10

866 91 17
                                    

Ketika hendak berjalan keluar cafe, Zelta melihat sekelompok remaja laki-laki berjalan memasuki cafe. Tampak Rayan yang tadinya sibuk mengobrol dengan temannya seketika berhenti saat melihat Zelta di sana. Dia membiarkan teman-temannya mencari meja sementara dia menghampiri Zelta.

"Kamu ngapain di sini? Kok nggak bilang ke aku kalau ke sini?" tanya Rayan.

Zelta mengabaikan pertanyaan Rayan dan malah melempar pertanyaan lain, "Kamu tadi kenapa nggak masuk kelas?"

Rayan menarik kursi terdekat dan bekata, "Duduk dulu."

Mereka duduk bersebrangan dengan meja yang membatasi. "Aku tadi nemenin Tessa di UKS," jelas Rayan dengan suara yang terdengar ragu-ragu.

Zelta masih bisa terlihat tenang meski hatinya terbakar api amarah. "Kalian bener-bener cuma temen lama? Apa hubungan pertemanan kalian emang sedalem itu? Sampai keliatannya kalian kayak nggak bisa hidup tanpa satu sama lain."

Rayan sedikit tersentak dengan pernyataan Zelta di akhir kalimatnya. Matanya turun sedikit ke bawah, menghindari tatapan mata Zelta yang sampai detik ini masih terlihat lembut. "I-iya, dulu aku sama dia emang deket banget, dia udah aku anggep kayak adik aku sendiri. Aku ngerasa jadi kakak yang harus ngelindungi dia." Rayan berbohong dengan lancar, namun tidak cukup membuat Zelta percaya begitu saja.

"Oh, ya?"

"Iya, Sayang. Kamu nggak perlu khawatir."

Zelta tersenyum kecut melihat betapa meragukannya perkataan pacarnya. Dia menoleh ke jendela, melihat mobil supirnya setia menunggunya di parkiran cafe.

"Aku pulang, ya. Aku ada bimbel online," ucap Zelta, tidak ingin memperpanjang obrolannya dengan Rayan yang dibumbui omong kosong.

Rayan mengangguk. Mereka berdua sama-sama berdiri. Saat melihat Zelta berjalan dengan terpincang, Rayan buru-buru membantunya berjalan hingga ke mobil supir pribadi Zelta. Rayan membuka pintu mobil di kursi belakang dan membantu Zelta duduk.

"Get well soon, Sayang. Kalau udah sampai rumah kabarin, ya," ucap Rayan sebelum menutup pintu mobil.

Zelta tidak membalas dan hanya menyunggingkan seulas senyum tanpa arti.

***

Sesampainya Zelta di rumah, ia berpapasan dengan Tessa di ruang tengah. Tessa tengah membawa sepiring roti di tangannya. "Baru pulang, Zel?" tanya Tessa dengan nada dan senyum yang ramah.

Zelta hanya berdeham lalu melewati Tessa. Namun di langkahnya yang keempat ia berhenti, lantas berbalik melihat Tessa. "Gue mau tanya sesuatu, tapi apa lo bisa jujur? Apa pun jawaban lo, gue nggak akan marah," tuturnya.

Tessa yang tiba-tiba diberi rentetan kalimat itu langsung tertegun. Dia tahu kemana arah pembicaraan Zelta. Dia takut jawabannya akan membuat Zelta marah. "Iya," jawab Tessa dengan suara pelan.

"Sebenarnya hubungan lo sama Rayan dulu itu apa? Serius cuma temen aja?" Zelta bertanya tanpa banyak basa-basi.

Tessa tidak langsung menjawab, melainkan diam sejenak untuk memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan. Namun tampaknya Zelta bukan orang yang mudah dibohongi, jadi dengan kepala tertunduk Tessa menjawab dengan takut, "Bukan. Gue sama Rayan dulu bukan cuma temen." Tessa memberanikan diri untuk sedikit mendongak, namun ketika ia bertemu tatap dengan mata Zelta, ia segera mengalihkannya dengan menatap ujung pundak Zelta. "Gue... gue sama Rayan dulu sempet pacaran," ungkapnya.

Zelta sama sekali tidak terkejut. Ia sudah menduganya. Ia bertanya hanya untuk memastikan. Cewek itu mengambil satu hembusan napas, lalu berkata, "Lo tau, kan, sekarang Rayan itu pacar gue? Gue harap lo bisa jaga perasaan gue dengan sedikit jaga jarak sama Rayan."

Zelta's HatredTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang