23| Period

1.7K 227 101
                                    

Dua bulan setelah kembalinya Han. Youra senang. Tentu saja senang. Waktu itu kebahagiaannya tak ada dua, rasanya tak ada lagi yang harus dikhawatirkan. Semakin ke sini, tiba-tiba perasaannya dibuat bimbang.

Youra yang terlalu sensitif atau mungkin karena hal lain. Mereka memang kembali bersama, tetapi dengan status yang tidak jelas. Setelah sempat menikah dan hidup bersama, kemudian bercerai selama empat tahun, setelah itu kembali bersama. Memang kembali bersama, tetapi status apa yang tepat untuk hubungan mereka saat ini?

Youra bimbang memikirkan itu. Entah bagaimana dengan Han Seokjin. Pria itu tak ada menyinggung lagi soal pernikahan.

"Dia serius tidak, sih?" Youra berucap kesal setelah menyesap ice americano-nya.

Di hadapannya sudah ada seorang pria yang siap mendengarkan keluh kesahnya. Tentu bukan Han Seokjin, pria itu Cho Jimin. Walau Cho Jimin sudah menikah, pria itu selalu sempat saja kalau diajak bertemu, Youra juga sebaliknya.

Seperti saat ini. Mereka sedang duduk di salah satu coffee shop terkenal yang logonya dikata-kata diambil dari mahluk mitologi, Siren.

"Seriuslah. Buktinya balik lagi setelah empat tahun cerai. Kalau tidak serius, paling sudah menikah dengan wanita Italy. Wanita Italy cantik-cantik, Youra," Cho Jimin malah menjawab seperti itu.

Youra berdecak. Tatapan tajam dilayangkan ke arah Cho Jimin. Jimin malah terdengar seperti mendukung sikap Han Seokjin yang membuat Youra bimbang.

"Kalau kau tanya perspektifku sebagai seorang pria. Ya, begitu, Youra. Han Seokjin serius."

"Aku bingung sendiri, Cho. Dulu dikejar-kejar minta cepat nikah, sekarang tak ada kabar. Malah sibuk sekali. Terus pegang ponsel. Apalagi waktu bercinta, ponselnya ribut. Ganggu." Tak ada yang ditutup-tutupi. Pertemanan mereka memang sedekat itu.

Jimin malah tertawa melihat Youra yang marah-marah sambil menangis. "Aku mengerti. Kau jual mahal juga sih."

"Aku malulah minta nikah duluan." Hidung Youra memerah. Tiba-tiba berubah jadi wanita cengeng.

"Mengerti. Semua wanita begitu. Seokjin pasti tahu. Mungkin cuma cari waktu yang pas."

"Sungguh tak ada menyinggung lagi soal nikah. Padahal setiap malam tidur bersama, bercinta, lalu dia bertanya mau anak berapa. Bagaimana sih? Aku tak mengerti!"

Youra kalau sedang kesal jadi terang-terangan seperti itu. Cho Jimin sudah biasa menghadapi Youra yang marah-marah. Selama marah-marahnya bukan ke pria itu sendiri, Cho Jimin tak akan mempermasalahkan. Jimin itu tipe pria yang cocok jadi sandaran untuk curhat, walau responsnya suka buat kesal. Pria itu logis, terlalu jujur.

"Sabar," Cho Jimin berusaha menenangkan. Kemudian Cho Jimin berusaha mengalihkan topik. "Tumben pesan americano? Biasanya beli yang ada strawberry-nya."

"Han Seokjin yang sekarang berbeda. Rindu Han Seokjin yang dulu." Ternyata Youra tak semudah itu dialihkan. Wanita itu malah terisak setelah kalimatnya.

"Jangan nangis di sini dong. Nanti orang-orang kira aku yang sakiti dirimu." Cho Jimin berubah panik.

Pengunjung coffe shop yang selat dua meja menoleh ke arah mereka.

"Bingung," ucap Youra sambil menangis.

Cho Jimin mencoba mengerti Youra. Pasti sebagai wanita akan bimbang. Rasanya seperti digantung tanpa kejelasan.

Cho Jimin mencondongkan tubuh untuk mengusap bahu Youra. Menenangkan wanita itu.

"Ya, tidak apa. Menangislah. Aku temani," ucapnya tidak sarkas seperti di awal. "Perlu aku hubungi Hye In agar menyusul ke sini?"

One Spoon Of Paris [Seokjin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang