Lima belas menit sudah berlalu, penghuni kamar satu tidak juga membeberkan apa yang terjadi diantara mereka berempat. Permainan puzzle otomatis tidak bisa dilakukan, membuat member lain akhirnya menjadi sibuk sendiri di tempat masing-masing.
Aya-Christy, Chika-Ara, serta Eli-Jinan sudah tengkurap di lantai membentuk lingkaran, mengeliling satu ponsel di tengah mereka yang menampilkan permainan Ludo. Di sofa, Shani menelungkupkan kepala pada bantal yang dia letakkan di atas lututnya yang terlipat di depan dada, Gracia di samping Shani tentu saja bersandar pada pundak Shani sambil bermain ponsel.
"Kak Beby," Desy menekan tombol kecil di samping ponselnya yang sejak tadi dia pakai menonton, pandangannya tertuju pada Beby di seberang meja, "boleh tidur siang dulu ga sambil nunggu mereka cerita? Ngantuk banget gue gara-gara Gracia sama Indy semalam ngajakin marathon film."
Shani ikut menatap Beby, "Iya, daripada ga ngapa-ngapain kayak gini mending tidur siang aja."
Gracia mengangkat kepala dari pundak Shani, dia memperhatikan wajah Shani yang berbicara dengan ekspresi datar kepada Beby. Jelas sekali ada kantuk yang tertahan.
Beby meletakkan ponselnya, "Ayo dong Anin, Tasya, Gita sama Muthe cerita, masa kita bakal kayak gini seharian sih?"
Aya bangun dari posisi tengkurapnya di lantai, dia kembali duduk seperti semula, mau tidak mau Christy yang pergelangan tangannya satu ikatan dengan Aya ikut bangun dan duduk, "Kalo emang belum mau cerita mending jangan dipaksa Kak Beby, kita main aja dulu," saran Aya.
"Atau kita ga usah lanjut permainan ini sekalian, lepasin tali yang kita pake, terus aktivitas kayak biasa, minggu depan tinggal nunggu hukuman," sambung Jinan sambil mengira-ngira bidak mana yang harus dia gerakan agar tetap aman.
"Yaudah, jadi lepasin nih talinya?" ucap Shani membuat semua orang menoleh kepadanya.
Gracia mengalungkan lengannya di leher Shani, "Jangan galak-galak Ci," gumamnya sangat pelan. Gracia yakin mood Shani hari ini benar-benar buruk akibat kurang tidur dan mungkin karena permasalahan mereka tadi pagi.
Shani melirik Gracia, punggungnya lalu dia sandarkan ke sandaran sofa, "Lagian mereka ga mau ngomong."
"Baru juga dua hari kita main-"
"Misi satu aja bahkan belum kita mainin," Fia memotong Eli.
"Gue tuh gak masalah kalian mau berantem, tapi coba kalo berantem jangan mode sunyi, jangan diem-dieman-"
"Ha maksudnya?" Indy menatap Beby dengan tidak mengerti.
"Maksudnya, ya kalo berantem bentak-bentakan aja, atau apa kek kayak orang berantem pada umumnya, jangan malah diem-dieman kayak sekarang gini,"
Gracia melepas lengannya dari leher Shani, "Emang kenapa kalo berantem tapi diem-dieman?"
"Mau nyinggung Shani ya lo?" tanya Desy sambil menahan tawa.
"Kalo berantem tapi diem-dieman, orang di deket kalian bakal ngerasain suasana yang ga nyaman, mau nanya ke kalian bingung karena ngeliat muka kalian yang bete, mau ngapa-ngapain jadi ga enak, bawaannya jadi diem dan pengen ngejauh."
Chika mengangguk paham, "Kalo berantemnya ga diem-dieman?"
"Kalo ga diem-dieman paling orang di sekitar kalian jadiin kalian tontonan, bisa diajak ngomong juga kaliannya walaupun pasti dinyolotin, bisa dibantuin cari solusi, sama yang paling penting, ga bakal ada suasana canggung, dan masalahnya cepet selesai karena orang-orang tau masalahnya apa. Lah coba kalo kalian berantem tapi diem-dieman, orang mana tau masalah kalian apa kan?"
"Ci Desy canggung ga kalo aku sama Ci Shani diem-dieman?" bisik Gracia kepada Desy.
Desy mengangguk, "Makanya gue ga suka kalo kalian berantem kayak tadi."
"Kenapa kita ditanya dan disuruh cerita masalah kita apa tapi Ci Shani sama Gre ga ditanyain? Kan mereka juga tadi berantem?" Anin akhinya buka suara.
"Karena mereka udah baikan, ngapain ditanya kalo udah baikan?" Beby balik melempar tanya kepada Anin.
Shani memajukan tubuhnya, dia menoleh ke arah Anin yang duduk di pojok sofa lainnya, "Kamu mau tau Nin aku sama Gracia berantem karena apa?"
Anin tertegun melihat Shani yang menatap lurus ke arahnya, "Mau, tapi boleh Gre aja ga Ci yang cerita?"
Gracia tertawa, sebelah tangan Shani dia pegang, "Udah aku bilang jangan galak-galak."
"Emang aku galak barusan?" Shani bertanya pada semua member yang menaruh fokus pada dirinya.
"Iya, eh bukan galak sih, lebih ke judes, ga kayak biasanya," jawab Ara.
Christy mengangguk, "Ga marah-marah tapi bikin takut."
Gracia makin tertawa, "Maafin Ci Shani guys, dia ngantuk makanya ngomongnya kayak judes daritadi."
"Padahal aku ngomong biasa aja," gumam Shani.
Gracia menatap Shani sambil tersenyum lalu kembali menoleh ke Anin, "Jadi kamu penasaran Nin aku sama Cici berantem kenapa?" pertanyaan Shani dia ulang.
Anin mengangguk, beberapa member lain juga mengangguk.
"Tadi kita berantem karena aku mau bolos terus Ci Shani ga ngebolehin, terus dia marah jadi dia ngediemin aku, terus Ci Desy sama Indy nyuruh kita baikan, akhirnya aku minta maaf ke Ci Shani, terus udah deh kita baikan," tutup Gracia.
Shani tertawa, beberapa member lain juga tertawa, termasuk Anin, "Lucu banget Gracia," ucap Shani disela tawanya.
"Udah? Gitu doang?" Aya menggelengkan kepala.
Gracia mengangguk, "Kita kan receh, jadi berantemnya juga receh dan cepet selesai."
Cara Gracia membeberkan dengan singkat apa yang terjadi antara dia dan Shani, serta bagaimana ekspresinya saat menjelaskan, membuat member merasa apa yang keduanya alami bukanlah sebuah pertengkaran. Para member tidak tau ada bagian yang Gracia hilangkan dalam penjelasan singkatnya, yaitu bagian dimana Shani sempat mengatakan tidak ingin lagi membangunkan jika pagi, hingga bagian dimana dia menangis karena ucapan Shani.
"Yaelah ga seru, kapan-kapan berantemnya yang seru dong, bentak-bentakan kek apa kek," seru Eli.
Desy menggeleng, "Ga, mereka ga boleh berantem selama satu kamar sama gue."
"Lah emang kenapa kalo satu kamar?" tanya Aya penasaran.
"Soalnya suasana kamar bakal jadi ga enak kalo ada yang berantem."
"Kak Beby," semua menoleh ke Gita yang akhirnya buka suara setelah sejak tadi hanya diam, "boleh ga sih rolling aja temen tidurnya selama pake tali ini? Soalnya-"
"Oh gitu Kak Gita, lo ga mau tidur bareng gue lagi?" potong Muthe dengan sinis.
"Diem dulu." Gita menatap dengan tak kalah sinis.
Beby tertawa, "Lanjut Gita, soalnya apa?"
"Soalnya bakal lebih enak aja ga sih kalo temen bangun paginya yang punya jadwal kelas pagi yang sama? Lagian kasian juga kalo ga punya kelas pagi tapi mesti bangun pagi, kayak Chika, Ci Desy, Ci Shani, Kak Beby, sama Eli."
Tasya melambaikan tangan, "Ci Shani ga usah dihitung, ga ada beginian dia tetep bakal bangun pagi.
"Oh iya ralat, kayak Chika, Ci Desy, Kak Beby, sama Eli."
"Ih kenapa Ci Shani diilangin namanya?" Gracia protes, "dia juga kasian tau harus bangun pagi padahal ga ada kegiatan."
"Apadeh Gracia," Shani menatap dengan malas.
"Orang-orang yang ga kelas pagi lah ya pokoknya," putus Gita akhirnya.
Jinan mengangkat tangan, "Sebelum lanjut, ini anak kamar satu pada ga mau cerita masalah kalian apa?"
"Eh iya ya ," Beby tersadar, "buruan cerita dulu kenapa kalian berantem baru kita ngomongin rolling kamar."
"Anin ayo cerita," pinta Gracia, tubuhnya dia majukan untuk melihat Anin.
Ditatap Gracia membuat Anin mengangguk, "Jadi gini, tadi pagi gue sama Gita dibangunin pake air sama Tety sama Muthe-"
"Gue pukul ya Eli kalo lo ketawa," ancam Tasya yang melihat Eli hampir tertawa. Eli buru-buru mengatupkan mulut dan menundukkan kepala.
"Gue sama Gita ya marah lah, ngerti kan bangun pagi tuh ga enak, dan kita emang susah dibangunin, ini malah ditambah pake disiram air, ya gue bete dong. Coba deh gue tanya ke yang lain, kalian bete ga memulai hari dengan cara dibangunin pake air?"
"Tapi gue sama Muthe udah bangunin, merekanya aja yang ga bisa bangun."
"Lo bangunin terus aja, lama-lama kita bakal bangun," sambung Gita, Anin di sampingnya mengangguk setuju.
"Iya lo bakal bangun, tapi guenya telat masuk kelas Kak Gita," jawab Muthe.
"Padahal dia-" Anin menunjuk Tasya, namun pandangannya tetap terarah ke Beby, "-kemaren bilang bakal pasrah kalo gue susah bangun, mana buktinya?"
"Jadi lo mau gue bolos terus tiap hari selama pake tali di tangan?"
Anin mengedikkan bahu, wajahnya terlihat tidak peduli.
"Oke kalo gitu mulai besok kita berdua bolos, ga usah ada yang ikut kelas pagi-"
"Oke!" Anin menyodorkan tangannya ke hadapan Tasya, bermaksud untuk menjabat tangan Tasya.
Tasya menyambut sodoran tangan Anin dengan tangan kirinya, "Oke, gue ga peduli besok gimana nasib presentasi elo, pokoknya member lain jadi saksi perjanjian ini."
Detik itu juga Anin melepas jabatan tangannya. Dia baru ingat besok jam tujuh pagi dia ada presentasi, "Gue lupa lagi..."
Beby dan beberapa member lain tertawa melihat ekspresi lucu Anin yang kaget dengan ingatan sendiri, "Lo berdua mah aneh, bukannya nyari solusi malah bikin masalah baru."
"Ini Kak Beby yang aku maksud kenapa harus rolling-"
"Kak Gita lo beneran mau pisah ya?!" Muthe menatap Gita dengan tidak percaya.
Gita tertawa, "Lo emang mau bolos atau gue omelin tiep hari karena bangunin gue?"
Muthe menggeleng, dia tidak suka dimarahi Gita tapi juga tidak ingin bolos kelas, "Yaudah Kak Beby rolling!"
"Gue setuju!" sambung Anin.
"Gue juga!" saut Tasya.
"Beneran kalian berempat mau rolling?"
Pertanyaan Beby dijawab dengan anggukan kepala oleh empat member kamar satu, "Gue ga yakin gue sama Kak Anin ga berantem tiep hari gara-gara ini," ucap Tasya.
Beby mengangguk paham, "Member lain gimana? Kalo cuma member kamar satu doang yang mau kan percuma, ga bisa di-rolling juga."
"Gue sebenernya terserah, gue ga masalah kalo harus disuruh ngikutin jadwal temen gue, tapi-"
"Kok ada tapinya Kak Jinan?" tanya Eli, "Padahal gue seneng sama pembukaan kalimat elo."
Jinan terkekeh, "tapi menurut gue juga saran Gita ga ada salahnya dicoba."
"Aku juga setuju sama Kak Jinan," Ara ikut buka suara, "kayaknya rolling kamar sesuai jadwal kelas pagi bakal bikin semuanya enak."
"Itu saran gue, Ra," ucap Gita.
"Oh iya maaf Kak Gita," Ara meralat sambil tertawa.
"Jadi gitu Ra, kamu mau rolling kamar nih?" tanya Chika.
"Selama ada tali ini doang Ka Chika, soalnya kasian kamu ga ada kelas tapi mesti bangun."
"Aku setuju sih-" tanpa disangka-sangka Gracia ikut buka suara, namun belum sempat dia melanjutkan pendapatnya Shani sudah lebih dulu memotong.
"Apasih Ge?"
"Dengerin dulu, Ci."
"Yaudah Gracia lanjut," pinta Beby.
"Aku setuju sama saran Gita sama Jinan, karena alasan aku sama kayak alasan Ara, kasian sama Ci Shani yang ga kelas tapi bangun pagi."
"Tapi kan selama ini juga dia tetep bangun pagi nemenin lo kelas," tanggap Desy.
"Iya emang-"
"Terus apa masalahnya?" potong Shani langsung.
Gracia balik menoleh ke Shani, "Kalo hari biasa walaupun kamu nemenin aku kelas tapi kamu bisa gerak bebas gitu loh Ci, kamu bisa tidur juga bahkan atau ngapain di samping aku, kalo sekarang tuh kamu ga bisa gerak bebas, malah aku yakin tangan kamu pegel kan karena harus ikut gerak pas tangan aku gerak."
Shani tidak mengucapkan apa-apa, dia hanya bisa tersenyum mendengar penjelasan Gracia. Indy dan Desy tau senyum itu bukan karena Shani senang apalagi terharu mendengar penjelasan Gracia.
Ara mengacungkan jempol ke Gracia, "Itu maksud aku juga."
"Yang lain gimana?" Beby bertanya pada member lainnya.
Semua mengangguk setuju, ntah karena memang setuju, tidak ingin ambil pusing dengan hal ini, atau terpaksa setuju, yang jelas mereka satu suara, "Kalo Kak Putri ga boleh gimana?" Desy mengatakan satu dari dua jawaban yang akan mereka terima saat bertanya ke Putri nanti.
"Kalo ga boleh kita pikirin solusi lain," jawab Beby cepat sambil memanggil kontak Putri lewat panggil telepon.
-----
Lantai vinyl di area sofa dipenuhi oleh potongan-potongan puzzle ukuran kecil dengan jumlah ribuan. Beberapa member membalikkan potongan tersebut agar permukaan yang berwarna menghadap atas, beberapa member mencari potongan puzzle yang kiranya adalah bagian-bagian pinggir. Mereka menetapkan target yang harus mereka capai sebelum malam datang, yaitu empat sisi pinggir berhasil disatukan dan membentuk bingkai. Mereka percaya jika pinggiran sudah terpasang maka sisanya akan lebih muda.
"Gue penasaran siapa staff yang iseng ngasih misi ini, kayak kenapa dia bisa kepikiran nyuruh kita nyusun puzzle sebanyak ini?" Fia menghela nafas menatap potongan-potongan puzzle yang masih banyak terbalik.
"Seumur-umur gue ga pernah mainan puzzle dengan potongan sebanyak ini," Tasya ikut menghela nafas sambil menegakkan duduk. Punggungnya lelah karena terus-terusan membungkuk untuk mencari potongan-potongan yang merupakan bagian pinggiran.
"Pasti lo pernahnya main puzzle yang alasnya bentuk potongan yang harus dipasang kan?"
Tasya mengangguk dengan semangat sambil tertawa mendengar pertanyaan Indy, "Coba aja puzzle ini juga alasnya kayak puzzle pas kita kecil, kan gampang."
"Kamu pernah mainan puzzle ga Christy?" Aya bertanya ke Christy yang dengan sangat serius mencari potongan-potongan bagian pinggir puzzle seperti Tasya.
Christy menggeleng, "Aku baru pertama kali ini main ginian, Kak."
"Serius Christy?" Shani sedikit terperangah mendengar apa yang Chritsy ucap.
"Iya Ci, aku ga pernah main ginian."
"Jadi gimana Christy rasanya main puzzle? Suka ga? Gracia ikut bertanya pada member paling bungsu tim mereka.
"Ga suka," jawab Christy tersenyum lebar, memamerkan deretan giginya yang putih dan berjejer rapi, "pusing liatnya Ci karena ukurannya kecil-kecil dan banyak banget."
"Sama Christy aku juga udah pusing banget ngeliat potongan puzzle ini," sambung Chika
.
"Gue makin ngantuk jujur disuruh main ginian," Desy kembali menguap, ntah dia sudah menguap berapa kali sepanjang hari ini karena kantuk akibat begadang semalam.
"Aku juga," saut Shani. Shani meletakkan potongan puzzle yang dia pegang. Kepalanya kemudian dia rebahkan di atas tangan kirinya yang terlipat, "Boleh tidur dulu ga?"
"Boleh," Desy yang menjawab pertanyaan Shani, karena dia pun ikut meletakkan potongan puzzle yang barusan dia pegang kemudian rebahan di samping Shani.
"Ci Shani sama Ci Desy emang tadi malem tidur jam berapa?" Muthe menatap Shani penasaran, seingatnya dia tidak pernah melihat Shani mengantuk seperti ini selama mereka di dorm.
"Jam empat lewat kalo ga salah," jawab Indy.
"Terus tadi kalian bangun jam berapa?" Aya ikut berhenti membalikkan potongan puzzle.
"Gue jam tujuh, mereka jam setengah delapan."
Semua member kamar lain berhenti bergerak mendengar jawaban Indy, "Pantesan pada kayak ga pernah tidur tiga hari tiga malam," Gita menggelengkan kepala.
"Gue kalo jadi kalian pasti ga bakal bisa bangun sih pas pagi," Tasya menatap takjub keempat member kamar satu.
"Gue kalo jadi Gre juga pasti pengen bolos sih demi bisa tidur."
"Yah abang kenapa dibahas lagi sih?"
Jinan tersenyum menatap Shani yang masih membenamkan wajah, "Hebat emang Ci Shani lebih niat bangun daripada Ci Gre."
"Gue kalo jadi Ci Gre ga bakal mau rolling kamar," ucap Eli yang menyayangkan keputusan Gracia tadi. Bagi Eli keputusan Gracia untuk setuju atas saran Gita terdengar merugikan diri sendiri karena sebaik-baiknya saran Gita tidak lebih baik daripada seorang Shani yang mau berkorban.
"Gue juga, buat apa gitu kan?" Indy menambahi, "Padahal Ci Shani udah mau bangun pagi, dia yang juga yang bangunin, dia yang ngalah buat tangan kanannya diiket, dia yang nyuapin kalo mau makan biar makan bareng, eh malah mau dituker, nyari apa sih lo Ci?"
"Tau nih Gracia, gue ga nyangka sumpah dia bakal ikut setuju rolling kamar, karna saran ini ngerugiin dia, eh taunya," Beby tidak menyelesaikan kalimatnya, dia hanya bisa menggelengkan kepala menatap Gracia.
Desy tertawa, "Kalian mau tau sesuatu ga?"
"Apa?" tanya semua member kamar lain hampir secara bersamaan.
"Habis ini mereka pasti berantem di dalam kamar, padahal baru aja baikan."
"Engga lah, kan tadi Ci Shani juga setuju, jadi ga bakal berantem," terang Gracia yang menaruh fokusnya hanya pada potongan puzzle.
"Gapapa Gre kalo berantem, ntar sama aku aja," sambung Anin membuat Gracia tertawa.
Indy menggelengkan kepala, dia sangat pasrah dengan kadar kepekaan Gracia yang makin kesini makin tidak ada sama sekali, "Kak Beby gue mau bimbel dulu ya," ucapnya meletakkan potongan puzzle di tangan.
"Aku juga mau ngerjain tugas dulu," Christy ikut meminta izin.
"Aku juga," seru Muthe dan Ara hampir bersamaan.
"Gue juga mau bikin bahan presentasi buat besok," sambung Anin.
Shani mengangkat kepalanya, "Aku mau tidur dulu Kak,"
"Kamu mau tidur di kamar apa disini?" Gracia menoleh menatap Shani.
"Kamar."
"Kenapa ga di depan tivi?"
"Tangan aku capek."
Beby tertawa, "Shani kalo kurang tidur judes banget, takot."
Eli menyenggol Jinan, "Lo gimana Kak, mau main apa ngapain?"
"Main aja, gue bosen di kamar, kelas gue juga masih ntar malem lagi, tapi kalo lo mau tidur gapapa berhenti sekarang."
Eli menggeleng, dia juga masih ingin bermain, "Penasaran gue mau nyelesaiin ini."
Ara-Chika, Aya-Christy, Muthe-Gita, dan Anin-Tasya pindah ke meja makan untuk menyelesaikan tugas mereka, Indy-Desy naik ke atas sofa, Shani-Gracia masuk ke kamar, hanya tersisa Jinan-Eli serta Beby-Fia yang masih ingin bermain. Mereka berempat tidak ingin kembali ke kamar dan tidur seperti Shani karena mereka sama-sama penasaran untuk menyelesaikan lima ribu potong puzzle ini.
-----
Shani melepas tali di tangannya begitu tiba di dalam kamar. Tanpa mengucapkan apa-apa dia menyalakan pendingin ruangan lalu naik ke atas tempat tidur dan masuk ke dalam selimut. Gracia ikut masuk ke dalam selimut, dia mengambil tempat di samping Shani yang tidur menghadap ke arah pintu kamar.
"Ci," panggilnya pelan.
"Apa?"
"Aku mau nanya, boleh ga?"
"Engga."
Gracia cemberut, "Kok kamu gitu?"
"Aku mau tidur Ge, ngantuk."
"Yaudah iya sana tidur, maaf udah ngajakin begadang terus bikin kamu bangun pagi."
Shani menghela nafas, "Ga usah ngambek, aku ga bakal ngebujukin."
"Kamu ga mau balik sini ya kalo ngomong?"
"Ga bisa."
Gracia mengangkat tubuhnya, "Kamu marah Ci?" tanyanya dengan dagu yang bersandar di atas lengan Shani. Gracia merasa nada judes Shani bukan hanya sekedar karena pengaruh kurang tidur.
Shani tidak menjawab, tepatnya tidak ingin. Disatu sisi dirinya memang benar-benar mengantuk dan sangat ingin tidur, dan disisi lain dia memang marah
"Kamu marah karena aku setuju rolling kamar? Kalo iya aku minta maaf, tapi kan aku udah jelasin alesannya tadi kenapa setuju, lagian kamu juga pas ditanya Kak Beby setuju apa engga kamu bilangnya setuju, jadi yaudah aku kira kamu emang mau," Gracia berucap panjang lebar.
Tidak ada jawaban sama sekali dari Shani, persis seperti tadi pagi, maka yang dilakukan Gracia selama beberapa saat dalam keheningan kamar hanyalah memperhatikan tiap detail wajah Shani yang kini berjarak cukup dekat dengannya. Samar-samar Gracia bisa melihat adanya kantung mata di bawah dua mata yang masih tertutup rapat.
Sebelah tangan Shani terangkat, Gracia yang sibuk menatap Shani tentu terkejut dengan pergerakan tiba-tiba itu, "Aku mau tidur dulu," gumam Shani pelan tanpa membuka mata sama sekali, tangannya yang terangkat menepuk-nepuk pelan kepala Gracia yang masih bersandar di atas lengannya.
"Ci Shani... jangan marah," Gracia menggapai tangan Shani, suaranya sama pelannya dengan suara Shani. Bedanya Shani berucap dengan nada datar, Gracia berucap dengan nada memohon.
Shani menggenggem tangan Gracia, "Ntar aja Ge, kamu tidur aja dulu."
Gracia menggeleng, "Aku ga mau tidur sebelum kamu kasih tau aku kamu marah apa engga."
"Yaudah kalo gitu kamu ga usah tidur, kamu tungguin aku bangun, nanti aku kasih tau."
Gracia mengusap-ngusap wajahnya pada lengan Shani, "Cici mah... kamu tega tidur terus ninggalin aku sendirian?"
"Tega."
"Yah..." Gracia cemberut, "Jangan tidur dulu, Ci."
Gracia berulang kami memanggil nama Shani, terus mengajak Shani berbicara berharap Shani mau meladeni, namun Shani tidak menjawab apa-apa lagi. Nafasnya yang teratur membuat Gracia yakin temannya itu sudah tertidur.
Tak berselang lama, Gracia yang sebenernya juga mengantuk ikut tertidur karena heningnya kamar juga hawa dari pendingin ruangan. Gracia menurunkan kepalanya dari lengan Shani lalu tidur dengan kepala bersembunyi di punggung Shani. Tangannya yang masih berada dalam genggaman Shani membuatnya seolah tengah memeluk dari belakang.
-----
Langit sudah gelap, derasnya hujan turun membasahi bumi pertiwi sejak sore tadi. Di dalam dorm, beberapa member Keytri mengelilingi meja puzzle, lanjut menyatukan potongan-potongan hingga membentuk gambar seperti yang tertera di bagian depan kotak. Berkat Jinan-Eli, dan Beby-Fia yang bermain sepanjang sore, target agar bagian pinggiran puzzle terpasang akhirnya tercapai.
Beberapa member yang belum ingin bermain, saling duduk berdempetan di atas sofa, tubuh mereka dibungkus selimut yang mereka bawa dari dalam kamar. Perut kenyang setelah makan malam, ditambah dengan hawa dingin akibat hujan membuat beberapa member itu malas melakukan apa-apa.
"Kalo ada yang curiga Kak Beby-Fia, sama Elli-Jinan jadi Impostor, fix dia yang harus dicurigain sebagai Impostor," terang Anin yang memandang takjub frame di atas meja.
"Kok gitu?" Chika tidak mengerti.
"Karena Impostor ga bakal serajin ini buat ngejalanin misi yang ngerugiin dia."
"Salah tau Kak Anin, siapa tau Impostornya malah sengaja ngelakuinnya biar ga dicurigai," bantah Gita, membuat Anin terdiam dan kembali berpikir ulang.
"Desy,"
"Iya Kak Beby, kenapa?"
"Lo udah bangun Shani sama Gracia?"
Desy mengangguk, "Tadi kata Shani sih dia masih mau tidur lima menit lagi-"
"Ini udah berapa menit? Makan malam aja udah daritadi," gumam Chika.
"Wajar sih, gue kalo jadi mereka juga ga bakal bangun kayanya," ucap Eli yang tengah menemani Jinan kelas di area meja.
"Ci Desy sama Indy ga ngantuk?" Gita menatap Desy dan Indy sebelum kembali meletakkan potongan puzzle di atas frame.
"Gue takut ga bisa tidur pas malem kalo tidur sore," jawab Indy.
Desy mengangguk, "Apalagi kalo kayak mereka yang jam segini masih tidur, fix begadang lagi ntar malem."
"Bangunin lagi aja, kasian belum makan malem,"
Indy bangun dari posisi tengkurapnya, "Ayo Ci Desy," ajaknya kepada Desy yang tidak bergerak dan masih sibuk mencari potongan yang dibutuhkan Gita.
"Telepon dulu aja, kali mereka udah bangun."
"Kalo udah bangun pasti ke bawah."
"Mungkin salah satunya masih mandi jadi ga bisa langsung ke bawah."
Fia tertawa mendengar Desy yang terus memberi alasan, "Gue yakin Ci Desy males naik ke atas karena lagi ngerasa seru kan?"
Desy mengangguk sambil tertawa, "Aneh banget, padahal tadi gue ngerasa mual dan ngantuk parah pas liat lima ribu potong puzzle."
Indy menghela nafas, dia kembali tengkurap dan mengambil ponsel untuk menelepon salah satu teman kamarnya, "Kalo belum bangun gimana?"
"Baru samperin ke atas."
-----
Gracia memutus sambungan telepon dari Indy, dia dan Shani sudah bangun sejak tadi namun mereka memang tidak langsung ke bawah karena memilih mandi terlebih dahulu.
Cklek
Gracia menatap Shani yang baru keluar dari kamar mandi, "Indy barusan nelfon, nanyain udah bangun apa belum."
"Ayok ke bawah."
Gracia menggeleng, "Aku ga mau ke bawah sebelum kamu bilang kamu marah apa engga sama aku."
"Bahas itu mulu deh."
"Itu mulu?" Dua alis Gracia menyatu mendengar jawaban Shani, "seolah-olah sebelum tidur kamu udah ngasih tau."
"Ayo Ge ke bawah, ditungguin tuh sama yang lain."
"Ga." Gracia menyandarkan punggungnya di dinding belakang kasur, "kamu aja yang turun sana sendirian."
Shani berdiri di depan standing mirror, dia menatap pantulan dirinya sebentar sebelum menoleh ke Gracia, "Kalo bisa sih pasti aku lakuin."
"Kalo marah bilang, jangan jadi nyebelin kayak gini," Gracia sangat yakin Shani memang marah perkara rolling kamar, namun dia tidak mengerti apa alasan sosok yang lebih tinggi darinya itu marah kali ini.
"Kalo udah tau yaudahkan? terus mau apalagi sekarang?"
"Kenapa marah?"
"Gapapa, pengen aja."
"Ci Shani," Gracia menegakkan punggungnya, untuk saat ini dia berani melawan Shani bahkan meninggikan sedikit suara karena merasa apa yang dia lakukan juga karena memikirkan Shani.
"Apa Gracia?"
"Kamu marah kenapa? Kan aku udah bilang tadi alasannya mau rolling kamar karena apa, kenapa kamu masih marah? Emang alasan aku kurang jelas?"
Shani menggeleng, "Jelas banget, yaudah aku ga marah, sekarang ayo ke bawah."
"Bohong," nada suara Gracia berubah merengerk, "kamu mah bilangnya aja ga marah tapi pasti marah, aku ga mau ke bawah pokonya kalo kamu ga bilang kenapa kamu marah."
Shani berpindah ke samping kasur, "Ayo ih, ga enak sama yang lain," tangannya terjulur di hadapan Gracia.
Alih-alih menyambut uluran tangan itu, Gracia malah menepisnya, dia mendongak, menatap Shani sambil menggelengkan kepala. Kali ini Gracia keukeuh dengan pendiriannya untuk tidak ke bawah sebelum Shani mengatakan apa alasannya marah.
"Ayo ngomong," Gracia meraih tangan Shani yang baru saja dia tepis, "tadi kamu janji mau ngomong kalo udah bangun tidur."
"Tadi aku bilangnya apa?"
"Apa?" Gracia balik bertanya.
Wajah Gracia yang bingung hampir membuat Shani tertawa karena merasa gemas, namun dia menahan diri, "Kan aku bilang pas bangun tidur cuma bakal ngasih tau marah apa engga, ga bilang mau ngasih tau alasannya, iya kan?"
Bibir bawah Gracia maju, "Kamu marah banget sama aku?"
Sekali lagi Shani menahan diri untuk tidak tertawa apalagi sampai menangkupkan dua pipi Gracia dengan telapak tangan karena ekspresi puppy eyes Gracia yang sangat menggemaskan, "engga pake banget sih, biasa aja."
"Kalo gitu kenapa ga mau bilang alesan marahnya apa?"
"Kamu ngerasa ada salah ga kira-kira?"
Gracia tertegun, jika Shani sudah balik bertanya seperti ini dia makin yakin ada perbuatannya yang berhasil memancing kemarahan Shani, karena ini menjadi satu kebiasaan Shani jika mereka sedang bertengkar.
"Aku ga tau," Gracia merutuki tingkat kepekaan dirinya yang sangat tidak ada di dalam hati, "aku ngerasa ga salah, tapi aku tau aku salah menurut kamu."
"Pilih satu dong,"
"Pilih kamu jangan marah aja," pinta Gracia masih dengan ekspresi puppy eyes-nya.
Shani tertawa di dalam hati, perasaan gemasnya yang datang bertubi-tubi dia salurkan dengan mengeratkan genggaman mereka, "Yaelah dasar sobat kocak u banget."
"Ga boleh emang?"
"Ga," Shani menggeleng, "Ayo ih ke bawah, ga enak ditungguin yang lain."
"Kamu mau aku paksa jawab kayak gini di bawah? di depan anak-anak lain? Kalo mau yaudah ayo ke bawah."
Shani langsung menahan pergerakan Gracia yang siap turun dari kasur, "Kalo kamu ga ngerasa salah yaudah berarti masalahnya ada di aku, selesaikan?"
"Orang tuh kalo marah ngomong, jangan jadi nyebelin kayak gini." Satu sikap Shani yang tidak Gracia suka adalah Shani susah sekali diajak berkomunikasi jika mereka sedang bermasalah. Tidak peduli masalah itu siapa yang duluan memulai, Shani pasti akan mengulur waktu untuk menyelesaikan—seperti sekarang ini, dan selama mengulur waktu itu pula biasanya Shani akan melakukan silent treatment.
"Apa lagi?"
Gracia menghelas nafas, "Yaudahlah Ci kalo emang kamu belum mau bilang alesan kamu marah, aku minta maaf pokonya," ucap Gracia turun dari kasur.
Jika tidak memikirkan member lain yang menunggu mereka di bawah Gracia mau saja membujuk Shani semalaman, namun Gracia tidak enak, maka yang bisa dia lakukan saat ini setelah keluar dari kamar adalah pasrah dan menguatkan hati atas sikap Shani yang dia yakin akan makin menyebalkan.
-----
"SELAMAT MALAM CICI-CICI BIDADARI YANG PAKE PIYAMA AJA CANTIK," Tasya menyambut GreShan yang akhirnya keluar kamar dengan teriakan heboh. GreShan dan member lain tertawa mendengar teriakan itu.
"Padahal mereka tidur berapa jam doang, tapi kayak lama banget ngilangnya," ucap Beby ikut tersenyum begitu keduanya tiba di area sofa.
"Mau tidur jam berapa lo berdua kalo baru bangun jam segini?" tanya Desy.
Shani mengedikkan bahu, dia tidak tahu dia akan tidur jam berapa malam ini.
"Ci Shani sama Ci Gre makan sana, kita semua udah makan, tinggal Cici berdua yang belum makan."
"Ih Krispi perhatian banget," Gracia mencubit sebelah pipi Christy.
"Sana gih, ntar pada sakit kalo ga makan," kali ini Anin yang menyuruh keduanya untuk segera makan.
Shani dan Gracia menurut, mereka pindah ke area meja makan, "Aku engga," tolak Shani saat Gracia menyodorkan piring.
Gracia meletakkan kembali piring yang dia pegang lalu menutup pintu lemari kabinet di hadapan mereka, "Ngapain kesini kalo gitu."
Eli-Jinan yang masih duduk di kursi kayu panjang meja makan, memasang telinga baik-baik untuk mendengarkan percakapan dua orang tersebut.
"Kamu ga makan?"
"Kalo kamu engga aku juga engga."
"Apasih Ge, makan sana."
"Kocak, nyuruh orang makan tapi dia ga makan," balas Gracia.
Eli-Jinan saling tatap, mereka merasa aneh mendengar nada bicara keduanya yang sedikit berbeda dari biasa.
"Aku kenyang, mau minum kopi aja."
"Kenyang apaan? Kamu makan terakhir pas sarapan tadi."
"Kamu juga."
"Yaudah makanya kamu makan, jangan malah minum kopi."
"KAK BEBY!"
"ELI!" Jinan terperanjat, dia langsung memukul lengan Eli yang berteriak tiba-tiba, "KALO GUE JANTUNGAN GIMANA?"
"Maap Kak Jinan."
Tidak hanya Beby, semua member menatap ke Eli, "Apaan? Kenapa teriak-teriak?"
"Ci Shani sama Ci Gre pada ga mau makan!" adu Eli menunjuk Shani dan Gracia.
Padangan member beralih ke Shani dan Gracia yang berdiri kebingungan karena aduan mendadak Eli, "Ih Ci Shani Ci Gre makan, itu aku yang masak, ntar aku sedih kalo masakan aku ga dimasak," seru Aya dengan ekspresi dan suara yang sedih.
"Mereka malah mau minum kopi!" Jinan ikut mengadu apa yang dia dengar.
Gracia menggelengkan kepala, tangannya menunjuk Shani, mengisyaratkan bahwa Shani yang berucap demikian, bukan dirinya.
Desy menggelengkan kepala, "Buset Shani, lo mau tidur jam berapa kalo minum kopi juga?"
"Gapapa Shan minum aja biar nanti begadang sama gue main puzzle,"
"IH ABANG NGAJARIN GA BENER!"
"Ci Shani sama Ci Gre pokoknya harus makan biar aku masaknya ga sia-sia."
Shani mengangkat jempolnya sambil tertawa, "Oke Aya," ucapnya.
Pintu lemari kabinet yang tadi ditutup Gracia, dibuka kembali oleh Shani, piring yang tadi disodorkan Gracia, ganti disodorkan Shani kali ini kepada Gracia. Setelah memegang piring, sendok dan garpu masing-masing, mereka duduk di depan Eli-Jinan, membelakangi area sofa tempat member lain berkumpul.
"Jinan kelas?" tanya Shani.
Jinan mengangguk, "Makan Ci," ucapnya kemudian karena Shani tidak mengisi piringnya dengan makanan.
Shani mengangguk, "Ntar, nunggu Gracia selesai, kan ga boleh makan pake tangan kiri."
"Tumben?" Eli menatap Shani lalu beralih ke Gracia. Dia makin merasa ada yang aneh. Sejak kemarin Shani selalu menyuap Gracia dengan dalih agar bisa makan bersama tanpa membiarkan satunya menunggu.
Shani tersenyum, "Lagi ga pengen bareng-bareng aja, ya kan Ge?
"Iya," jawab Gracia singkat.
Sepanjang makan malam itu, Eli-Jinan terus memperhatikan perilaku keduanya. Ada yang berbeda, mereka sangat merasakannya, namun mereka tidak berani bertanya apalagi menyinggung keanehan yang mereka rasakan.
-----
Hujan makin turun dengan deras saat malam juga makin naik. Frame yang sampai tadi pagi masih kosong itu kini sudah sedikit berisi potongan puzzle yang saling menyatu namun belum membentuk gambar yang bermakna. Beby sengaja tidak memaksa membernya untuk mengerjakan puzzle ini dengan cepat, walau mereka menetapkan target Beby mau membernya tetap merasa senang dengan apa yang tengah mereka kerjakan.
Beby tidak mengejar hadiah di akhir permainan, tidak pula menganggap mencari siapa sang Impostor sebagai bagian penting dari permainan ini, lebih dari itu Beby lebih mengejar proses kerjasama tim yang harus dia dan membernya lewati sampai akhir permainan nanti. Beby ingin melihat apakah mereka berenam belas bisa menyelesaikan masalah dan saling memikirkan satu sama lain atau malah bertengkar tanpa henti.
"Ra, mau tidur ga?" Indy bertanya kepada Ara. Matanya sudah memerah karena kantuk yang seharian ditahan.
"Lo udah mau tidur?"
Indy mengangguk, "Takut ga bisa bangun gue besok pagi." Indy melepas tangannya dari satu ujung tali yang dia pakai bersama Desy, "Bye Ci Desy."
"Yaudah yuk," Ara melepas tangan Chika dari satu ujung tali kemudian beranjak dari duduk, "Ka Chika aku tidur sama Indy dulu ya, jangan kangen loh."
Rolling kamar yang siang tadi disarankan oleh Gita disetujui oleh Putri dengan dua syarat yang harus dituruti, yaitu pertama pergantian partner hanya dilakukan saat akan tidur, tidak boleh bertukar partner saat aktifitas berlangsung. Kedua, pergantian partner hanya boleh dilakukan sebanyak empat kali, setelah itu harus kembali ke partner awal. Jika satu atau dua syarat itu dilanggar, member Keytri dinyatakan kalah namun tetap harus mengenakan tali hingga waktu permainan yang ditetapkan di awal berlalu.
Malam ini satu kesempatan untuk rolling kamar itu mereka gunakan. Begitu Putri menyetujui dan mereka merasa syarat yang diberikan tidak memberatkan, mereka langsung mencocokkan jadwal, mencari partner untuk bangun besok pagi, dan mengatur siapa yang pindah ke kamar siapa.
"Yaelah ada juga elo yang kangen sama gue," balas Chika santai.
"Kak Beby, kita naik ya, besok mau sekolah," Indy izin ke Kapten sambil memasukkan tangannya ke dalam ujung tali yang tadi dikenakan Chika. Dia dan Ara akan berada di kamar dua.
Mendengar Indy dan Ara yang akan naik ke kamar, Aya menepuk dua orang anak sekolah yang malam ini tidur di kamar empat. Muthe dan Christy.
"Kalian juga sana naik." Aya melepas tali yang dipakai Christy lalu mengenkannya pada tangan Chika.
Muthe yang sudah melepas tali dari tangan Gita menghampiri dan Christy, "Kita juga naik ya."
Tasya yang malam ini pindah ke kamar tiga ikut mengajak Jinan naik ke atas, "Bye Kak Anin," ucapnya melepaskan tangan Anin dari satu ujung tali lalu memberikannya ke Jinan.
Baru saja Indy akan melangkah sambil membawa selimutnya, dia tiba-tiba berhenti dan menoleh ke Gracia, "Ci Gre, Kak Abin, lo berdua ga mau tidur juga? Kelas lo berdua paling pagi besok."
Gracia menatap Anin yang duduk di seberangnya, "Kamu udah ngantuk?"
"Udah sih, tapi kalo kamu masih mau disini gapapa kita disini dulu aja."
Gracia tertawa, "Gapapa Nin, naik aja, kasian kamu udah ngantuk kayak gitu."
Indy-Ara, Muthe-Christy, dan Tasya-Jinan sudah berdiri, namun mereka tidak beranjak naik ke atas, bukan karena ingin menunggu siapa lagi member lain yang akan naik ke atas untuk tidur, namun karena penasaran melihat bagaimana Shani dan Gracia dua orang yang sebelum-sebelumnya tidak ingin rolling kamar akhirnya ikut rolling kamar malam ini. Gracia akan bersama Anin di kamar satu, dan Shani akan tetap di kamar dua bersama Desy.-c
-----
Terimakasih sudah mau membaca, memberikan vote dan meninggalkan komentar (yang banyak plis komentar dan votenya biar ai senang) di Keytri Seatap.Semoga semua yang baca merasa terhibur dan mau nunggu dengan sabar part selanjutnya.
Makasih ya, sampai jumpa.
💜🖤

KAMU SEDANG MEMBACA
KIII SE-ATAP
أدب الهواةApa jadinya jika enam belas member tim K3 dipaksa tinggal bersama? Apa jadinya jika enam belas kepribadian, sikap, sifat, pemikiran dan perasaan harus dijadikan satu? Apakah enam belas member ini mempunyai sisi lain diri mereka yang tidak mereka tun...