🌹Part. 20

3.9K 158 14
                                    

"Tara, kamu beneran nggak mau makan malam dulu? Sekarang udah jam sembilan, nanti kamu sakit perut," ujar Zavian seraya menyetir tanpa menoleh pada gadis dengan kepang dua itu.

Satu detik, dua detik, tiga detik berlalu. Namun, tidak ada respons apapun dari gadis itu. Tepat saat mereka memasuki parkiran di basement apartemen itu. Zavian menoleh pada Tara.

"Ternyata gadis galak ini tidur," gumam Zavian sembari tersenyum tipis.

Rasanya Zavian tidak tega, kalau harus membangunkan gadis ini. Tara terlihat begitu lelah, jujur saja Zavian kesal dengan orang yang memberikan tugas banyak pada Tara hanya karena gadis ini adalah staf baru.

Kalau dibiarkan Tara tidur dengan posisi duduk, bisa-bisa tubuh gadis ini akan pegal. Zavian pun keluar dari mobil, lalu menggendong Tara menuju apartemennya. Hari ini memang cukup melelahkan selain mengurus pakaian untuk pernikahan. Mereka juga mampir ke salah satu ballroom di hotel berbintang untuk memeriksa ballroom itu.

Zavian membuka pintu apartemen sembari menggendong Tara di punggungnya. Kali ini Zavian akan membiarkan Tara untuk beristirahat sebentar sambil menunggu makan malam yang dia pesan. Zavian tidak mau membiarkan Tara tidur dengan perut kosong.

Setelah sampai di kamar gadis itu, pelan-pelan Zavian membaringkan tubuh Tara. Jujur saja, dia masih tidak percaya kalau gadis ini benar-benar cantik dengan gaun pengantin. Entah, apa yang terjadi pada enam bulan pernikahan kontrak mereka itu. Yang perlu Zavian lakukan akan membantu Tara dan keluarga.

Zavian terduduk di sisi ranjang seraya mengusap lembut rambut Tara. Saat Zavian hendak bangkit berdiri, sorot matanya terhenti pada boneka bebek berwarna kuning yang berada di sebelah Tara. Entah, perasaan atau bukan, Zavian merasa familiar dengan boneka itu.

"Pak Zavi," panggil Tara dengan suara pelan membuat Zavian menoleh.

"Kamu tidur dulu aja, Tara. Saya udah pesan makan makan buat kita. Nanti kalo udah sampai saya bangunkan," ujar Zavian dengan senyuman tipis.

Ketika Zavian hendak bangkit berdiri, Tara menahan pergelangan tangannya dan membuat pria itu menoleh. "Kamu kenapa, hm?" tanyanya dengan suara lembut.

"Ka-kalo Pak Zavi nggak keberatan … hm, Pak Zavi bisa gendong saya ke dapur nggak? Saya benar-benar capek sampai nggak sanggup berdiri," tutur Tara.

Tara benar-benar merasa tidak enak pada Zavian. Jujur saja, rasanya sedikit memalukan. Tiba-tiba saja dia harus meminta Zavian untuk menggendongnya.

"Boleh, Tara," balas Zavian, lalu menyelip tangannya di bawah kaki dan punggung gadis itu. "Peluk leher saya, biar kamu nggak jatuh."

Tara mengangguk kecil dan mengalungkan tangannya di leher Zavian. Karena terlalu malu Tara sampai tidak sanggup menatap wajah Zavian. Tara malah memalingkan wajahnya ke dada bidang Zavian. Semoga saja pipinya tidak memerah.

Zavian menurunkan Tara di sofa. "Kamu ke dapur ngapain?"

"Cuma mau minum air anget."

"Kalo gitu saya aja yang ambil. Kamu pasti lemes karna masih datang bulan. Biar saya aja."

Tara menggeleng kecil. "Jangan Pak Zavi, biar saya aja," sahutnya hendak bangkit. Namun, Zavian mendorong pelan bahu Tara agar kembali berbaring.

"Kamu duduk diam di sini." Zavian pun langsung beranjak menuju dapur dan mengambil air hangat. "Tara," panggil Zavian tanpa menoleh.

"Kenapa, Pak Zavi?"

"Kamu mau pulang sekarang?"

Sejenak Tara terdiam. Dia penasaran kenapa Zavian sudah tahu, kalau dia akan keluar. Padahal Tara belum mengatakan apapun.

Contract and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang