17| Pukul 20.21

909 198 98
                                    

Chapter ini dialognya dikit. Dibaca narasinya dengan baik, ya. Biar ngerti gimana perasaan Han.

_____________

Dedaunan yang menguning jatuh ditiup angin. Daun itu jatuh tepat di atap tram yang berjalan tidak cepat. Dengungan mesin tram terdengar membosankan, sama membosankan dengan bagaimana pria di dalam tram itu menganggap dirinya.

Memang nekat sejak awal. Perasaan ingin berbalik selalu menghantui. Perasaan itu mengantar Han Seokjin sampai ke Positano. Dadanya berdebar tak karuan, pikirannya melayang ke mana-mana. Bohong jika Han Seokjin bilang bisa melupakan tentang Youra begitu saja, kenyataannya air matanya turun sesekali ketika menengok ke kaca tram dengan hiruk-pikuk yang asing dan bersamaan itu Seokjin tersadar, ia sudah berhasil menjadi pria brengsek.

Kamus Korea-Italy menjadi selingannya untuk melupakan gelarnya sebagai pria brengsek. Ketara pria itu sangat ingin mengalihkan pikirannya dengan berkutik dengan kamus, kamus itu banyak coretan padahal belum ada seminggu di beli dari toko buku. Han Seokjin mencoret-coret kamus itu selama perjalanan ke Italy.

Satu-satunya teman saat ini hanya kamus itu. Di dalam tram itu sesak tetapi sunyi. Penumpang dalam tram tak banyak bicara, atau memang tak ingin mengajaknya bicara.

Han Seokjin turun di pusat kota Positano ketika matahari sudah turun, perlu mengecek kembali ke mana tujuan selanjutnya karena segalanya asing. Suasana, cuaca, orang-orang, bahkan perasaan pria itu ketika memijakan kaki di Kota Positano. 

Ingin bertanya pada orang-orang yang lewat di sekitarnya, tetapi niat itu diurungkan karena  semua orang yang berlalu-lalang di hadapannya terlihat begitu tergesa. Ponselnya dikeluarkan dari backpack yang digendongnya ke mana-mana. Sesak menyerangnya ketika melihat lockscreen ponselnya sendiri. Ada foto penikahannya dengan Youra. 

Segera Han Seokjin beralih ke aplikasi penunjuk arah di ponselnya sebelum diri pria itu kembali mengucap rindu dalam hati.

Berulang kali Han Seokjin mengingatkan dirinya sendiri, tak boleh melihat ke belakang. Ini sudah keputusan yang mutlak, mempertanggungjawabkan keputusan itu adalah satu-satunya hal yang bisa dilakukan saat ini.

🍰


Kebiasaannya sebagai pria yang sopan tak pernah hilang walau sudah cukup lama tinggal di Paris. Han Seokjin membungkuk sopan ketika istri calon bosnya ketika mengatakan pria itu bisa mulai bekerja besok di restoran.

Jauh-jauh hari sebelumnya, Han Seokjin sudah melamar pekerjaan dan menaruh CV secara online di beberapa restoran di Italy, banyak restoran yang menolak, kemudian satu restoran di tengah-tengah kota menerimanya. Han Seokjin tak menyia-nyiakan itu walau gajinya terbilang sedikit. Tak apa, yang penting memulai dulu.

"Merci, Madame," ucap Seokjin. Senangnya ketara karena senyuman itu sebelumnya tak pernah muncul tiga hari terakhir ini.

Seokjin sudah berlapang dada menerima gelar barunya sebagai pria brengsek. Namun, alam semesta seperti memudahkannya hari ini. Dirinya belum fasih berbahasa Italy, sibuk berdebar karena memikirkan itu selama perjalanan, ternyata dimudahkan karena istri calon bosnya adalah wanita Paris yang menikah ke Italy. 

Ternyata tak seburuk yang dibayangkan. Han Seokjin sempat mengobrol banyak dengan istri pemilik restoran. Begitu saja bisa membuat Han Seokjin lega, dirinya merasa disambut, walau bukan disambut dengan secangkir teh dan setoples taralli

One Spoon Of Paris [Seokjin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang