gimana mau Kapten nanti," Jinan sama terkejutnya dengan Ara, "ternyata engga dong, langsung nolak."
Hanya Desy dan Indy yang tidak kaget, sudah tau dengan jawaban Shani dari saat di kamar tadi, "Ci Shani bucin diem-diem weh, kalo Ci Gre bucinnya terang-terangan," terang Indy.
Desy mengangguk, "Lama-lama juga keliatan kalo mereka sebenernya saling membucin."
"Belum sampe ke Kak Beby udah gagal aja nih ide," seru Aya kecewa.
Semua member yang pagi tadi semangat menyetujui ide Tasya bersorak kecewa, tidak menyangka Shani langsung menyuarakan penolakan.
"Tapi sampein aja coba ke Kak Beby, kali aja dia setuju, Kak Beby kan kadang ga bisa ditebak," Aya kembali memberi Tasya usulan.
Baru saja Tasya akan membuka mulut, Shani langsung angkat suara, "Pindahin kasur kalian semua ke kamar dua, biar tidur bareng-bareng disana."
Gelak tawa langsung memenuhi area ruang makan mendengar penuturan Shani. Pemisahan kamar itu berakhir menjadi ide semata, tanpa sempat sampai ke telinga Beby apalagi sempat menjadi kenyataan walau semalam.
-----
Keadaan yang tidak membaik karena adanya pandemi memaksa para member untuk tidak kemana-mana tanpa se-izin pihak management, tetap diam di dorm dan melakukan segala aktifitas mereka disana. Satu minggu pertama semua sangat bersemangat, membuka mata dan melalui hari tanpa sempat mengeluh bosan, adaptasi sana sini dengan segala hal. Lanjut minggu kedua, semua masih tetap semangat, masih melakukan banyak hal dan permainan yang menurut mereka menyenangkan. Memasuki minggu ke tiga, satu dua keluhan mulai terdengar, banyak permainan sudah mereka mainkan, banyak film sudah mereka habiskan, bahkan beberapa orang sudah menamatkan beberapa series.
"BOSEN BANGET," Anin berteriak dari sofa lantai bawah.
Minggu ke empat sudah jalan setengahnya, dan teriakan seperti Anin sering terdenger memenuhi dorm.
"Kak Beby," Anin memanggil Beby yang ada di area ruang kumpul, sedang tengkurap menatap laptop.
"Apa?"
"Tanyain ke Kakak Staff dong, bisa ga kita aja yang belanja bulanan, ga usah mereka, biar kita ada alasan keluar."
Satu hal lagi yang membuat mereka makin tidak bisa kemana-mana adalah, semua makanan dan minuman yang mereka butuhkan untuk bertahan disediakan oleh manajemen, jika memang mereka membutuhkan sesuatu yang bersifat pribadi pihak manajemen meminta untuk membeli barang tersebut lewat aplikasi online.
Tasya yang duduk disebelah Anin menepuk tangan setuju, "Buruan Kak Beby tanyain sekarang juga, bosen banget gue diem doang kayak gini."
"Iya, itung-itung meringankan beban Kakak Staff juga," sambung Fia di samping kiri Beby.
"Kalo ga bisa gimana?"
Indy yang berada di ruang meja makan langsung berdiri, berjalan menuju sofa abu panjang, "Bilangin, Kakak Staff pasti ribet ngurus banyak dorm dan banyak manusia, jadi kita nawarin bantuan."
"Terus bilang, kita ga bakal pergi semua, beberapa doang yang bakal pergi," sambung Fia lagi.
"Ih kenapa ga semuanya?" tanya Muthe di samping kanan Beby.
Eli yang duduk di sisi lain Anin menjawab, "Ga bakal diizinin kalo pergi semua."
"Kalo misal diizinin siapa aja yang mau pergi? Angkat tangan coba."
Enam belas tangan terangkat ke udara secara bersamaan begitu Beby memberikan perintah, kemudian disusul gelak tawa karena ternyata tidak ada yang tidak ingin pergi.
"Pokoknya kalo boleh gue harus pergi, kan gue yang punya ide," Anin memutuskan sepihak.
"Kalo Kak Anin pergi, gue harus pergi karena Kak Anin temen tidur gue," Tasya mengisi satu nama lain jika Staff memperbolehkan mereka pergi.
"Gue juga harus pergi karena gue sekamar sama mereka," sambung Gita dari kursi panjang area dapur yang menghadap ke area sofa.
"Oh kalo gitu fix aku juga harus pergi karena kakak-kakak kamar satu pada pergi," Muthe tersenyum senang.
Desi yang duduk di tangga buka suara, "Gue harus pergi karena gue se-generasi sama Anin."
Mendengar alasan Desi, secara kompak Shani dan Gracia yang duduk di pojok sofa langsung teriak, "KITA JUGA KALO GITU."
"GUE GUE GUE!" Eli berteriak heboh, sejak tadi dia berusaha memikirkan apa alasan yang harus dia gunakan dan sekiranya berhubungan dengan Anin "Gue harus ikut sebagai perwakilan kamar tiga," serunya dengan percaya diri walau pada akhirnya alasan yang dia berikan tidak berhubungan dengan Anin sama sekali.
Setelah Eli, para member yang lain saling berebut bicara, mengatakan alasan kenapa mereka harus ikut pergi kepada Beby dengan semangat. Alasan tersebut makin tidak masuk akal dan makin tidak berhubungan dengan Anin, namun Beby tetap mendengarkan, menatap member yang berbicara sambil menahan tawa.
"OKE GINI AJA," Beby bangun dari posisinya, meminta para member yang berkerumun di sekitarnya untuk berkumpul di sofa agar suasana lebih tertib dan terkendali. Untungnya semua menurut, mereka berjalan menuju sofa tanpa mengeluarkan kata-kata bantahan, bergabung dengan member lain yang sudah lebih dulu duduk di sofa.
Beby berdiri di depan semuanya, meminta perhatian para member, "Kan ga mungkin semuanya bakal dibolehin pergi, paling berapa doang, jadi biar adil kita tentuinnya pake undian kayak pas pilih kamar aja."
"GA MAU," teriak Anin langsung, menyilangkan dua tangannya di udara sebagai penolakan.
Tasya memegang dada, terperanjat mendengar teriakan Anin, "Gue lama-lama duduk deket Kak Anin bisa budek sih."
"Sama," Eli di sisi lain Anin menyetujui.
Anin tertawa, "Maap, gue takut yang lain ga denger."
"Oh gue ada ide!" Gita yang duduk di pojok paling kanan Beby, di samping Shani, mengangkat tangan, membuat semua member kini menatap ke arahnya, "pake Jumping Pirates aja, yang duluan bikin kepala pirates-nya lompat, dia menang."
Jumping Pirates sejatinya adalah permainan keberuntungan. Dibeli Gita beberapa hari yang lalu tanpa perencanaan apa-apa dan benar-benar hanya karena merasa bosan yang teramat.
"Peraturannya dibalik ya? Yang ga bikin kepala pirates-nya lompat dia kalah?" Fia mempertanyakan lebih jelas. Pasalnya selama mereka bermain kemarin, peraturannya adalah bagi yang menusukkan pedang ke dalam lubang tong, dan membuat kepala pirates lompat keluar dari tong maka dia kalah.
Gita mengangguk, "Iya, biar cepet nentuinnya."
Chika yang duduk melantai di depan Anin angkat tangan, "Nentuin siapa duluan yang nusukin pedangnya gimana? Kan yang lebih duluan nusukkin pedang kesempatan menangnya lebih gede."
Semua kembali diam, membenarkan ucapan Chika di dalam kepala, "Balik ke undian?" tanya Desi pelan, membuat semua member tertawa.
Fia mengangkat tangan, "Pake Spin Wheel online aja."
"Pake versi nyata aja," seru Aya di atas sofa di belakang Fia.
"Oh iya, kan Muthe punya," Eli baru ingat Muthe memiliki papan Spin Wheel. Sama seperti Gita, Muthe membeli barang itu benar-benar hanya karena kebosanan yang menyerang.
"Yaudah sana ambil," perintah Beby.
Bukannya langsung bergerak Gita dan Muthe sama-sama diam di tempat, "Siapa yang terakhir mainin?" tanya Muthe.
"Kamu sama Christy kan?" Shani mengingatkan. Kemarin sore dia melihat dua bungsu itu bermain di area ruang kumpul.
Christy langsung berdiri dari duduk begitu Muthe melempar tatapan bingung ke arahnya, berjalan ke area kumpul, mengambil papan Spin Wheel di tempat terakhir dia menyimpannya kemarin sore.
"Lo kenapa diem aja?" Desi memukul pelan paha Gita yang duduk di atas sofa di belakangnya.
"Gue juga lupa siapa yang terakhir mainin."
Chika menoleh ke Ara, "Bukan elo Ra yang terakhir main?"
"Ini makanya lagi nginget-nginget dimana terakhir nyimpennya," aku Ara. Diamnya sejak tadi ternyata karena mengingat dimana Jumping Pirates itu dia simpan, "Indy inget ga?" Ara meminta bantuan ke Indy teman bermainnya saat itu.
Indy menggeleng.
Baru saja Indy dan Ara menoleh ke Eli untuk bertanya karena Eli turut bermain bersama mereka, Eli langsung menggeleng kuat, tanda dia juga tidak mengingat.
"Di kamar kalian kali," ucap Gracia.
"Nah iya!" Aya tiba-tiba berseru, "tadi gue liat ada di kamar empat."
"Buruan ambil," perintah Beby lagi.
Ara, Indy, Eli, dan Gita, tidak langsung bergerak, mereka menatap Beby lurus, bertanya dengan kompak kepada siapa suruhan itu tertuju.
"TERSERAH," teriak Beby gemas.
"Kalo sampe kalian suit buat ngambil itu doang, kalian ga usah ikut main!" Ancam Jinan, membuat member lain tertawa terbahak.
"Iya iya ini di ambil," Ara akhirnya berdiri, mengalah dengan yang lain.
"Mau ditemenin ga?" Indy menawarkan diri.
"Lo aja kalo gitu yang ambil."
"ARA BURUAN GA?!" teriak Aya, sedikit mendorong Ara yang sudah berdiri namun tidak juga melangkah.
"IYA INI MAU DIAMBIL KAK AYA," Ara balas berteriak sambil setengah berlari menuju lantai atas, meninggalkan member lain yang menertawai tingkahnya.
-----
Setelah melalui pengambilan nomor urutan lewat papan Speen Wheel yang diisi bukan dengan angka atau nama, para member KIII kini duduk melingkar tanpa jarak dan celah sedikitpun di ruang kumpul, mengelilingi Jumping Pirates dengan satu pedang plastik mini beraneka macam warna di tangan masing-masing.
"Bentar,"
Semua member yang sudah menatap ke Jumping Pirates dengan serius terpaksa harus mengangkat pandangan dan menatap ke Beby, "Apalagi sih Kak Beby, gue udah deg-degan nih," omel Tasya yang tepat berada di samping Beby, karena dia mendapatkan nomor urut terakhir sementara Beby pertama.
"Siapa yang berhasil bikin kepala pirates lompat, dia jadi nomor satu di list member yang boleh keluar kan?"
"IYA," teriak semua member, kembali menatap Jumping Pirates ditengah mereka.
"Buruan Kak Beby," desak Fia.
Beby menjulurkan tangan, memutar Jumping Pirates, mencari lubang yang dia inginkan, tanpa perlu menunggu lama dan takut diteriaki oleh membernye, Beby menusukkan pedang biru yang dia pegang.
Member lain menatap dengan deg-degan, beberapa menyipitkan mata, beberapa menutup mata, beberapa memundurkan wajah, beberapa bahkan menutup telinga.
"YAH PAYAH!"
Teriakan Beby disambut oleh kelegaan member lain. Kepala pirates tidak bereaksi apa-apa, masih tertanam di tempat semula.
Kini giliran Gracia, "Jangan lama, Ge," ucap Shani langsung.
Gracia mengangguk, tanpa memutar Jumping Pirates, dia langsung menusukkan pedang kuning, "GAJI BUTA NIH PIRATES-NYA," teriak Gracia karena kepala sang pirates tidak juga loncat seperti yang dia inginkan.
"Gaji buta gimane?" Desy tertawa bersama member lain mendengar rutukan Gracia.
"Gila ginian doang gue deg-degan kayak nungguin pengumuman apaan," gumam Eli memegang dadanya karena gugup.
"Liat ya," Jinan meminta perhatian yang lain. Kini gilirannya. Sama seperti Beby dia memutar Jumping Pirates itu, mencari lubang yang menarik perhatian. Suasana kembali berubah menegangkan saat Jinan bersiap menusukkan pedang merah ke tong.
"BISA JEDA DULU GA? GUE DEG-DEGAN PARAH!" teriak Tasya begitu Jinan selesai menusukkan pedang dan kepala pirates masih diam seperti pertama mereka bermain.
"UNDIAN AJA GA SIH?" usul Aya tiba-tiba, merasa tidak sanggup dengan ketegangan yang disebakan permainan ini.
Beberapa ada yang mengangguk setuju, tapi lebih banyak yang menggeleng, "BURUAN LANJUT AJA, GUE GA SABAR NIH." Anin di sebelah Tasya berteriak.
Permainan kembali dilanjutkan, giliran Shani di sebelah Jinan yang memiliki kesempatan untuk menusukkan pedang mininya, "Pasti engga sih, Ci Shani ga pernah menang kalo main game," gumam Gracia yang langsung dihadiahi pelototan oleh Shani.
"Marahin Gracia, Shan! Ini pasti karena doa dia!" Desy memanasi Shani begitu ucapan Gracia benar-benar menjadi kenyataan.
"Itu sebenernya aku yang doa Ci, bukan Ci Gre," mata Tasya mengerjap menatap Shani yang siap memelototi Gracia lagi.
"Aku juga," sambung Anin.
"Aku juga, Ci," Muthe ikut mengaku.
"Aku juga, Ci Shani," tambah Ara.
Gracia tertawa bertepuk tangan, bahagia karena dia berhasil diselamatkan oleh pengakuan mendadak itu, "Yang doa pasti yang urutan-urutan terakhir."
"Ini gue udah boleh lanjut belum?" Eli sudah memasang posisi siap menusukkan pedang plastik kuning miliknya sejak Shani selesai, namun karena tidak mendapat perhatian dari member, dia menahan diri.
"Lanjut aja, lama amat Kak Eli," ujar Chika tidak sabar karena setelah ini gilirannya.
"Liat ya, pasti gue berhasil."
"Buruan!" Indy berseru.
Klek
"WOOOOOOW" teriakan itu terdengar begitu kepala pirates akhirnya terlepas dan lompat dari tempatnya akibat pedang Eli.
"PAKE CHEAT YA LO?" Fia tidak percaya dengan apa yang dia liat.
"GUE AJA KAGET, GIMANA MAU PAKE CHEAT?"
"Jangan bilang gitu, Christy jadi nanya nih ada cheatnya beneran apa engga," Gita menepuk pelan punggung Christy di sampingnya. Akibat percakapan Fia dan Eli, Christy langsung bertanya pelan tentang kebenaran percakapan itu.
Chirsty tersenyum lebar memamerkan deretan gigi putihnya yang rapi saat semua member tertawa menatapnya.
"Chikuy lanjut buruan," Tasya menyuruh Chika untuk kembali memulai permainan, makin tidak sabar dan deg-degan karena melihat urutan satu sudah jadi milik Eli.
"Lepasin dulu yang sebelumnya," ucap Gita.
Dibantu dengan Aya, Chika melepas pedang-pedang yang sudah tertancap, mengembalikkan kepada pemilik untuk kembali digunakan nanti ketika giliran mereka tiba lagi.
Sama seperti urutan sebelum Eli, kepala pirates tidak bereaksi apa-apa begitu Chika menusukkan pedang biru ke tong, dan tetap diam membisu walau sudah melewati Aya, Ara, Muthe, Gita, Christy dan Desy.
Banyaknya pisau warna warni yang sudah tertancap di tong membuat ketegangan ruang kumpul semakin terasa, Anin dan Tasya bahkan saling menggenggam tangan sejak tadi, mulut mereka komat-kamit ntah mengucap apa tiap member siap menusukkan pedang, lalu berteriak lega saat kepala pirates tidak bergerak sama sekali.
"Kalo Indy juga ga bisa bikin kepala pirates-nya lompat, antara Tasya sama Anin sih ini dapet urutan dua," ujar Desy.
"Kita masih punya kesempatan Kak Anin!"
"Indy buru!" Anin menyenggol lengan Indy.
Semua menatap pada satu fokus yang sama, memperhatikan tiap pergerakan Indy tanpa berkedip, menahan nafas saat Indy perlahan menusukkan pedang merah ke lubang tong yang masih kosong, dan-
-sama.
Kepala pirates diam membisu.
"Udah sebanyak ini belum lompat juga," Fia menggeleng takjub.
"Gue ya," Anin tertegun sambil memutar Jumping Pirates, mencari lubang yang tersisa.
"Ini kalo sampe ga lompat jug-"
"WOAAAAAAAAAAAAH," ucapan Beby langsung terhenti karena kepala pirates akhirnya lompat dan Anin langsung berdiri, berteriak kegirangan untuk merayakan keberuntungan. Eli ikut berdiri, menggenggam dua tangan Anin, berteriak heboh sambil melompat, membuat seluruh member menatap mereka dengan iri.
"TETY BURUAN! GUE JUGA MAU TERIAK HEBOH!" Aya mengembalikan semua perhatian member kembali ke Jumping Pirates.
"IYA SABAR! INI MAU DICABUTIN DULU!" Dengan tergesa dan meminta bantuan Indy, Tasya buru-buru melepas pedang-pedang sebelumnya, kegugupan sudah memenuhi seluruh tubuhnya karena melihat Anin berhasil membuat kepala pirates lompat, dan mendapatkan nomor urut dua.
"GILA, LANGSUNG LOMPAT!"
Teriakan Beby mengembalikan kesadaran member yang terdiam karena memproses apa yang baru saja mereka lihat beberapa detik yang lalu. Tanpa aba-aba, tanpa banyak memutar Jumping Pirates, kepala pirates kembali terlompat keluar begitu Tasya menusukkan pedang kuning miliknya. Tasya yang sudah tersadar langsung berdiri, bergabung bersama Eli dan Ani, saling bergandengan, berteriak dan berlompat bersama merayakan keberuntungan.
"Kak Anin sama Kak Tasya tadi komat kamit ngucapin apa? Kasih tau dong," pinta Muthe. Sejak tadi dia menyadari bahwa dua seniornya itu tidak berhenti menggerakkan mulut, berpikir mungkin itu yang membuat keduanya berhasil membuat kepala pirates melompat berturut-turut.
"Doa semoga yang lagi gilirannya, gagal,"
"SAMA!" seru Anin sambil tertawa begitu Tasya memberitahu Muthe apa yang dia ucapkan, "gue juga ngucapin itu." Mereka berdua tidak janjian, secara tidak sengaja ucapan itu mereka ucapkan di mulut tiap member siap menusukkan pedang.
"Apa karena mereka nomor urut terakhir jadi Tuhan ngabulin?" ucap Christy menatap Anin dan Tasya bergantian.
Mendengar ucapan Christy, Beby menghelas nafas, sambil mencabut pedang Tasya, dia kembali mencari lubang Jumping Pirates yang menarik hatinya, "Ini kalo gue sampe dapet urutan terakhir, gue nangis sih." Kepala pirates diam membisu begitu Beby selesai menusukkan pedang.
Lanjut ke Gracia, dan kepala pirates kembali melompat dari tempatnya, "YEAAAAAY!" serunya kegirangan, keluar dari lingkaran dan bergabung dengan tiga member lain untuk melakukan perayaan.
Dengan cepat permainan dilanjutkan, sama seperti Beby, Jinan juga tidak berhasil membuat kepala pirates melompat, "Ci tunggu dulu," Gracia menghentikan gerakan Shani yang siap menusukkan pedang ke tong. Semua orang memperhatikan Gracia yang berjalan menghampiri Shani, penasaran apa yang akan dilakukan anak itu.
"Transfer energi," ucap Gracia memegang dua tangan Shani, lalu menatap Shani tajam dengan menyipitkan mata, seolah benar-benar melakukan transfer energi karena Shani pun ikut menyipitkan mata tajam.
"Ini kalo sampe beneran Ci Shani bisa bikin kepala pirates-nya lompat, fix GreShan aneh sih," tutur Gita.
Shani melepas tangan Gracia, kembali fokus ke Jumping Pirates, tanpa perlu memutar-mutar, dia langsung menusukkan pedang di tangan, memindahkan ke tong.
Hasilnya?
Kepala pirates benar-benar melompat. Ntah karena transfer energi yang barusan mereka lakukan, atau memang keberuntungan sedang memihak Shani, yang jelas hasilnya membuat semua member terdiam, namun membuat Shani dan Gracia melompat kegirangan sambil berpelukan bak Teletubbies, bedanya Teletubbies berjumlah empat, mereka hanya berdua.
"TOLONG YANG UDAH MENANG PEGANG TANGAN GUE JUGA, TERUS TRANSFER ENERGI KALIAN!" Aya mengangkat kedua tangan, meminta seseorang yang sudah menang untuk memegang tangan. Eli langsung menghampiri Aya, namun dia tidak memegang tangan Aya, yang dia lakukan malah memegang dua pundak Aya dari belakang.
"Kak Aya diem dulu, aku ga bisa konsesn," ucap Chika, membuat Aya langsung mengatupkan dua bibirnya rapat-rapat.
Sayang, walaupun Aya diam, kepala pirates tidak melompat, pun saat giliran Aya, walau sudah dipegang oleh Eli sebagai tanda sedang melakukan transfer energy keberuntungan, kepala pirates tidak juga melompat, malah Ara yang berhasil mendapat keberuntungan itu.
"Kayanya gue salah dipegang orang nih," Aya langsung melepaskan dua tangan Eli dari pundaknya, membuat yang lain tertawa karena Eli langsung memasang ekspresi sedih yang dibuat-buat.
-----
Setelah melalui banyak putaran, permainan mencari nomor urut lewat Jumping Pirates akhirnya selesai. Beby benar-benar mendapatkan nomor urut terakhir, seolah apa yang dia ucapkan tadi adalah doa.
"Semoga yang dibolehin pergi sampe nomor sepuluh, jadi gue bisa ikut," Indy tiba-tiba menengadah tangan, mengucap doa karena dia mendapat nomor urut sepuluh.
"Semoga empat belas orang, biar gue juga bisa ikut," Jinan ikut menyambung doa Indy.
Tasya bergabung di tengah-tengah keduanya, "Semoga sampe nomor tiga aja, jadi gue sama Kak Anin sama Cue Eli aja yang bisa pergi."
"Dasar perempuan buruk sifat lo!" omel Jinan langsung.
Tasya mengibaskan rambut, melangkah dengan kesombongan dan keangkuhan yang nyata, meninggalkan Indy dan Jinan yang tercengang di tempat.
"Eh, ini kita ga salah ya? Bukannya harusnya kita nelfon Kakak Staff dulu ya baru nentuin nomornya?" Shani membuat suasana lantai bawah langsung hening. Semua member langsung menyadari kebenaran dari ucapan Shani, bahkan Beby pun baru tersadar sekarang.
"Gue bakal ketawa paling keras buat Tety kalo sampe beneran kita ga boleh keluar ternyata!"
"Gue juga!" saut Jinan. Sudah jelas dia dan Indy menyimpan dendam kepada Tasya.
"Kalo beneran ga boleh, gue bakal nangis," Eli sebagai pemilik nomor urut satu menyuarakan kekecewaannya.
"Abang buruan telfon kalo gitu."
Beby langsung mengeluarkan ponsel, mencari nama Putri di daftar kontak yang dia miliki.
"Loudspeaker Kak Beby," pinta Muthe.
Semua member mengerubungi Beby, menanti nada sambung panggilan telfon yang terus berbunyi berubah menjadi suara Putri. Ketegangan yang mereka rasakan persis seperti saat tadi mereka akan mulai bermain Jumping Pirates.
"Halo Kak Putri?"Halo Beby, kenapa?"
-c
-----
HALO KEYTRI SE-ATAP AKHIRNYA KEMBALI 🥳
Pertama, maaf banget karena baru bisa up part baru, padahal lebaran udah lewat lama he he he.Kedua, demi apapun ga nyangka banget ternyata KEYTRI SE-ATAP banyak yang suka, banyak yang nungguin, banyak yang nagih part baru di komenan part sebelum ini, di komenan part lebaran yang udah un-pub, di chat akun wp, di message wp, sampe di twitter (kebaca kok guys tweet kalian he he he) MAKASIH LOH 😭😭😭
Ketiga, maaf lagi .__. karna ke depan mungkin up part baru setelah Elegi selesai (part elegi ga banyak kok), karena Elegi kolaborasi jadi lancar up part nya 🙃
Yaudah, segitu dulu pemberitahuannya.
Terimakasih sudah kembali ke KEYTRI SEATAP, sudah membaca, memberikan vote, dan meninggalkan komentar.
Semoga ga bosen nunggu :( dan bosen bacanya.p.s: Jangan tanya kapan up Greshan Being Greshan karena jawabannya belum ada.
🖤💜

KAMU SEDANG MEMBACA
KIII SE-ATAP
FanficApa jadinya jika enam belas member tim K3 dipaksa tinggal bersama? Apa jadinya jika enam belas kepribadian, sikap, sifat, pemikiran dan perasaan harus dijadikan satu? Apakah enam belas member ini mempunyai sisi lain diri mereka yang tidak mereka tun...