14

511 40 16
                                    

Berbeda dari biasanya, Zelta datang sedikit lebih siang hari ini. Semalam, ia belajar hingga larut, hanya menyisakan dua jam untuk tidur. Namun, setidaknya ia terhindar dari tenggelam dalam overthinking.

Zelta melangkah memasuki kelas. Pandangannya langsung tertuju pada Rayan, yang tengah memberikan susu kemasan kepada Tessa. Senyum tipis tersungging di bibir Tessa, seolah senang menerima pemberian itu. Namun, begitu matanya menangkap kehadiran Zelta, senyum itu perlahan memudar. Wajahnya berubah ragu, dan tangannya sedikit bergerak, menandakan penolakan yang tak terucap.

Pada awalnya, kebingungan melintas  di wajah Rayan saat Tessa tampak ragu menerima susu kemasan darinya. Namun, begitu ia menyadari Zelta sudah berada di bangkunya, tangan yang terulur itu perlahan ditarik kembali, dan dengan cepat menyembunyikan susu kemasan itu di balik punggungnya.

Rayan melangkah mendekati bangku Zelta. "Aku denger kemarin kamu hampir ditabrak, ya? Maaf, kemarin aku sibuk banget, nggak sempet tanya kabar kamu," ujar Rayan dengan penyesalan yang tersirat di wajahnya.

"Aku nggak pa-pa," sahut Zelta sembari menarik kursi dan duduk di atasnya.

Dengan gerakan perlahan, Rayan mengeluarkan susu kemasan yang disembunyikannya dibalik punggung, lalu menaruhnya di atas bangku Zelta. "Untuk kamu," ucapnya sambil menunjukkan senyum percaya diri.

Zelta terdiam selama beberapa detik, hanya memandangi susu kotak itu. Dengusan pelan terdengar dari mulutnya yang sedikit tersenyum jengkel. Bagaimana bisa susu kemasan yang sudah ditolak Tessa berakhir diberikan padanya?
Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke Rayan, melihat apakah cowok itu serius memberikan susu itu padanya. "Oh? Makasih...," jawab Zelta dengan nada ragu.

"Semangat untuk hari ini!"

Zelta menarik sudut bibirnya, tersenyum dengan enggan. Tak ada sepatah kata pun yang bisa ia katakan lagi.

Rayan berjalan kembali ke bangkunya, sementara Zelta masih tidak dapat menerima situasi itu. Sekali lagi ia menatap susu kemasan itu, dan muncul dorongan untuk melemparnya. Namun, itu hanya tersimpan di benaknya, yang tidak mungkin ia realisasikan.

***

Ketika bel istirahat berbunyi, kelas mulai sepi sebab semua siswa satu per satu pergi ke kantin. Namun, berbeda dengan Tessa yang memilih tetap di bangkunya. Dengan wajah pucatnya, cewek itu terus memegangi perutnya sambil meringis pelan. Rayan yang menyadari itu langsung menghampirinya, tidak peduli meski Zelta mengamatinya dengan tatapan penuh ketidaksukaan.

"Kamu nggak pa-pa?" tanya Rayan, khawatir.

"Perut aku... sakit banget," keluh Tessa dengan suara pelan.

"Sakit kenapa? Kamu ada salah makan?" tanya Rayan.

Tessa menggeleng lemah. "Bukan itu!"

"Tessa, lo lagi nyeri PMS, ya?" Tiba-tiba Amey bergabung dalam percakapan sambil berjalan menghampiri bangku Tessa.

Tessa mengangguk, terlihat sedikit lega karena ada yang mengerti.

"Ke klinik aja, ya? Biar gue yang anter," tawarnya. Bukannya sok baik, Amey juga mengalami nyeri pra-menstruasi tiap bulan sehingga ia tahu betul bagaimana rasanya.

Rayan baru mengerti, kemudian ia memperhatikan kembali wajah Tessa yang pucat karena menahan rasa sakit. Merasa tidak tega, ia menawarkan bantuan, "Biar gue aja yang anter." Tanpa menunggu persetujuan, Rayan menggendong Tessa ala bridal style. Tidak peduli betapa terkejutnya Zelta dan siswa lain yang masih tersisa dalam kelas. Begitu melangkah keluar, ia mengabaikan banyaknya pasang mata yang mengarah pada mereka selama perjalanannya menuju klinik. Tessa, yang merasa tubuhnya lemas, tak berdaya untuk menghentikan tindakan Rayan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Zelta's HatredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang