Di lantai bawah, member lain berusaha memecahkan arti dari dua petunjuk yang mereka dapatkan. Mereka meletakkan kertas kecil panjang yang berisi petunjuk di tengah-tengah, mengelilinganya sambil berpikir keras siapa member yang dituju. Namun sudah satu jam lebih mereka memaksa otak berpikir, mereka tidak kunjung menemukan maksud dari petunjuk tersebut.
"Sumpah dalam kepala gue kita cuma harus buang itu buah-buahan yang disebut." Ucapan Aya merujuk pada petunjuk yang Gita dapatkan. Petunjuk itu mengatakan, Singkirkan jeruk, nanas, pisang, alpukat, dan manga.
"Masalahnya kita ga punya buah-buahan itu di kulkas, tadi pas main juga cuma ada nanas," Desy menoleh ke Aya.
"Atau itu kali," kali ini Ara yang berusaha menebak, "member yang suka warna kuning kali." Semua tatap langsung mengarah ke arahnya, "kan buah-buah yang disebutin semua warna kuning."
"Emang alpukat warna kuning?" wajah Christy bingung. Setaunya alpukat memiliki warna hijau.
"Dalemnya kuning kalo udah mateng, ga kuning-kuning banget sih," jawab Chika.
"Kalo gitu berarti bukan member yang suka warna kuning," kepala member berputar otomatis ke sumber suara—Fia. "Kan katanya singkirkan, berarti harusnya member yang ga suka warna kuning."
"Pertanyaannya siapa yang suka warna kuning diantara kita?"
Member saling tatap karena pertanyaan Beby, berusaha mencari siapa yang menjadi penyuka warna kuning diantara mereka.
Dan tidak ada.
Indy menghela nafas, "Kayanya bukan soal warna deh..."
"Terus apa?" Gita balik bertanya. Pertanyaannya tersebut dijawab Indy dengan mengedikkan bahu. Indy juga tidak tahu arti dibalik petunjuk aneh itu.
"Petunjuk dua aja, kayaknya lebih gampang," Jinan meraih kertas di tengah mereka, "Petunjuk A, tidak lebih muda daripada Chika."
"Angkat tangan siapa yang lahirnya lebih duluan daripada Chika," perintah Aya.
"Sebelum dua puluh empat September taun dua ribu kan ya?" tanya Beby. Dia mengangkat tangan setelah Chika menjawabnya lewat anggukan kepala.
Ada lima tangan yang terangkat ke udara. Mereka adalah tangan Desy, Beby, Jinan, Aya, dan Eli, "Shani juga sebelum Chika," tambah Desy sambil mengangkat satu lagi tangannya ke udara, mewakili Shani.
"Ka Chika lo juga angkat tangan," ucap Ara mengangkat satu tangan Chika. Kini total ada tujuh tangan yang terjulur ke udara untuk petunjuk dua.
"Tapi kan ini petunjuk A, kali aja member yang ga angkat tangan ini jadi Impos B." Beby menurunkan tangannya, disusul member lain yang juga menurunkan tangan, "jadi kalo saran gue sih mending kita nunggu petunjuk satu lagi, soalnya kalo nebak sekarang ke kak Putri jatuhnya kayak asal nebak aja ga sih? Ntar kita makin kurang member yang bisa diajak diskusinya."
"Kak Beby Impos ya?" selidik Muthe. Member lain ikut menatap Beby, "Soalnya nih ya Kak Beby tuh kayak aneh-"
Beby tertawa. Dia cukup terkejut dengan tuduhan itu. "Aneh kenapa dah?"
"Nih ya, kita ga selesaiin puzzle Kak Beby ga marah, padahal Kak Putri kemarin bilang kalo seandainya kita bisa nyelesaiin pasti kita bisa nebak satu Impostornya, tapi reaksi Kak Beby kemarin biasa aja, malah bilang gapapa gapapa ke kita karena kita ga bisa nyelesaiin." Member lain mengangguk samar, "terus sebelum itu juga yang Ci Shani sama Ka Chika dituduh jadi Impostor, Kak Beby malah ngebubarin kita, ngelarang kita diskusi dan nyuruh masuk kamar, apa jangan-jangan Impostor lainnya itu emang antara Ci Shani dan Ka Chika? Jadi Kak Beby sengaja bubarin kita demi ngelindungin Impostor B."
Penjelasan panjang lebar keluar dari Muthe setelah sejak kemarin memperhatikan tingkah Beby yang menurutnya aneh.
"Bener sih..." gumam Jinan.
"Terus sekarang Kak Beby juga ngelarang kita buat milih Impostor, padahal kalo emang tebakan kita salah gapapa, makin dikit orang yang nyisa kan makin gampang nebak siapa yang Impostor," sambung Gita.
"Ih gila Gita sama Muthe lo berdua kok ga pernah sepinter ini sih kayaknya kalo di kosan?" Eli menatap takjub Muthe dan Gita yang tidak seperti biasanya.
"Kenapa jadi gue yang kena dah?" ucap Beby.
"Gue setuju sih sama Muthe, Kak Beby kayak aneh," Fia ikut buka suara, "Kak Beby juga ga berusaha nyelesaiin masalah Ci Shani sama Ci Gre yang berantem dari kemarin, kayak sengaja dibiarin, padahal kan Kak Beby kapten, harusnya Kak Beby jadi penengah ga sih?"
"INI BENERAN NUDUH GUE?"
Member lain tertawa mendengar seruan Beby, termasuk Fia, "Gue pengen curiga ke Ci Shani sih sebenernya, tapi ga tega soalnya lagi sakit," ucap Jinan.
"Karena dia ngewakilin minuman gue sama Ci Gre ya?" tanya Indy.
Jinan menganggukkan kepala, sikap Shani selama bermain game tadi baginya mencurigakan, "Dia juga berantem sama Ci Gre, dan itu aneh banget menurut gue."
"Padahal menurut aku Ci Shani keren karena mau ngegantiin Ci Gre sama Indy," gumam Ara.
Semua diam, sibuk mempertimbangkan ucapan Jinan, Indy dan Ara di dalam benak masing-masing.
Beby menghela nafas, "Jadi kesimpulannya apa nih? Kalo emang mau ajuin nama ke Kak Putri buat dituduh sebagai Impostor lakuin aja, tadi kan cuma saran gue karena petunjuknya masih rancu."
"Kak Beby marah ya sama aku karena nuduh Kak Beby?" Muthe memasang wajah sedih, "maaf ya." Pintanya yang membuat Beby malah tertawa.
"Kagak lah, ngapain marah, kan tujuan main ini emang tuduh-tuduhan."
"Jadi kesimpulannya ape nih?" Eli mengulang pertanyaan Beby.
"Kesimpulannya petunjuk yang dari Gita ga jelas, jadi biarin dulu aja, terus yang petunjuk satu lagi yang Fia dapetin tentang ga lebih muda daripada Chika juga masih belum jelas, jadi yaudah bubar, karena semua masih ga jelas."
Tidak ada yang tidak tertawa dengan kesimpulan yang dibuat Aya. Mereka mengira Aya akan membuat kesimpulan yang berguna untuk kedepan, mereka bahkan sudah mendengar dengan sangat serius, namun Aya tetaplah Aya, jika dia bisa membuat sesuatu menjadi lucu, dia akan melakukannya.
"Ya bener kan? Petunjuknya ga jelas, kitanya juga ga bisa mikir berat," terang Aya membela dirinya yang diprotes oleh member.
"Tunggu petunjuk satu lagi aja baru nuduh lagi," ucap Desy setelah menyelesaikan tawa. Member lain mengangguk.
Tepat setelah itu pintu dorm diketuk. Beby dan Aya berdiri dan beranjak menuju pintu. Keduanya mengintip dari jendela sebelum membuka pintu.
"Makan malem udah dateng," ucap Aya begitu Beby membuka pintu.
Di luar berdiri pengantar makanan yang dipesankan staff untuk mereka demi memenuhi permintaan Christy. Tak berselang lama, seorang pengantar datang lagi, kali ini membawa Boba yang juga dipesan oleh staff untuk memenuhi permintaan Eli.
"Ci Gre sama yang lainnya nyusul, katanya makan duluan aja," Indy menyampaikan apa yang barusan Gracia sampaikan lewat panggilan telepon. Indy langsung menghubungi Gracia begitu Aya mengatakan makan malam sudah tiba.
"Yaudah yang lain ayo makan dulu kalo gitu," ucap Beby mengomandoi.
-----
Di lantai atas, di dalam kamar dua, Anin dan Tasya menatap layar laptop di hadapan, menggerakkan jari di atas keyboard, berusaha melanjutkan tugas kuliah masing-masing. Keduanya tampak seperti dua orang yang tidak peduli dengan apa yang tengah terjadi di belakang mereka, di antara Shani dan Gracia.
"Kamu belum makan malem kan? Makan gih sana."
"Kamu belum jawab pertanyaan aku."
Anin dan Tasya saling lirik tanpa menggerakkan kepala. Mereka tidak bermaksud menguping pembicaraan GreShan, pembicaraan itu masuk ke dalam telinga karena jarak yang tidak terlampau jauh.
"Aku gapapa," Shani yang duduk di pinggir kasur sedikit mendongak menatap Gracia yang berdiri di depannya, "jangan ngerasa bersalah gitu ih." Tangannya terjulur memegang satu pergelangan tangan Gracia.
"Kamu marah banget ya sama aku sampe ga mau jawab pertanyaan aku?"
"Besok kamu ada kelas?"
Gracia mengangguk. Besok dia memiliki jadwal kuliah online pukul delapan pagi.
Sambil tersenyum tipis dan tanpa melepas genggamannya pada pergelangan tangan Gracia, Shani menatap lurus dua mata dengan sorot khawatir itu, "Kamu bukannya ga enak sama aku kalo aku ngikut kamu kelas pagi selama permainan ini?"
Anin melotot, Tasya tertegun. Keduanya ketar ketir mendengar pertanyaan sekaligus jawaban yang Shani katakan.
"Jadi kamu ga mau bareng sama aku ntar malem?" Gracia mengulang pertanyaan sekali lagi walau perasaannya sudah berantakan. Andai bisa mengulang waktu dia akan menasehati dirinya sendiri untuk tidak berucap sembarangan, karena jika sudah begini yang tersisa hanya penyesalan.
"Aku mau, tapi kan kamu ga enak-"
"Bisa ga sih ga usah pake tapi?" Gracia mengeluh dengan suara yang mulai bergetar.
Manik mata Shani menjadi satu-satunya fokus yang dia tatap. Gracia sudah bertekad untuk menyelesaikan permasalahannya dengan Shani malam ini sebelum kesalahpahaman makin panjang dan pertengkaran menjadi tidak ada ujungnya.
"Kenapa mau barengan lagi sama aku?" Shani menggoyangkan tangan Gracia. Dia tidak peduli sosok di depannya seperti ingin meneteskan air mata, "kalo alesannya karena aku sakit dan kamu ga enak, mending ga usah soalnya aku gapapa, Ge."
Shani sebenarnya mau mau saja kembali bersama Gracia lagi. Mau berbaikan dan kembali seperti bagaimana mereka sebelum permainan ini ada, namun dengan apa yang sudah terjadi hingga hari ini, Shani merasa perlu alasan yang jelas tentang kenapa Gracia ingin menyudahi ini. Bukan dengan rasa tidak enak dan bersalah sebagai jawaban. Shani tidak perlu jawaban itu, karena terakhir kalimat itu keluar dari mulut Gracia, ke-salah pahaman langsung lahir.
Anin dan Tasya sudah berhenti mengerjakan tugas yang memiliki deadline besok pagi. Mereka menunggu jawaban apa yang akan diberikan Gracia untuk pertanyaan Shani.
"Ga punya alesan lain ya, Ge?" ada sedikit kecewa dalam nada suara Shani. Ada sedikit sedih yang hadir karena dia berharap Gracia punya setidaknya satu saja alasan untuk jawaban dari pertanyaanya.
"Kamu nolak aku karena balas dendam sama yang tadi ya?" Gracia bertanya balik.
Shani tertawa kosong, "Engga Ge, kamu makin kesini makin mikir yang aneh-aneh ya ke aku."
Balas dendam tidak ada di dalam pikiran Shani bahkan setelah Gracia menolaknya saat Anin mengajak untuk membuat perjanjian sebelum memantulkan bola. Jika dia berniat untuk kembali membalas, sejak awal dia tidak akan mewakili Gracia meminum Ice Americano yang berujung membuatnya sakit.
"Yuk ke bawah," Shani berdiri. Dia mengakhiri pembicaraan begitu saja walau tau Gracia masih ingin berbicara dan berdebat.

KAMU SEDANG MEMBACA
KIII SE-ATAP
FanfictionApa jadinya jika enam belas member tim K3 dipaksa tinggal bersama? Apa jadinya jika enam belas kepribadian, sikap, sifat, pemikiran dan perasaan harus dijadikan satu? Apakah enam belas member ini mempunyai sisi lain diri mereka yang tidak mereka tun...