10

8.6K 683 80
                                    

Kembalinya Gracia kejajaran kaum kelas pagi disambut teriakan suka cita Ara dan Chika yang sudah lebih dulu berada di sofa, "Ci GREEEEE" ChikaRa berdiri dari duduknya lalu memeluk erat Gracia, sangat erat, seolah sudah banyak sekali purnama yang mereka lewati tanpa melihat Gracia, padahal sejak Gracia sakit mereka berdua tidak pernah absen berkunjung ke kamar dua.

"Akhirnya ci Gre kembali bergabung ke dunia nyata," ucap Ara, membuat Gracia tertawa. Pelukan ketiganya terurai, Chika dan Ara kembali duduk seperti semula, sementara Gracia melangkah ke dapur, berniat mengisi botol minum ungunya yang telah kosong.

"Aku kira belum ada orang loh di bawah karena masih jam segini terus ga ada suara apa-apa," ucap Gracia di depan dispenser, menunggui botolnya penuh.

"Tau ga Ci, kita disini udah dari setengah jam yang lalu, ya kan Ra?"

Ara mengangguk, membenarkan ucapan Chika.
"Ha? Kok cepet banget? Emang Ara jadwal jam berapa hari ini?" Gracia melangkah kembali ke area sofa sambil menutup botolnya yang sudah terisi penuh. Ia cukup terkejut mendengar penuturan Chika. Ia kira ia akan menjadi orang yang paling pagi hari ini.

"Masih jam delapan nanti Ci, tapi kebetulan kita berdua udah bangun dari jam enam, terus karena bingung mau ngapain jadi yaudah kita ke bawah aja deh.

"Ci Gre kelas jam berapa?" Chika balik bertanya ke Gracia yang duduk disebelahnya.

"Sama, jam delapan juga."

"Loh tumben Ci jam segini udah dibawah dan ga bareng Ci Shani?" Ini kali pertama Gracia kelas pagi tanpa ada Shani.

"Loh tumben kamu bareng Ara jam segini," Ini juga kali pertama Ara kelas pagi dengan Chika di sebelahnya.

"Ini mah karena kebetulan doang Ka Chika bangun pagi Ci, coba engga pasti ga bakal barengan."

Chika tertawa. Ara tidak salah. Kehadirannya disini bukan karena keinginan, apalagi sebuah kesukarelaan, semua semata hanya karena faktor kebetulan, persis seperti yang Ara ucapkan, "Jadi Ci Shani mana, Ci?" tanyanya, sekali lagi mempertanyakan ketidakhadiran Shani.

"Ada diatas, masih tidur," Gracia menunjuk kamar dua, "tadi aku kebangun terus inget ada kelas pagi yaudah mending kebawah aja, lagian kasian Ci Shani kurang tidur karena dari kemarin jagain aku mulu jadi biarin aja tidur seharian," tutur Gracia lebih lanjut dengan suara pelan. Ia merasa bersalah sekaligus khawatir sebenarnya karena membuat Shani beberapa hari ini menjadi kurang tidur. Ia takut setelah ia pulih malah Shani yang menurun kesehatannya.

"Uwu banget emang GreShan," gumam Chika.

"Eh CI Gre, kita punya pertanyaan deh-"

"Kita?" potong Chika bingung. Ia merasa tidak memiliki pertanyaan yang harus ditanyakan ke Gracia.

Ara menatap datar Chika, "Dengerin dulu makanya." Laptop yang tadi ia pangku kembali ia letakkan keatas meja. Duduknya ia putar menghadap ke arah Gracia dan Chika. "Pas malem Ci Gre sakit-"

"Aneh-aneh ga nih pertanyaannya? Kalo Aneh aku ga mau jawab ah." Kali ini Ara kembali dipotong oleh Gracia.

Ara menghela nafas, "Sama aja nih sama Ka Chika ga mau dengerin dulu."

Gracia dan Chika kompak tertawa, "Iya maaf."

"Kalo misal pertanyaannya aneh dan Ci Gre ga mau jawab, gapapa ga usah jawab."

Gracia menganggukkan kepala, setuju mendengar usul Ara.

"Jadi pas malem Ci Gre sakit kan mestinya kita main Werewolf tuh-"

"Eh iya! Itu gimana kelanjutannya? Kalian jadi main apa gimana?" Sekali lagi Gracia memotong ucapan Ara. Ia tiba-tiba ingat bahwa malam itu mereka memiliki rencana untuk bermain Werewolf karena Beby ingin berdebat dan tuduh-tuduhan dengan Shani, Tasya dan dirinya.

Ara menatap datar Gracia, "Batal, Kak Beby ga mau main kalo ga ada GreShan," jawabnya malas. "Ini lama-lama aku lupa deh mau nanya apa kalo dipotong mulu."

Gracia dan Chika kembali tertawa, "Oke lanjut, kali ini ga bakal dipotong."

"Oke," Ara tersenyum senang, "Jadi kan pas malem Ci Gre sakit kita batal main Werewolf tuh, terus pada ga mau nonton horror juga jadi semua bingung mau ngapain apalagi mati lampu-"

"Panjang amat Ra pembukaannya, langsung aja kenapa sih?"

"Ah udah ah aku males." Ara mengambil kembali laptopnya setelah sekali lagi ucapannya dipotong, kali ini oleh Chika.

Gracia berusaha menahan tawanya melihat Ara yang bete, "Chika bener-bener ya, udah dibilang jangan dipotong. Ayo Ara lanjutin lagi."

Ara menggeleng, "Ga mau, aku males."

"Ih jangan gitu, kan aku jadi penasaran."

"Ga usah ngambek gitu, buruan mau nanya apa ke Ci Gre."

"Ya lagian Ka Chika daritadi motong omongan aku mulu, kan jadi ga selesai-selesai."

"Lagian kamu kelamaan pembukaannya, kenapa ga langsung ke intinya aja."

"Kan biar Ci Gre biar sekalian tau kita ngapain aja sebelumnya."

Gracia mendengarkan perdebatan ChikAra sambil terus menatap dua orang itu bergantian, "Sampe mulai kelas aja debatnya," ucapnya yang langsung menghentikan perdebatan diantara ChikAra.

"Udah Ra buruan, janji ga bakal aku potong lagi," pinta Chika.

"Bener ya?" tanya Ara benar-benar. Pertanyaannya langsung dijawab anggukan kepala oleh Chika, "Ci Gre juga ga boleh motong ucapan aku ya?" Ia beralih ke Gracia. Takut jika akan dipotong sekali lagi jika kembali berbicara.

Gracia mengangguk, "Iya, janji."

"Jadi malem itu karena mati lampu kita berimajinasi doang pake pertanyaannya-" Ara berusaha mengingat siapa yang melemparkan pertanyaan malam itu, "- Aku lupa siapa yang nanya. Pokoknya inti pertanyaannya adalah, di masa dewasa nanti masih pengen ga temenan deket sama member?"

"Maksudnya, Ci Gre pengen ga masa dewasanya nanti yang jadi temen deket Ci Gre itu para member?" Chika ikut menjabarkan pertanyaan malam itu, penasaran akan seperti apa jawaban seorang Gracia.

"Udah itu doang pertanyaannya?"

ChikAra mengangguk, "Ga aneh-aneh kan pertanyaannya?" tanya Ara.

"Iya. Terus jawaban kalian apa?"

"Kok Ci Gre malah balik nanya sih? Kan kita mau denger jawaban Ci Gre," protes Chika.

"Tau nih, lagian kita malem itu ga ngejawab apa-apa karena kakak-kakak yang lain udah menyuarakan keinginan kita."

"Oh gitu." Gracia tertawa pelan melihat reaksi protes ChikAra "Kalo aku jawabannya pasti pengen. Aku mau temenan deket bahkan sampe tua sama member-"

"Sama member apa sama Ci Shani?" tebak Ara.

"Semua," tandas Gracia, " eh tapi yah, aku sama Ci Shani pernah ngomongin hal ginian juga." Gracia ingat, ia dan Shani pernah membahas topik ini. Pertanyaannya tidak sama persis, namun intinya tetap sama. "Kita berimajinasi kalo nanti udah ga di Jeketi, udah dewasa, kita mau tinggal deketan, tinggal sekomplek bareng kalian juga,"

"Ha? Serius Ci?" Chika kaget mendengar imajinasi Gracia. Ia tidak menyangka GreShan ternyata bisa serandom dan sejauh itu dalam mencari topik pembahasan.

Gracia mengangguk. Matanya berbinar mengingat apa yang ia dan Shani imajinasikan kala itu, "terus ntar kalo udah punya keluarga bisa liburan bareng-bareng, jalan-jalan juga bareng-bareng, nganter anak sekolah bareng-bareng, pokoknya kita mau tetep temenan sampe tua." Baginya dan Shani, hubungan pertemanan yang mereka jalankan bukan hanya ketika masih sama-sama member, bukan untuk masa sekarang saja, mereka sama-sama berteman untuk jangka panjang. Mereka sama-sama ingin tetap ada di hidup masing-masing satu sama lain, sampai nanti ketika rambut sudah berubah memutih.

"Yaampun, level temenan GreShan emang udah beda, padahal kita semua masih mikirin masa dewasa, tapi GreShan udah mikirin gimana caranya bareng-bareng sampe tua." ucap Ara. Ada perasaan iri didalam hatinya mengetahui satu lagi bagaimana cara GreShan berteman.

Gracia tertawa, "Iya kita udah mikirin buat temenan sampe selama lamanya, soalnya kan gimana ya." Ia diam sebentar, "ah ga jadi deh takut melow," ucapnya kemudian, menghentikan pembicaraannya sendiri.

"Ih gantung banget," keluh Chika yang sudah mendengarkan dengan sangat serius.

"Masih pagi, mari memulai hari dengan senyum bukan dengan sendu," elak Gracia. Ia takut jika berbicara lebih banyak, mengkhayal terlalu jauh kedepan, ia akan menangis lagi.

"Padahal bagus kalo Ci Gre nangis lagi kayak pas kita main waktu itu, kan belum ada siapa-siapa nih, jadi ga bakal ada yang tau," ucap Ara.

"Chika mau kemana?" tanya Gracia saat melihat Chika berdiri tiba-tiba.

"Mau bangunin member yang sekolah, masa jam segini belum pada muncul."
Baik Gracia dan Ara langsung sama-sama mengambil hape masing-masing, menghidupkan layarnya untuk melihat jam saat ini.

Sudah jam setengah delapan lewat tiga menit.

"Semangat Chika, kalo mereka susah dibangunin siram aja pake air," ucap Gracia.

"Atau engga bisikin di telinganya kalo lagi banyak makanan di bawah, pasti pada bangun deh dengan semangat," tambah Ara.

Chika tidak menjawab ucapan Gracia dan Ara, ia hanya tertawa sambil berjalan menaiki tangga menuju lantai atas, siap memasuki semua kamar.
-----
Suasana kamar satu begitu sunyi. Hanya terdengar suara bunyi AC yang memenuhi seluruh ruangan. Chika menggelengkan kepala menatap seluruh penghuninya yang masih terlelap dengan amat nyenyak di atas kasur, dibalik selimut. Perlahan Chika berjalan menuju bagian tengah dua tempat tidur itu, ia memandang bergantian ke sebelah kanan dan kirinya untuk beberapa saat, sampai akhirnya ia menjulurkan tangan kirinya ke tubuh Muthe, "Muthe Muthe," panggil Chika pelan.

Tidak ada jawaban dan pergerakan sama sekali.

"Muthe kamu ga mau sekolah?" Chika menggoyang pundak Muthe, berharap Muthe meresponnya kali ini.

KIII SE-ATAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang