Sekali lagi pagi yang heboh menghampiri dorm KIII, hebohnya bahkan melebihi pagi kemarin. Penyebabnya masih sama, jadwal kelas pagi. Namun berbeda dari kemarin ketika semuanya masih masuk kelas walau mepet jadwal, dan hanya Anin serta Gita yang terlambat, pagi ini tidak ada satu pun yang tidak terlambat sama sekali. Keterlambatan mereka bukan hitungan menit, namun jam, termasuk para anak sekolah, Chrsity, Ara dan Indy. Mereka baru bangun pukul sembilan lewat ketika jadwal kelas mereka pukul delapan.
"Kalian lagi tawuran apa gimana? Heboh bener nurunin tangga", Beby keluar dari kamar dengan wajah mengantuk lalu berdiri di besi pembatas koridor lantai dua. Kepalanya menunduk menatap situasi dibawah.
Indy mendongak, "Kak Beby sih tadi malem ngajakin main gamesnya lama banget, kita jadi telat bangun kan", teriak Indy. Sudah dipastikan ia absen pelajaran pertama hari ini karena guru-gurunya selalu mengabsen para murid sebelum kelas mulai, bukan setelah kelas selesai.
"Astaga gue kelas!", Beby menolehkan kepala kebelakang, langkahnya kembali menuju ke kamar karena mendengar teriakan Fia. "Ini jam berapa?!", Fia bertanya panik.
"Jam sembilan kali"
Fia buru-buru menyibak selimut yang menutup tubuhnya. Ia berlari ke kamar mandi. Secepat kilat menyiapkan diri dan mengambil barang-barang yang ia butuhkan. "Kak Beby kok ga bangunin sih?!", Fia masih sempat menyalahkan Beby ketika berlari menuruni tangga.
Beby kembali keluar kamar. Ia berjalan menuruni tangga, berniat bergabung dengan para member kelas pagi hari ini, "gue mulu yang salah. Emang kalian ga pada pasang alarm?", tanyanya heran.
"Pasang, tapi ga denger", sekali lagi Christy melewatkan alarmnya sendiri. Jika kemarin ia tertolong karena Aya yang merasa kebisingan hingga akhirnya bangun, hari ini tidak sama sekali. Aya bahkan tidak bergerak sedikit pun ketika ia dan Ara heboh siap-siap didalam kamar.
"Aku denger sih, tapi ga bisa buka mata, ngantuk banget"
"Bener-bener Ara", Jinan menggelengkan kepala.
"AKU JUGA SEKOLAH TERNYATA HARI INI",
Beby, Chirsty, Ara, Indy, Fia, dan Jinan mendongak keatas karena mendengar teriakan setelah pintu kamar terbuka. Ternyata Muthe. Mata mereka terus mengikuti pergerakan Muthe yang menuruni tangga dengan seragam yang belum dipakai secara rapi.
Muthe meletakkan laptopnya keatas meja didepan sofa. Ia membenarkan posisi roknya dan merapihkan seragamnya, "Kirain aku masih libur, ternyata ada kelas",
Tak lama berselang, kamar satu kembali terbuka, "Thankyou Muthe kalo lo ga teriak gue ga bakal bangun", Tasya menuruni tangga dengan santai. Ia bergabung di sofa panjang, duduk dengan semua member yang ada dilantai bawah.
"Gila, emang heboh banget ya kalo kelas pagi", Beby berdecak tidak percaya melihat keadaan chaos yang terjadi pagi ini. Ia tidak menyangka bisa melihat langsung suasana pagi rusuh dorm KIII.
"Hari ini kayanya temanya bakalan cuma rusuh dan rusuh ajadeh, ga ada tim uwu soalnya", Tasya menatap kearah kiri, melihat satu persatu siapa saja yang ada pagi ini.
"Ci Gre tadi malem udah bilang ke ci Shani kalo dia ga ada kelas pagi, makanya tadi pagi pas gue bangun mereka langsung nutupin muka pake selimut biar bisa tetep tidur", terang Indy kepada Tasya jika yang dimaksud adalah GreShan.
"pantesan", Tasya mengangguk.
"padahal gue udah nungguin momen pagi GreShan hari ini", gumam Fia dengan pandangan yang terfokus ke layar laptop dipangkuan.
"eh Kak Beby ngapain? Kok ada disini?", Tasya baru menyadari kehadiran Beby disampingnya.
"Pengen gabung aja, abis pada rusuh banget pas turun tangga, kan jadi kebangun"
"Maaf", koor semua member kompak. Permintaan maaf itu hanya formalitas, mereka tidak sungguh-sungguh karena tidak ada yang berani menjamin untuk tidak rusuh menuruni tangga ketika panik, apalagi jika terlambat seperti hari ini.
"Ara, kak Chika mana? Katanya mau nemenin kelas pagi?", Jinan mengungkit ucapan ChikaRa kemarin pagi.
Ara menggeleng, "Udah aku bilang kak, yang bisa kayak gitu cuma GreShan doang, ChikaRa belum bisa sampe kayak gitu"
"Tadi aja pas kita siap-siap, kak Aya sama kak Chika ga gerak sama sekali, nyenyak banget tidurnya", ucap Cristy menceritakan keadaan kamar empat.
"aku pasrah sih ntar kalo kak Anin marah-marah karena aku teriak tadi", Muthe baru menyadari perbuatannya.
"Gue rasa dia malah ga denger sama sekali", ucap Tasya, yakin.
Beby berdiri, ia melangkahkan kaki menuju area dapur, membuka lemari-lemari kabinet berisi makanan. "Kayanya kita harus ngelakuin sesuatu deh biar yang punya jadwal pagi kayak gini ga telat lagi besok-besok", ujarnya mengkhawatirkan para member. "eh kalian mau sereal ga?", ia menoleh menatap ke arah sofa panjang.
Tanpa mengucapkan apa-apa, tujuh member itu berdiri membawa membawa laptop masing-masing dan berpindah duduk ke area meja makan.
Beby tertawa, "bilang kek kalo mau, jangan tiba-tiba pindah. Lucu banget", ia mengambil delapan mangkok dari dalam lemari kabinet lainnya. Mangkok-mangkok itu ia serahkan ke Jinan agar Jinan membagikannya kepada yang lain.
"Terus sesuatu yang kak Beby maksud itu apa biar kita pada ga telat?", tanya Muthe kepada Beby yang tengah mengambil sekotak sereal dan sekotak susu berukuran satu liter rasa vanilla.
Beby balik badan, ia berjalan dibelakang para member untuk menuang sereal dan susu ke satu persatu mangkok mereka, "Ga tau juga sih, kalian ga ada yang punya ide?"
"udah kak", Ara menahan tangan Beby yang menuang terlalu banyak susu.
"Ga ada, tapi kalo disuruh mikir mungkin ada kali", jawab Tasya.
"Yaudah pikir sekarang"
"Ga boleh makan dulu baru mikir?",
"Ga. Ntar aja makannya Ra pas serealnya udah pada lembek-lembek", Jinan menarik mangkok sereal Ara.
"Kak Jinan ih tega", Ara menarik kembali mangkok itu kehadapannya sambil tertawa.
"Gue punya ide kak Beby", Tasya mengangkat sendoknya, "Gimana kalo yang telat pas ada jadwal pagi dikasih hukuman, jadi dia ada motivasi sebelum tidur"
"Udah telat dihukum pula, ga setuju gue", Fia menolak. Ide itu seperti sudah jatuh tertimpa tangga. Telat dan mendapat hukuman.
"Aku punya motivasi kok sebelum tidur buat sekolah, tapi motivasinya kalah sama ngantuk"
"Ara gue liat-liat kalo pagi ga ada bener-benernya ye omongannye",
"Efek ga ada kak Chika makanya aneh", ucap Muthe.
"CHIKA, ARA GILA NIH", Tasya tiba-tiba berteriak sangat kencang. Kepalanya menoleh sambil mendongak menatap lantai dua.
"Kak Tasya!", Ara berdiri sambil tertawa. Ia kaget dengan teriakan Tasya, "Biarin aja kak Chika tidur"
Beby mengetuk-ngetuk meja, meminta semua yang ada dimeja makan kembali fokus kepada apa yang tengah mereka bahas, "ide lain ga ada?"
Kali ini Muthe yang mengangkat tangan, "yang punya jadwal pagi, pada janjian aja pas malem terus tentuin siapa yang punya tugas buat bangunin"
"Kalo yang punya tugas buat ngebangunin ga bangun, gimana?", tanya Christy. Jika mengikuti ide Muthe, dan hari seperti hari ini terulang kembali dimana tidak ada satu pun diantara mereka yang bangun tepat waktu, berarti mereka semua akan terlambat juga.
Muthe diam. Mulutnya berhenti mengunyah karena memikirkan pertanyaan Christy, "ya di hukum.
"Ujung-ujungnya di hukum", balas Jinan.
"Atau gini aja", Beby mengambil alih pembicaraan, "Kita tetapin jam malam biar paginya ga ada yang telat"
"ENGGA", tujuh member itu langsung menolak keras. "lebih enakan main bareng-bareng pas malam tau kak Beby daripada pagi atau siang", ujar Fia.
"Iya, aku kalo disuruh milih lebih milih melek pas malam terus tidur pas pagi sampe siang", Jinan menyetujui ucapan Fia.
Mereka bergantian memberikan alasan penolakan akan ide aneh Beby. Bagi mereka saat malam adalah saat pas untuk mereka semua berkumpul, bercerita atau melakukan kegiatan seru. Diberlakukannya jam malam membuat mereka merasa seperti dirumah. Mereka ingin situasi dirumah dan di dorm beda agar mereka bisa mengingat momen ini.
"Ntar sore tanya ke yang lain aja deh coba, kali aja mereka lebih pinter dan banyak ide daripada kalian", Beby menyerah dengan member-member ini.
"Coba aja ada banyak ci Shani di dorm ini, jadi dia yang ditugasin bangunin orang-orang kelas pagi", gumam Indy.
"Walopun ada banyak Shani didorm, yang bakal dibangunin dan rela dia ikutin jadwalnya cuma Gre, bukan kalian. Gausah ngayal", Beby mematahkan imajinasi dan harapan Indy, membuat Indy mendengus kesal dan cemberut.
"Tapi kak Beby bener sih, ci Shani cuma mau kayak gitu ke ci Gre doang, engga ke yang lain", ucap Muthe.
"Ok Google, gimana caranya jadi Shania Gracia", Ara mengangkat hapenya, berpura-pura meminta asisten google untuk melakukan pencarian.
"CHIKAAAAA, ARA PENGEN DEKETIN CI SHANI", Tasya kembali berteriak. Kali ini Ara tidak hanya sekedar berdiri. Ia menghampiri Tasya dan membekap mulut Tasya dari belakang, "Ga gitu cara mainnya kak Tasya", ucapnya sambil tertawa.
Para member yang ada dimeja makan tertawa melihat tingkah keduanya. Pagi itu, sekali lagi lantai bawah memiliki keseruan baru yang berbeda dari kemarin.
------
Makan siang yang sedikit kesorean kali ini dipersembahkan oleh Aya yang turun tangan langsung menuju dapur demi menghalangi Anin yang sudah mendeklarasikan akan memasak spaghetti carbonara kembali. Spaghetti buatan Anin bukan enak, malah sangat enak, tapi mereka tidak ingin memakan itu dua hari berturut-turut agar tidak bosan.
"Jadi kita masak apa dong?"
"Nasi goreng aja udah yang paling simple dan ga ngerepotin"
Anin mengangguk setuju. "Terus?"
"Apa?", Aya menatap Anin tidak mengerti.
"Udah itu doang? Nasi doang? Yang bener aja", Anin merengek seperti anak kecil yang menolak masakan sang ibu.
"Ini ada bakso, udang sama ayam, ga mau dipake?", tanya Eli didepan pintu kulkas yang terbuka lebar. Ia sedang melihat-lihat bahan makanan yang disediakan staff, yang bisa mereka olah bersama nasi goreng seperti saran Aya.
Aya berjalan menuju Eli, dibelakangnya Anin mengekor seperti anak bebek mengikuti induk, mereka ikut menatap isi dalam kulkas yang masih amat penuh, "Baksonya dicampur ke nasi goreng, ayam sama udangnya digoreng aja. Gimana?"
"Kok udangnya ga dicampun ke nasi goreng aja?", Anin menoleh ke Aya yang tengah mengeluarkan tiga bahan itu"
"Ada yang alergi udang ga sih?"
"Iya, ci Gre sama ci Desy alergi udang", Eli langsung mengingat member KIII yang tidak bisa memakan udang.
"Yaudah kalo gitu siapa yang masak nasi gorengnya, siapa yang goreng udang sama ayamnya?", tanya Anin kembali berjalan menghampiri Aya di westafel yang sibuk membersihkan udang.
"Kak Anin sama Eli mau bagian goreng-goreng? Ntar aku yang masak nasi gorengnya"
Anin dan Eli mengangguk, setuju dengan pembagian tugas yang diberikan Aya.
-----
Di area sofa panjang, ada GreShan duduk berdua. Area sofa panjang dan area dapur sebenarnya masih selurusan, tidak ada sekat pemisah diantara dua area itu. Harusnya suasana di dua area itu terasa sama karena mereka bisa saling melihat kegiatan masing-masing di tiap area, tapi seperti biasa GreShan jika sudah asik berdua, tidak usah orang yang berbeda area dengan mereka, orang yang duduk didekat mereka saja bisa merasa terasingkan karena dua orang itu sudah berada dalam dunia mereka sendiri.
Sebenarnya tadi Shani ingin ikut membantu tim masak makan siang, tapi tiga orang itu langsung menolaknya mentah-mentah. Apalagi setelah Gracia ikut-ikutan mengajukan diri akan membantu karena melihat Shani mengajukan diri, tidak peduli ia ada kelas siang, tentu tiga orang itu makin menolak. "Ntar kita malah kayak lagi shooting cooking kuy kalo GreShan ikut soalnya ngejelasin sepanjang masak", begitu kata Aya tadi saat menolak Greshan.
"Ge, kamu sebenernya paham ga sama materi yang dibilang dosen kamu?", tanya Shani sungguh-sungguh. Sejak kemarin ia penasaran apakah Gracia ini memperhatikan karena berusaha mengerti atau memperhatikan dan tetap tidak mengerti apa-apa.
Gracia menoleh, kepalanya menggeleng, "Jujur engga"
Tawa Shani pecah, "yang penting ikut kelas aja dulu ya"
"Aku punya tebak-tebakan deh buat kamu"
"Apa?"
Gracia meletakkan laptop keatas meja. Ia memutar duduknya menghadap Shani. "Kamu udah selesai kelas?", tanya Shani heran.
"Belum, tapi aku denger kok dosen ngomong apa", Gracia menunjuk airpods di telinga kirinya. "Aku punya tebakan"
"Ya apa?"
"Kenapa babi jalannya nunduk?"
Alis Shani saling bertaut. "Ga tau. Ngerasa rendah diri kali si babi"
Gracia tertawa terbahak, "Salah, jawabannya karena malu bapaknya babi"
"Apasih Ge", Shani tertawa sangat puas mendengar tebakan aneh Gracia.
"Ada lagi, kenapa kelinci jalannya loncat-loncat?"
"Semangat mau ngejekin si babi karena punya bapak babi?", tebak Shani sangat asal disela tawanya.
"Aneh banget jawabannya, tapi lucu", Gracia makin tertawa mendengar jawaban aneh Shani. Ia bahkan sampai hampir terguling kebelakang saking merasa lucu dengan keanehan Shani.
"Bener apa engga?"
"ya engga lah, jawabannya karena dia bangga bapaknya bukan babi", tawa dua orang itu pecah begitu saja.
"Aku punya lagi", ucap Gracia setelah selesai tertawa.
"Apa?"
"Kepiting kalo digunting jadi apa?"
"Jadi enak?"
"Salah. Jadi kepotong". Kembali mereka tertawa dengan sangat puas.
"Ini padahal ga lucu", ucap Shani tapi tetap tertawa terbahak-bahak.
"udah ah cape", Gracia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan.
"Lagi dong Ge", pinta Shani, memainkan jari-jari Gracia.
"Ga bisa, ini konten ekslusif Shania Gracia, ga boleh kebanyakan dilakuin."
"Eksklusifnya buat aku doang kan?"
Gracia mengangguk, ia mengangkat dua jempolnya. Tentu konten eksklusif ini hanya akan ia lakukan kepada Shani Indira karena hanya Shani yang bisa mengimbangi kerecehannya, "Ga boleh sering-sering, katanya kalo ketawa mulu bisa nangis nanti"
"Kayanya kalo nangis selama disini ga mungkin deh, ga ada alasannya ga sih?"
"Kamu mah iya, kan kamu nangis kalo kita berantem doang", Gracia memeletkan lidahnya.
Shani tertawa pelan, dua tangannya ia julurkan memegang pipi Gracia, mendadak ia merasa sangat gemas, "Daripada kamu ga berantem tapi bisa nangis, mana baru sehari doang pula disini", ganti Shani yang memeletkan lidah, tangannya ia turunkan dari pipi Gracia.
"Awas ya kalo kamu sampe nangis juga disini kapan-kapan"
"Ga bakal, kan kata kamu aku nangis kalo kita berantem doang. Ngapain kita berantem disini?"
"Siapa tau kita tiba-tiba berantem, hayo gimana?"
"Emang kamu mau kita berantem?", Shani merebahkan kepala ke sandaran sofa.
Gracia ikut menyenderkan kepalanya ke sandaran sofa, kepalanya ia gelengkan. Hal yang paling ia hindari bahkan saat tidak tinggal seatap dengan Shani adalah bertengkar. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika mereka benar-benar bertengkar ketika sedang menjadi teman tidur seperti sekarang ini.
"Kita bikin perjanjian yuk, mau ga?" Gracia meraih sebelah tangan Shani.
"Apa?"
"Kalo misal nanti kita berantem-"
"Gausah ngomong macem-macem. Udah kamu kelas aja sana", Shani melepaskan tangannnya dari tangan Gracia. Ia tidak suka membahas hal seperti ini. Seolah mereka sedang merencakan pertengkaran menurutnya.
"Dengerin dulu, kamu mah gitu" Gracia memasang wajah cemberut, sedih karena Shani melepaskan tangannya.
Shani tertawa pelan. Ditatap menggunakan puppy eyes dan dibarengi dengan ekspresi cemberut menjadi salah satu kelemahan Shani jika hal itu dilakukan oleh Gracia. Ia paling tidak bisa untuk mengabaikannya karena tingkat kegemasan Gracia naik menjadi berkali-kali lipat. "yaudah apa? Apa? Jangan ngambek gitu dong", tangannya mengelus puncak kepala Gracia.
"Ah ga jadi, males", Gracia memajukan bibir bawahnya, membuat Shani yang melihat itu menjadi makin gemas.
"Ayo Ge apa? Kalo misal kita berantem kenapa?", tanya Shani berusaha membujuk. Lengan Gracia ia peluk.
Dasar Gracia si gampang luluh, baru dibujuk satu kali seperti itu oleh Shani, ia langsung membaik, "Kalo misal kita nanti berantem, kita ga boleh pisah kamar. Berantem ya berantem aja, ga boleh lari ke kamar orang lain. Ga boleh nyeret orang lain"
"Emang kita beneran bakal berantem?", tanya Shani antara polos atau hanya sedang jahil.
"Ah udah ah aku males beneran sekarang", ia menarik lengannya yang didekap Shani erat.
Tawa renyah Shani memenuhi area sofa, ternyata ia sedang menjahili Gracia. "Iya iya becanda. Kita ga bakal pisah kamar kalo berantem"
"Terserah, aku ga mau ngomong sama kamu"
"Terus aku ngomong sama siapa dong?"
Gracia mengedikkan bahu, ia mengambil kembali laptopnya yang tadi ia letakkan begitu saja keatas meja. Tidak peduli dengan Shani disebelah.
"Yah Gre-nya ngambek beneran, ga seru nih"
Gracia menutup telinganya menggunakan dua tangan, "Ga tau, ga denger"
Shani berdiri dari duduknya, siap beranjak dan meninggalkan Gracia kapan saja ia inginkan "Yaudah aku tinggal keatas",
"Tuhkan, dia yang salah dia yang pergi", Gracia merengek, tangannya menahan sebelah pergelangan tangan Shani, panik. Ia takut jika Shani benar-benar naik keatas.
"Kan udah minta maaf", Shani duduk kembali. Ia berusaha menahan tawa karena tidak tahan melihat tingkah lucu Gracia.
Gracia menggeleng, "Engga, kamu ga minta maaf, kamu malah nge ceng-ceng-in aku"
"Kalo gitu maaf", ucap Shani santai, membuat Gracia hanya bisa menarik nafas sambil menggelengkan kepala.
"Emang Shani Indira ga pernah salah. Aku yang salah karena ngambekan", gumam Gracia menghempaskan punggungnya ke sandaran sofa.
Tawa Shani yang tertahan sejak tadi akhirnya lepas begitu mendengar ucapan pasrah Gracia. Ia ikut menghempaskan punggung lalu sebelah tangannya memeluk Gracia dari depan.
-----
"Setelah gue dengerin baik-baik, ci Gre sama ci Shani kalo bener-bener berdua doang kayak sekarang, ngomongnya pake aku-kamu, ga pake 'ci'", Eli berbisik pelan kepada Anin dan Aya. Beberapa kali telinganya tidak sengaja mendengar pembicaraan GreShan.
"Masa sih?", tanya Aya.
"Kalian baru nyadar? Udah lama banget kali. Kalo lagi ada orang, Gre manggil ci Shani pake 'ci' sering juga engga sih kalo kalian perhatiin, tapi kalo beneran berdua doang pasti mereka pake aku-kamu", terang Anin. Sebagai member yang se-genarasi di Jeketi dengan GreShan ia sudah hapal habbit dua orang itu.
Tawa GreShan tiba-tiba menggelegar, membuat mereka ikut tersenyum saat tawa itu masuk kedalam telinga masing-masing. Mereka tidak mendengar dengan jelas apa yang dua orang itu tengah perbincangkan hingga menghadirkan gelak tawa seperti barusan, tapi bibir mereka spontan tersenyum, "enak banget mereka ketawanya", ucap Eli ketika sekali lagi tawa GreShan memenuhi lantai bawah.
"Ini udah panas ga kira-kira?", tanya Anin. Ia siap memasukkan ayam kedalam wajan berisi minyak.
"Coba pegang aja kak Anin, kalo melepuh berarti udah panas" jawab Eli santai. Ia langsung disemport Anin saat itu juga.
"Udah kok ini", Aya menengahi mereka berdua.
Anin mengangguk. Ia mengambil satu ayam dari dalam wadah dan memasukkannya kedalam wajan itu, "Aaaaaaaaakkk!!", cipratan minyak membuatnya berlari menjauh dengan sangat heboh
"ga sekalian sampe ke halaman belakang larinya?", Aya tertawa.
"Eli masukin deh, gue ga berani", pinta Anin didepan pintu menuju halaman belakang.
"Bener-bener ya GreShan kepisah banget sama orang-orang kalo lagi berdua. Bisa-bisanya mereka ga noleh ke kita setelah teriakan kak Anin", ujar Eli takjub karena sekali lagi mendengar gelak tawa GreShan setelah Anin berteriak heboh. Sekedar menoleh untuk bertanya apa yang terjadi saja tidak dilakukan oleh dua orang itu.
"Gue rasa kalo kita sekarat dideket mereka, mereka ga bakal sadar saking asiknya berdua", Aya menatap sebentar ke area sofa, penasaran apa yang dilakukan dua orang itu.
"Mati pun mungkin mereka ga bakal sadar", tambah Anin masih didepan pintu menuju halaman belakang.
Mereka bertiga melepaskan pandangan dari GreShan dan kembali fokus ke masakan masing-masing dengan kehebohan ala mereka sendiri.
-----
Baru jam delapan, member KIII sudah selesai makan malam. Mereka semua berkumpul di area ruang kumpul didekat samping tangga. TV didepan mereka menyala walau tidak ada yang benar-benar menontonnya.
"Kita mau ngapain malam ini?", tanya Desy memulai pembicaraan.
"eh ntar dulu, besok ada yang kelas pagi ga?", Beby menahan para membernya untuk mengatakan apa yang ingin mereka lakukan malam ini, "Jangan sampe pada telat kayak tadi pagi lagi"
"Tim anak sekolah engga ada, besok weekend jadi libur", Ara menjawab sebagai perwakilan.
"yang kuliah gimana?"
Anin, Tasya, Gita, Gracia, Fia, Jinan, dan Aya mengecek jadwal masing-masing di hape, "Ga ada", jawab mereka hampir bersamaan.
Beby menepuk tangan, "Oke bagus. Jadi kita mau ngapain malam ini?"
"Nonton aja, sambungin dari laptop ke Tv", usul Eli.
"Ayo nobar film horror!", teriak Aya bersemangat.
"ENGGA", beberapa member balas berteriak, termasuk Shani si penakut. Mereka menolak ide Aya.
"Gapapa ci, kan nontonnya ramean, ga sendiri", Gracia membujuk Shani yang duduk sedikit dibelakangnya.
"pada ga tidur sendiri juga kan?", ucap Fia berusaha membujuk semua yang menolak ide Aya.
Anin mengangguk ragu, sebagai tim penakut ia sebenarnya merasa ini kesempatannya untuk nonton film horror, "Yaudah aku iya deh", jawabnya akhirnya.
"Gimana ci kamu?"
"Yaudah iya deh", jawab Shani pasrah.
Tanpa perlu banyak bujukan, para member yang menolak langsung menyetujui ide Desy tadi, "Yang di laptopnya punya film horror siapa?", tanya Jinan. Fia mengangkat tangan.
"Ikut dong aku mau ngambil bantal", Muthe ikut berdiri.
"Gue juga deh", Aya ikut berdiri.
"Kamu mau Ge?", tanya Shani
"ci Shani doang emang yang kalo ada apa-apa pasti nanya ci Gre", gumam Chika yang duduk disamping GreShan. Perhatian kecil Shani kepada Gracia selalu membuatnya ikut merasa hangat.
Gracia tertawa, "Biar aku yang ambil, ci Shani duduk disini aja", ucapnya sambil berdiri.
"Pada mau pake karpet sekalian ga? Biar dibentangin", usul Beby. Ia ingat didalam lemari yang menyatu dengan tangga ada dua buah karpet dengan ukuran cukup besar.
"Boleh, biar bisa tiduran sambil nonton", jawab Tasya.
Para member KIII akhirnya berdiri semua. Beberapa ada yang mengeluarkan karpet dari dalam lemari, lalu membentangkannya di area depan tv tempat mereka akan menonton, beberapa mengambil bantal juga selimut dari kamar masing-masing, dan beberapa lagi mulai mencoba menyambungkan laptop ke televise.
Karpet sudah terbentang, luasnya hampir menutupi seluruh lantai vinyl area ruang nonton. Mereka sudah mengambil posisi rebahan yang paling nyaman untuk beberapa jam kedepan. "Udah siap ga?", tanya Fia masih berdiri didepan TV, tangannya memegang remot.
"Udah", jawab para member kompak.
Fia memutar tombol play. Layar televisi ukuran empat puluh dua inchi langsung menampilkan sebuah film horror buatan luar. "Mau matiin lampu area sini ga? Biar terangnya dari dapur sama ruang sofa aja", tanya Fia sebelum kembali ke posisinya sendiri.
"Matiin", jawab beberapa member langsung.
"Yah jangan dong", gumam Shani pelan.
"Gapapa ci, kan ga sendirian", Gracia menggenggam telapak tangan Shani, berusaha menenangkan temannya itu.
"Kak Chika pura-pura takut ya, nanti biar aku bisa sok-sok nenangin", bisik Ara ditengah film yang sudah memulai terputar.
"the real buaya, selalu cari kesempatan kapan pun", ucap Aya yang rebahan disamping ChikaRa. Dua orang itu hanya tertawa pelan menanggapi ucapan Aya.
"Kak Anin ini tuh ga serem tau, tapi emang soundnya ngagetin", bisik Tasya kepada Anin disebelahnya yang sejak tadi menutup wajah dan menonton lewat sela-sela jari.
"Diem", bisik Anin.
Tingkah Anin tidak beda jauh dengan Shani. Dua orang penakut yang seblahan itu sejak awal mulai sudah menutup wajah mereka menggunakan dua telapak tangan. Mereka takut, tapi secara bersamaan mereka juga ingin melihat.
"Lucu banget abin sama ci Shani", Gracia melirik dua orang yang berjejer disisi kirinya itu.
"Christy kamu ga sesek nafas masuk dalam selimut?", Aya memeriksa keadaan Cristy yang lebih sering bersembunyi dibalik selimut daripada menonton.
"Takut kak", jawabnya pelan.
"DAARRRRRRR!!!!!", Desy berteriak tiba-tiba, mengagetkan semua orang yang kelihatannya mulai serius menonton. Tawanya pecah saat mendengar teriakan kekagetan teman-temannya, terlebih para tim penakut yang langsung menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh mereka.
"CI DESY RESE BANGET!", Anin berteriak didalam selimut
"GUE KALO PUNYA PENYAKIT JANTUNG PASTI UDAH LEWAT SIH", Jinan memegang dadanya sendiri, berusaha mengatur detak jantungnya.
"Cape banget nonton ginian", Muthe membuka kembali selimut yang menutup wajahnya. Ia kelelahan setelah berteriak.
"lucu banget KIII, kaget aja kompakan", Desy masih tertawa puas karena berhasil mengerjai teman-temannya.
-----
Hampir satu jam sudah berlalu, dan masih ada satu jam lagi hingga film ini selesai. Teriakan-teriakan kekagetan saling saut dengan sound yang dikeluarkan oleh film yang tengah terputar. Gracia melirik kesampingnya, memeriksa keadaan Shani yang baru ia sadari sangat tenang sejak tadi.
"ci Shani tidur", gumam Gracia berbisik, membuat Anin langsung ikut menoleh ke kanan, ke arah Shani.
"Christy juga", lapor Aya dibawah mereka.
Gracia bangun dari posisinya, ia memperbaiki letak selimut Shani lalu kembali rebahan seperti semula. Gracia sedikit terkesiap ketika Shani tiba-tiba bergerak dalam tidurnya dan ganti posisi menjadi tengkurap dengan kepala mengarah kearahnya. "selamat bobo ci Shani", bisik Gracia pelan sambil menatap wajah Shani yang tampak sangat damai. Sepanjang menonton, Gracia memeluk Shani seolah Shani adalah guling. Gracia tidak takut Shani terbangun karena jika Shani sudah tidur dalam posisi tengkurap itu artinya Shani sudah masuk kedalam fase tidur nyenyak.
"cara jadi ci Gre gimana deh? Gue pengen meluk ci Shani kayak gitu", bisik Tasya kepada Anin saat tidak sengaja menoleh ke Gracia yang berada di paling ujung dekat tembok.
"Gue kalo jadi ci Gre bakal ikut ketiduran, udah nyaman gitu posisinya", Eli ikut berbisik.
Ucapan Eli terbukti tidak lama kemudian. Gracia jatuh tertidur dengan posisi memeluk Shani. Anin disebelah Shani juga sudah jatuh tertidur ntah sejak kapan. Beberapa member lain juga terlelap ditengah film yang masih terputar.
"Ini bukan kita yang nonton film, tapi film yang nonton kita" ujar Jinan ketika bangun dari posisinya dan menatap sekeliling, ingin melihat bagaimana kondisi para member yang sudah terlelap.
Dibaris pertama, didepan lemari yang menyatu dengan tangga, GreShaNin tertidur, Tasya dan Eli masih fokus menonton. Chika dan Ara dibaris kedua juga masih menonton, pun Aya, hanya Christy dan Muthe yang tertidur. Dibaris ketiga dari atas, tepatnya dibarisannya, Desy, Beby, dan Indy sudah tertidur, dan dibaris paling bawah Gita dan Fia masih fokus menonton.
Jinan kembali pada posisi rebahannya. Tampaknya malam ini mereka semua akan tidur bersama di area ruang kumpul, saling berdempetan satu sama lain agar tidak ada yang keluar karpet. Untung besok weekend dan tidak ada yang kelas pagi. Ia yakin mereka semua akan membuka mata ketika matahari sudah bersinar dengan sangat terik.-----
Halo temen-temen pengunjung KIII se-atap, ternyata batal 2 minggu guys next partnya hehe.
Makasih banyak yang selalu komen dan vote, selalu nagih-nagih, dan sabar banget nungguin next part yang ga tau kapan terbitnya, terharu sama kalian huhu.Buat kemaren yang nanya kok part lima ga bisa dibuka, iya ga bisa dibuka soalnya di-unpublish, itu edisi april mop aja buat lima puluh orang yang gercep hehe. Part lima yang itu boongan guys, jadi ilangin dari pikiran kalian (kalo masih inget isinya apa), ini yang asli.
Sekali lagi selamat membaca, semoga suka, dan terimakasih atas vote maupun komentarnya ❤

KAMU SEDANG MEMBACA
KIII SE-ATAP
FanfictionApa jadinya jika enam belas member tim K3 dipaksa tinggal bersama? Apa jadinya jika enam belas kepribadian, sikap, sifat, pemikiran dan perasaan harus dijadikan satu? Apakah enam belas member ini mempunyai sisi lain diri mereka yang tidak mereka tun...