8

9K 705 78
                                    

Kekhawatiran Shani akan Gracia benar-benar terjadi. Gracia demam. Suhu tubuhnya hangat saat Shani menyentuh lengannya, membangunkan makan malam. "Ge, kamu demam?", Shani membolak balikkan telapak tangannya diatas dahi Gracia, mengecek sekali lagi keadaan Gracia.

Hangat.

Shani bangun dari tidurnya, turun dari kasur dan berjalan keluar kamar perlahan. Seingatnya saat room tour, ada kotak obat di dorm ini, namun ia lupa dimana tepatnya kotak itu berada. "Ada yang liat kotak obat-obatan ga?", satu persatu lemari kabinet dapur ia buka, mencari keberadaan si kotak putih.

"Buat apa?", tanya Beby yang duduk dimeja makan, sibuk membuka paketan box-box pizza yang mereka pesan dari salah satu resto pizza Indonesia untuk makan malam. Member lain yang ada dimeja makan itu ikut menoleh ke Shani dengan tatapan heran.

"Gracia kayanya mau demam, badannya anget"

"Ha? ci Gre sakit?"

"ci Gre sakit?"

"beneran ya ci Shani?"

"Tuhkan! Lagian siapa yang suruh main ujan sih!",

Dari sekian banyak tanggapan, hanya omelan Anin yang mampu membuat pergerakan Shani terhenti.

"Shani sampe kaget, Nin", ucap Desy tertawa pelan, ia bisa melihat ekspresi keterkejutan diwajah Shani.

"Abisnya aneh-aneh aja deh, orang tuh kalo siang tidur siang, bukan main ujan, mana tadi pada lama kan baru mandi"

"Tau, sok ngide banget", Aya menyambung omelan Anin.

Semua member yang bermain hujan tadi kompak menutup rapat mulut mereka, termasuk Beby. Takut jika omelan itu menyerang mereka juga.

"Ci Shani", teriakan Fia didepan ruang tv, membuat Shani mengalihkan pandangannya, "nih ci kotak obatnya", ucapnya mengangkat kotak putih yang dicari oleh Shani. Buru-buru Shani menghampiri Fia dan meninggalkan area meja makan.

"Ga bawa minum sekalian ci?", tanya Fia saat menyerahkan kotak ditangannya kepada Shani.

"Oh iya lupa"

"Biar aku aja yang ambilin, ci Shani duluan aja naik keatas"

Shani menggeleng, tidak enak jika harus merepotkan Fia , "Gapapa biar aku bawa sekalian aja, kamu makan aja gih sama yang lain". Fia mengangguk, ia mengikuti langkah Shani kembali menuju area dapur.

"Ci Shani ga makan dulu?", nada suara Anin sudah berubah biasa.

"Engga, duluan aja, ntar aku bareng Gracia",

"Gimana mau makan, orang tadi udah diomelin ya takutlah", gumaman Beby membuat Anin melirik. Tau bahwa sindiran itu ditujukan untuk dirinya.

"orang tadi aku ngomel buat kak Beby bukan ci Shani"

"Kok gue?"

"Masa kapten ga bisa ngasih contoh yang baik buat membernya"

"Loh, tapi kan-"

Perdebatan meja makan dua orang itu dipotong oleh Desy, "Kepada Anin dan Kak Beby, silahkan melanjutkan pertengkarannya di area sofa atau di halaman belakang atau dimana kek terserah lo berdua asal jangan di meja makan"

"Butuh juri ga? Gue siap nih", Jinan mengajukan diri dengan semangat sampai bangkit dari duduknya.

Anin dan Beby langsung tertawa, "Ga jadi nih gelutnya? Gue udah siap mau nonton sambil makan pizza padahal", tanya Tasya.

BebNin sering seperti ini, tidak selalu akur tapi tidak juga pernah bertengkar hebat dan lama. Mereka hanya saling tarik urat sebentar, sindir-sindiran kemudian tertawa dan bersikap biasa seolah tidak terjadi apa-apa. Ketika awal-awal terjadi banyak member KIII yang terkejut dan berusaha menengahi, lama kelamaan karena sudah biasa dan sudah hapal dengan ritmenya, member KIII tidak ada yang peduli, mereka lebih memilih menyaksikan dan kadang ikut memanasi agar perdebatan itu lebih sengit.

"Yaudah Shan, naik deh, kasian anak orang sendirian diatas", tutur Desy begitu Shani selesai mengisi gelas penuh dengan air putih.

"Jangan lupa makan malem ci", pesan Aya.

"Harus makan malem loh Shan, jangan sampe engga", susul Beby.

"Ntar abis makan aku bawain keatas ci makanannya, chat aja mau apa",

Tasya tersenyum mendengar tawaran Ara, "Ara ga ucapan doang yang manis, sikapnya juga emang perhatian banget",

Namun sekali lagi tawaran itu Shani tolak karena merasa tidak enak, "Gapapa gapapa, nanti aku turun aja"

"Ci Shani ga boleh gitu tau, kita harus nerima pertolongan orang lain juga", nasehat Muthe, "soalnya orang lain juga nanti gamau ditolongin sama ci Shani kalo ci Shani nolak ditolong".

Eli mengangguk setuju, "ci Shani banyakan ga enaknya, padahal sama member sendiri"

"Kan kita jadi sedih ditolak mulu sama ci Shani", Gita memasang wajah sedihnya.

Pernyataan Muthe dan Eli tidak salah. Shani sangat jarang menerima bantuan orang lain, jika ia rasa semua bisa ia kerjakan dan atasi sendiri maka ia akan mengatasinya seorang diri, kecuali keadaan sudah mepet dan genting baru ia akan membiarkan member lain tepatnya Gracia untuk menolongnya, itupun setelah Gracia memaksa untuk membantu.

Mendengar nasehat-nasehat itu membuat Shani kembali batal naik keatas, gelas yang ia pegang ia letakkan kembali ke meja, sambil tertawa tidak enak dia menjelaskan, "Ga gitu, takut ngerepotin kalian aja"

"Kalo kita nawarin duluan berarti ga bakal ngerasa repot kok ci Shani", terang Chika.

"Bahkan walaupun ga nawarin duluan gapapa, ga bakal ngerasa repot", sambung Ara lagi.

"Ini kalian ngomong begini buat Shani doang atau buat semua orang?", tanya Beby penasaran, jarang ia mendengar semua member KIII kompak berucap manis seperti ini.

"BUAT CI SHANI DOANG LAH", teriak seluruh member di meja makan kompak.

Beby menghela nafas panjang, "Udah gue duga", tukasnya. Didalam hati ia tau teriakan itu hanya sebuah candaan.

"Udah selesai belum nasehatin ci Shaninya? Dia batal naik tuh daritadi",

Ucapan Indy menyadarkan Shani, ia mengambil kembali gelas yang tadi ia letakkan keatas meja, "Dah semua, selamat makan malam",

"Jangan lupa chat ya ci", pesan Ara sekali lagi kepada Shani yang sudah melangkah menaiki tangga.
-----
Shani menghidupkan lampu kamar begitu masuk, meletakkan air diatas meja tengah diantara dua tempat tidur. Dengan suasana terang seperti ini, ia baru sadar wajah Gracia sedikit pucat, "Ge", pelan ia membangunkan Gracia.

"Hmm?"

"Bangun minum obat dulu yuk"

Gracia membuka matanya perlahan, lalu memejamkannya kembali karena merasa silau.

"Ci Shani", dari depan kamar sebuah suara memanggil. Shani mengenal suara itu. Ia berjalan menuju pintu kamar, membukanya untuk melihat apakah dugaannya benar.

"Belum minum obat kan ci? Kayanya mesti makan dulu deh sebelum minum obat", Ara melangkah masuk sambil tersenyum manis.

"eh Ara beneran dibawain"

"Ya iya ci, masa boongan"

Itu adalah Ara yang datang dengan inisiatif sendiri tanpa menunggu chat dari Shani. Ditangannya terdapat dua buah piring putih, satu piring berisi empat potong pizza, dan piring lainnya berisi pasta juga beberapa potong nugget.

Shani tentu terkejut, apalagi Gracia yang tidak mengerti apa-apa. Gracia sampai bangun dari tidurnya, padahal tadi kesadarannya belum terkumpul secara utuh. "Ih Ara repot-repot banget, makasih ya",

"Emang kamu udah makan?", Shani menerima piring yang disodorkan Ara, meletakkannya disamping gelas berisi air putih tadi.

"Lagi sementara makan, terus tadi inget kan ci Gre belum makan tapi mesti minum obat, jadi yaudah"

Ntah karena sedang sakit atau memang amat tersentuh dengan perhatian kecil Ara yang tidak diduga-duga, mata Gracia berkaca-kaca menatap Ara yang berdisi disamping tempat tidur, "Makasih ya",

"Gracia sampe terharu gitu loh, Ra", Shani tersenyum melihat lapisan bening di bola mata Gracia.

"Ih ci Gre", Ara tertawa pelan menatap Gracia, ia lalu merendahkan tubuhnya dan memeluk Gracia sebentar, "Besok sembuh ya ci, biar kalo ujan kita main bareng-bareng lagi"

"Heyyyyy", ucap Shani langsung, "Ga gitu konsepnya Araso",

Ara mengurai peluk, "becanda ci Shani, jangan diomelin ya ntar ci Grenya kalo besok belum sembuh"

"Iya ga bakal"

"Yaudah aku kebawah ya, ga perlu disuapin kan ci Gre? Kan ada ci Shani juga yang biasa nyuapin"

GreShan tertawa sambil menggelengkan kepala, "Makasih ya, Ra. Jangan sampe ikutan sakit juga", pesan Shani sebelum Ara menutup pintu kamar, siap kembali kebawah.

"Kalo sakit juga gapapa aku mah, kan biar bisa diurusin sama ka Chika"

"CHIKAAA!"

Bersamaan dengan teriakan Shani itu Ara langung menutup pintu kamar nomor dua. Meninggalkan GreShan yang tertawa terbahak didalamnya.

Shani berjalan memutari kasur, mengambil satu piring yang berisi pasta dan nugget, "geseran sini duduknya", perintahnya kepada Gracia.

Tanpa membantah sama sekali Gracia menggeser duduknya mendekat kearah Shani yang duduk dipinggir kasur, "Emang kamu tadi nyuruh Ara bawa makanan keatas?", tanyanya sebelum menyambut suapan Shani.

Shani menggeleng, "Ngga, tapi tadi dia emang nawarin katanya kalo mau makan chat aja biar dibawain naik keatas"

"Pantesan, ga mungkin banget kamu yang nyuruh langsung. Tapi aku ga nyangka loh Ara bisa kayak gitu"

Tangan Shani secara refleks kembali menyuapi ketika melihat Gracia selesai menelan, "Sama, aku ga nyangka dia punya sisi yang kayak gini, perhatian banget"

"Mungkin kalo dia kayak gini ke Chika aku ga heran sih, ngerti kan maksud aku?"

"Ngerti", Shani paham maksud Gracia. Jika hal itu dilakukan ke Chika ia juga tidak akan terlalu terkejut karena sama halnya jika Gracia yang melakukan perhatian begitu ke dirinya, akan terlihat biasa saja, tapi karena dilakukan oleh orang yang berbeda maka terlihat special.

"Kok aku doang sih yang makan? Kamu juga dong, ini kan buat berdua", Gracia protes, mulutnya ia tutup rapat, menolak menerima suapan selanjutnya, sadar sejak tadi hanya ia yang sibuk mengunyah sambil berbicara.

Shani tidak peduli, ia tetap mengarahkan garpu penuh lilitan spaghetti ke mulut Gracia, "Aku masih kenyang. Buruan Ge, pegel"

Bukannya membuka mulut, Gracia malah mengambil garpu itu dan mengarahkannya ke mulut Shani, "Kenyang apa? Kamu baru makan mie instant doang seharian ini",

Mau tidak mau Shani membuka mulut, "Aneh banget disuapin, sini balikin", protesnya meminta kembali garpu yang dipegang Gracia.

Gracia tidak langsung menyerahkan garpu ditangannya, "Makanya mau aku yang suapin atau kamu makan sendiri?"

"Iya iya, ini siapa yang sakit sih?", gumam Shani menerima kembali garpu yang memang hanya ada satu.

"Ga lucu tau ci kalo kamu ikutan sakit, ntar yang ngurusin aku siapa? Yang ngurusin kamu siapa?"

Shani tertawa, setuju dengan ucapan itu, "Biar ci Desy sama Indy yang pusing"

"Pasti ci Desy ngomel banget deh kalo kita sakit barengan"

"eh tadi aku kayak diomelin tau dibawah", Shani tiba-tiba ingat kejadian dibawah tadi, padahal saat naik ia sudah siap mengadukan hal itu ke Gracia, tapi lupa karena kedatangan Ara.

"diomelin kenapa?"

"Tadi kan aku lupa dimana kotak obat, terus aku nanya siapa yang liat, mereka pada nanya buat apa, ya aku bilang kalo kamu sakit, Anin langsung ngomel", Gracia mendengarkan dengan baik dan serius, padahal sejak tadi ada tawa yang berusaha ditahan. Ia selalu suka dan merasa gemas jika melihat Shani yang begini, mengadu bak seorang anak kecil. "Katanya, tuhkan siapa suruh main ujan, bukannya pada tidur siang aja, terus Aya juga ikut-ikutan, dia bilang pada sok ngide sih main ujan, gitu", Shani mengakhiri aduannya.

"Terus kamu bilang apa?"

"Ga ada, aku diem doang karena kaget"

Gracia terkekeh pelan, "gemes banget ci Shani, maaf ya kamu diomelin"

"Apaan, kocak ih pake minta maaf segala, kalo sama mereka doang mah gapapa, diomelin staff aja aku santuy apalagi cuma sama mereka". Omelan member tadi adalah bentuk perhatian dan kekhawatiran, tidak akan ia masukkan kedalam hati.

"Ini boleh ga diabisin ga?", tanya Gracia, mengalihkan pembicaraan.

Shani menatap sebentar sisa spaghetti dipiring, "Nanggung Ge, tinggal berapa suap lagi, yuk bisa yuk".

KIII SE-ATAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang