"Ngapain? Gita mana?"
Gracia naik ke atas tempat tidur, duduk di samping Shani—di bagian tempatnya biasa tidur, "Itu sama Eli," Gracia menunjuk ke belakang, "kamu sakit?"
"Sakit perut doang," Shani memutar tubuh ke samping, menghadap ke Gracia. Dengan cahaya seadanya, Gracia bisa melihat Shani kembali memejamkan mata, "kamu udah selesai makan?" tanya Shani.
"Udah, kan tadi kamu liat."
"Iya, yaudah sana ke bawah, aku gapapa."
"Kalo boong tuh yang pinter Ci, bilangnya gapapa tapi badannya dingin banget."
Shani tertawa pelan, "Yaudah sana ke bawah, aku mau tidur, ngapain kesini? kamar kamu lagi bukan disini."
"Kamu ngusir aku?"
Shani tidak menjawab. Di belakang Gracia, Gita dan Eli menolehkan kepala secara terang-terangan karena pembicaraan barusan, "Ci Shani mau teh anget ga? Kali aja perutnya bisa enakan kalo minum teh," Gita memberanikan diri ikut bersuara.
"Tau darimana lo teh anget bisa bikin enakan?"
"Liat aja dulu pas sekolah, kalo sakit pasti dikasihin teh anget di UKS, terus langsung pada enakan abis minum teh."
"Bener juga." Shani dan Gracia tertawa bersama. Mereka baru menyadari hal tersebut malam ini. "Yaudah sana bikinin kalo gitu," ucap Eli lagi.
"Oke, ben-"
Shani bangun dari posisi tidurnya, "Eh gausah-gausah, nanti aku bikin sendiri aja."
"Ayo Git, gausah didengerin kalo Ci Shani mah, dia emang ga enakan."
Shani menahan satu tangan Gracia yang akan turun dari tempat tidur, "Ga usah Ge, ntar aku bikin sendiri bareng Eli."
Gracia membebaskan tangannya, "Ntar kan? Yaudah, aku sama Gita bikinin sekarang, beda. Ayo Git."
"Ge,"
"Apa?" Gracia memasukkan pergelangan tangannya pada satu ikatan tali. Dia sudah turun dari tempat tidur dan berdiri di samping Gita, "biar kamu cepet sehat, aku ga mau berantem sama orang yang lagi sakit, ga seru."
Selesai mengucapkan hal tersebut Gracia langsung keluar kamar bersama Gita, meninggalkan Shani yang masih ingin melarang mereka ke bawah.
Shani sendiri selepas kepergian Gita-Gracia langsung menyibak selimut yang menutup tubuh. Eli mengikuti pergerakan Shani lewat tatap mata. Begitu Shani hilang di balik pintu kamar mandi, Eli melanjutkan tontonnya. Tidak lama, hanya beberapa detik karena begitu mendengar suara muntah yang beradu dengan suara aliran air westafel, Eli meletakkan ponsel dan turun dari atas tempat tidur dengan perasaan khawatir.
"Ci Shani gapapa Ci?" Eli mengetuk pintu kamar mandi.
"Gapapa," balas Shani dari dalam.
"Beneran Ci?" Tidak ada jawaban. Eli sudah akan mengetuk kembali pintu kamar mandi namun pintu itu terbuka dari dalam, "Ci Shani gapapa Ci?" tanya Eli lagi. Eli mengekor di belakang Shani yang kembali menjawab bahwa dirinya tidak kenapa-napa, seolah Eli akan percaya pada jawaban itu.
Shani naik ke atas tempat tidur. Dia mengambil minyak kayu putih di atas meja di samping tempat tidur, kembali mengusap perutnya yang makin sakit. Eli ikut naik ke atas tempat tidur, dia duduk di depan Shani, tanpa tau harus berbuat apa.
Shani menarik satu bantal, meletakkan di pangkuan lalu membungkukkan tubuh, memeluk bantal itu, "Lama banget Gracia," ucapnya lirih.
Eli menjulurkan tangan, dia memijat punggung Shani di hadapannya dengan satu tangan, "Ci Shani kayanya masuk angin ini mah."

KAMU SEDANG MEMBACA
KIII SE-ATAP
FanfictionApa jadinya jika enam belas member tim K3 dipaksa tinggal bersama? Apa jadinya jika enam belas kepribadian, sikap, sifat, pemikiran dan perasaan harus dijadikan satu? Apakah enam belas member ini mempunyai sisi lain diri mereka yang tidak mereka tun...