"Ma--" panggil Nadia. Berdiri tepat di samping Hana yang sedang fokus menghadap kompor. Sore ini, Hana tengah menghangatkan makanan yang dia masak tadi pagi.
Hana menoleh. Tanpa menjawab panggilan Nadia. Namun, dari lagat Nadia, Hana tahu ada yang ingin ditanyakan putrinya itu.
Nadia ikut-ikut mengaduk gulai yang masih terlihat penuh itu. Semenjak Papa menikah dengan Mama Hana, kehidupan mereka terasa lebih teratur. Tidak ada lagi itu makan siang yang direkap menjadi makan sore. Bangun pagi, tapi baju sekolah belum di setrika. Atau, rambut yang kucel karena lupa dikeramas. Serta kesemrawutan yang selalu terjadi saat mereka hanya hidup berdua.
Terus terang, Nadia sangat menyayangi Mama sambungnya ini. Meski belum pernah diasuh oleh Mama kandungnya, bagi Nadia perlakuan Hana padanya melebihi dari Mama kandungnya sendiri. Tak ada beda perlakuan antara dirinya dan ketiga anak kandung Mama Hana. Semua kasih sayangnya, sama ratanya dengan Ayana, Ayunda dan Aisyah.
Kadang Nadia berpikir terbuat dari apa hati Mama Hana ini? Kenapa begit lapang sekali menerima dirinya yang jelas-jelas bukan anak kandungnya? Bahkan, kadang tak jarang Nadia bertengkar dengan Ayana gara-gara hal sepele. Dan Mama Hana, tidak pernah berat sebelah dalam menghukum mereka.
"Apa? Kamu tadi manggil Mama buat apa?" Tanya Hana, menyadarkan Nadia yang tiba-tiba diam.
Hana mematikan kompor. Kali ini fokus menatap Nadia. Sedikit menyipitkan matanya. Bahkan tubuh mereka sudah penuh saling berhadapan.
Pelajaran yang selalu Hana ingat;
Ketika anak beranjak remaja, maka perbanyaklah waktu untuk mendengarkan cerita mereka. Jangan sampai di saat orang tua mengabaikannya, dan ingin memperbaiki lagi, anak sudah mendapatkan orang lain sebagai tempat curhatnya. Bagus kalau yang dicurhati adalah orang yang bisa meluruskan dan memberi nasehat positif. Bagaimana kalau yang dicurhati justru sebaliknya?
Nadia terdiam sesaat, lalu memutar bola matanya melirik ke arah ruang keluarga. Dimana, Hanif sedang sibuk di depan skripsi milik mahasiswanya.
"Jangan bilang kalau ini ada hubungannya dengan ultah siapa tadi--Saa..mantha, ya? Nope. Kalau untuk itu, Mama setuju sama Papa kamu. Gak baik ada remaja, perempuan, keluar malam-malam! Kecuali--"
Nadia menggeleng. "Iya! Nadia gak akan pergi, kok, Ma! Tenang aja. Nadia tahu, sekeras apapun Nadia usaha tuk ngebujuk, tetap gak akan dikasih izin, kan?" Potong Nadia.
Hana tersenyum lembut. Lalu mengacak rambut hitam Nadia. "Mama tahu kamu itu pintar, dan dewasa!"
Nadia mengangguk.
"Lalu, apa sebenarnya yang ingin kamu tanyakan?" Lanjut Hana. Dan ini satu lagi yang selalu membuat Nadia betah bercerita sangat lama dengan Mama Hana. Mama Hana itu peka. Se peka, saat Nadia belum makan siang, lalu mengaku sudah makan karena sedang tidak berselera makan. Dan Mama Hana akan membuatkan soto kesukaannya.
Mama Hana itu, mood booster. Bagi Nadia tentunya. Dan bagi Papa khususnya. Tak ada lagi raut tertekan dan kesedihan yang Nadia tangkap dari wajah Papanya setelah menikah dengan Mama Hana. Seperti ada beban yang terangkat saat Mama Hana ada di sisi Papa.
"Memangnya, waktu Mama kenal papa saat kuliah, Papa orangnya protektif juga, ya?" Tanya Nadia. Membuat Hana tertawa pelan. Hana tahu kemana arah pertanyaan Nadia. Pasti masih seputar kenapa dia tidak diperbolehkan pergi ke ulang tahun temannya.
Hana berpikir sebentar sebelum akhirnya menjawab keingintahuan Nadia.
"Iya, protektif banget!" Jawab Hana yang disambut beliakan mata dari Nadia.
"Serius, Ma? Bahkan belum jadi pasangan hidup?" Tanya Nadia tak percaya. Lalu kembali melirik Hanif yang masih berkutat dengan tugasnya. "Ckk, pantasan aja Nadia juga diperlakukan sama." Gumam Nadia.
"Kamu gak suka ya, di perlakukan seperti itu oleh Mama dan Papa?" Tanya Hana, pelan.
Nadia tergagap, karena tidak sadar kalau gumamannya, didengar oleh Mama Hana.
"Bukan gak suka, Ma. Tapi, Nadia kadang merasa jadi anak tiri aja di sekolah. Setiap ada kegiatan, pasti mereka gak pernah mau melibatkan Nadia lagi. Padahal, kegiatan ekstra kurikuler itu juga penting untuk nilai." Jelas Nadia. "Teman-teman Nadia udah pada hapal, kalau Nadia sulit dapat izin dari Papa."
Hana menghela napas pelan. Persis seperti dirinya waktu masih remaja dulu. Ayahnya juga memperlakukan Hana seperti Hanif memperlakukan Nadia. Kadang, Hana merasa bersalah juga terlalu ketat dalam menjaga Nadia. Tapi Hana berbuat seperti itu karena Hanif yang meminta, dan melihat pergaulan anak sekarang. Sungguh membuat Hana bergidik ngeri. Jangan sampai Nadia menjadi korban kekerasan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
Biarlah, kalau dikatakan sedikit kolot atau tidak maju. Yang penting Nadia dan anak-anaknya sehat dan selamat.
"Bukannya Mama gak ngerti gimana rasanya jadi kamu, Nad. Sebagai anak remaja, jiwa ingin tahu kamu pasti lebih mendominasi. Di usia seperti sekaranglah kalian akan mencari tahu segala sesuatu yang membuat kalian penasaran. Tapi, melihat tingkah polah anak sekarang, jujur Mama sedikit ngeri, Nad. Makanya Mama setuju sama keputusan Papamu."
Nadia diam. Terlihat dia menggigit bibir bawahnya. Hana meraih tangan Nadia. "Kamu--gak senang ya, Mama terlalu ikut campur?" Tanya Hana hati-hati. Nadia menggeleng cepat.
"Nggak kok, Ma! Nadia senang malah. Nadia bersyukur punya Mama seperti Mama Hana. Nada jadi punya tempat buat curhat." Jelas Nadia menatap dalam manik mata Hana. "Mama itu--ibarat oase buat Nadia dan Papa. Gak ada Mama, entah gimana Nadia sekarang."
Hana menepuk tangan Nadia. "Gombal kamu!" Sambil merengkuh Nadia ke dalam pelukannya. "Mama juga beruntung bisa punya anak secantik dan sebaik kamu, Nad!" Puji Hana.
"Papa juga, kan? Jangan lupakan Papa, Ma. Nanti dia bisa uring-uringan." Celetuk Nadia, membuat mereka berdua tertawa.
Seseorang yang sedang duduk tak jauh dari dua perempuan itu, tersenyum bahagia. Entah mengapa dadanya terasa hangat saat melihat pemandangan seperti ini.
Fiuuhh. Tak sia-sia pilihannya jatuh kepada Hana, dengan segala kebaikan yang dimiliknya. Bahkan Nadia bisa begitu dekat dengan Mama sambungnya itu.
#####
07 Agustus
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU COMPLETE ME ( Sekuel CINTA H2-Life After Married)
ChickLit..bagaimana jika sampai nanti tidak akan pernah ada anak di antara kita? ( HANA) ...seberapa berat cobaan, aku akan menjadi perisai kalian. because, You complete me ( HANIF) Ini kisah tentang Hana, Hanif dan keempat anak perempuan mereka. menjelang...