Ketika Zelta hendak masuk ke dalam kamarnya, seseorang menepuk pundaknya dan membuatnya menoleh ke belakang. Zelta memperhatikan orang itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia tidak menunjukkan ekspresi apa pun.
"Hai." Anak tidak sah ayahnya melambaikan tangannya dengan kaku sambil tersenyum canggung.
Zelta menaikan sebelah alisnya, ia tidak mengatakan apa-apa.
"Gu-gue Tessa. Salam kenal," ucapnya.
Zelta hanya mengangguk merespon salam perkenalan itu. Sejujurnya, ia sama sekali tidak ingin tahu sedikit pun tentang Tessa.
"Lo Zelta, kan?" tanya Tessa.
"Iya."
Tessa dengan ragu mengulurkan tangannya untuk memberikan sebuah gelang manik-manik dengan warna yang bervariasi. "Ini untuk lo, gue buat sendiri."
Zelta menatap gelang itu tanpa niat mengambilnya. "Kenapa kasih ke gue?" tanyanya.
"Anggap aja hadiah untuk pertemuan pertama kita. Gue harap kita punya hubungan baik kedepannya sebagai saudara."
Zelta terdiam selama beberapa saat, apakah cewek itu serius dengan perkataannya? Bagaimana bisa dia
mengatakan hal itu setelah beberapa saat lalu kehadirannya dan ibunya menghancurkan sebuah keluarga? Namun berlawanan dengan pikirannya, Zelta mengambil gelang itu. "Makasih."Mata Tessa berbinar dengan bibir yang tersenyum lebar. Tak menyangka gelangnya diterima oleh Zelta. Apakah tandanya Zelta menerimanya sebagai saudara? Tessa tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya yang membuncah. "Sama-sama!" ucapnya girang.
"Kalau nggak ada yang diomongin lagi gue masuk dulu, ya."
Tessa mengangangguk.
Zelta kemudian masuk ke dalam kamar setelah dirasa tidak ada lagi yang harus dibicarakan. Begitu pintu kamar tertutup, raut wajahnya menjadi penuh kebencian. Dibuangnya gelang pemberian Tessa ke tempat sampah, lalu ditatapnya lama. "Saudara? Dia bercanda, ya?" gumamnya sinis.
Zelta berjalan ke ranjang, merebahkan tubuhnya, lalu menatap ke langit-langit kamar. Ngomong-ngomong, ia pernah bertemu dengan Tessa saat masih kecil. Itulah mengapa ia tahu soal perselingkuhan ayahnya. Momen itu masih segar dalam ingatannya. Ah, bagaimana mungkin ia melupakannya?
***
Esoknya, Zelta bangun tepat waktu dan mulai bersiap ke sekolah. Ngomong-ngomong hari ini adalah hari pertama Tessa sekolah di sekolah baru, di SMA Dalton. Fakta ini cukup menyebalkan karena mulai sekarang bukan hanya di rumah ia melihat wajah memuakkan itu, tapi juga di sekolah.
Setelah selesai bersiap, Zelta segera turun untuk sarapan. Setibanya di ruang makan, pemandangan tidak biasa menyambutnya. Robi, Vania, dan Tessa menikmati sarapan sembari berbincang kecil, tampak seperti keluarga bahagia.
Memuakkan.
Tidak ada lagi kehadiran Bella di meja makan itu. Seharusnya Bella duduk di kursi yang letaknya tepat di samping Robi, namun pagi ini Vania menempati kursi itu.
Meski enggan, Zelta tetap bergabung dengan mereka.
Zelta duduk di kursi sebelah Tessa, bersebrangan dengan Robi. Sebelum duduk, ia tersenyum pada tiap orang yang ada di ruangan itu. Dia sukses membentuk senyuman yang terlihat tulus meski sebenarnya senyuman itu palsu. "Selamat pagi," sapa Zelta dengan suara datar.
"Pagi." Hanya Tessa yang menyahut, sementara Robi dan Vania pura-pura tak mendengar.
"Kita bakal sekolah di sekolah yang sama!" seru Tessa, terlihat antusias.
Karena tidak tahu bagaimana cara merespon perkataan itu, jadi Zelta hanya menarik seulas senyum.
"Kita juga sekelas!"
Zelta berhenti ketika hendak menggigit sandwich-nya setelah mendengar tiga kata itu, keningnya mengkerut. "Hah?"
"Papa mau kita satu kelas, biar kita bisa semakin deket," ungkap Tessa, tidak menyadari ekspresi wajah Zelta berubah dingin.
Diam-diam tangan Zelta terkepal di bawah meja. Dia tahu betul alasan sebenarnya Robi menempatkan Tessa dalam satu kelas yang sama dengannya: karena ia dan Tessa bersaing.
"Cuma... nggak boleh ada yang tau kita saudara. Lo tau sendiri, kan, kalau gue...." Tessa sengaja tidak menyelesaikan kalimatnya. Fakta bahwa dia anak dari wanita simpanan membuatnya cukup kesulitan hidup dalam masyarakat. Tidak akan menjadi masalah jika orang tuanya adalah orang biasa. Tetapi, Robi Gaharu adalah seorang politisi terkenal yang sering wara-wiri di televisi berita, sementara Vania adalah seorang aktris senior yang kini sedang menjalani masa hiatus.
Jika kabar perselingkuhan Robi dengan Vania terungkap, maka berita yang terbit tidak tanggung-tanggung. Apalagi setelah mengetahui fakta bahwa perselingkuhan itu sampai menghasilkan seorang anak, itu akan menjadi berita paling panas yang akan dibicarakan orang-orang. Dampaknya bagi Robi, Vania, dan Tessa akan sangat besar. Perselingkuhan itu akan merusak reputasi politiknya dan kemungkinan menghadapi tekanan dari publik, partainya, atau rekan politiknya untuk mengundurkan diri atau dipecat dari jabatannya. Vania akan dihadapkan pada sorotan media intens yang akan "menggoreng" beritanya, sementara Tessa akan merasakan dampak emosional dari situasi itu.
"Padahal gue pengen orang-orang tau kalau kita saudara." Sekali lagi Tessa melontarkan perkataan yang membuat orang yang mendengarnya merasa simpati.
"Saya bisa percaya sama kamu, kan, masalah ini nggak akan bocor?" Untuk pertama kalinya, Vania bicara dengan Zelta. Wanita yang sudah memasuki usia kepala empat itu tersenyum sambil menatap Zelta.
Ah, itu bukan sebuah pertanyaan, tapi peringatan.
Sepertinya Vania takut Zelta mengungkapkan kebenaran ke orang-orang soal Tessa yang merupakan buah cinta dari hubungan terlarang antara dua tokoh publik. Tetapi, satu hal yang perlu Vania ketahui; membocorkan informasi itu hanya akan membuat Robi semakin jauh dan membencinya. Ia tidak menginginkan hal itu.
Zelta tersenyum tipis sebelum menjawab, "Tante nggak perlu khawatir soal itu."
"Perlakukan Tessa dengan baik. Jangan sampai Papa dengar laporan kalau kamu ganggu Tessa di sekolah." Suara itu milik Robi. Sekalinya Robi bicara pada Zelta, entah kenapa ucapannya selalu tidak menyenangkan.
"Jangan khawatir, aku bukan perundung," sahut Zelta.
"Papa kenapa ngomong gitu, sih? Zelta itu baik sama Tessa. Kemarin kita bahkan sempet ngobrol sebentar. Iya, kan, Zelta?" bela Tessa.
Zelta tersenyum tanpa mengatakan apa-apa. Selama berada dalam pengawasan Robi, Zelta sebisa mungkin bersikap ramah pada Tessa maupun Vania.
Setelah menyelesaikan sarapan, Robi segera pergi bekerja, sementara Zelta dan Tessa sedang bersiap ke sekolah. Mereka berdua tidak akan menaiki mobil yang sama. Zelta pergi ke sekolah bersama supirnya, Pak Wawan, sementara Tessa bersama supirnya, entah siapa namanya.
****
Jay sama Rayan disembunyiin dulu, part selanjutnya bakal nongol, kok.
Semoga suka!
KAMU SEDANG MEMBACA
Zelta's Hatred
Teen Fiction"Gue nggak jahat, gue cuma mau dapetin apa yang saharusnya gue miliki." *** Genre : Drama, Romance. Start : 12 Juli 2021 End : - Yang plagiat pantatnya bisulan. t i t a h g a y a t r i Cover : pinterest