"Nadia!" Panggil suara ketika Nadia baru saja keluar dari pintu gerbang sekolah. Beberapa siswa sudah dijemput oleh orang tua, dan angkot jemputan yang memang disewa untuk menjemput mereka.
Nadia menghentikan langkah. Memerhatikan orang yang baru saja memanggil namanya. Begitu mengetahui siapa orangnya, sontak wajah Nadia pucat. Nadia bersiap mengambil langkah seribu untuk segera hengkang. Namun, kecepatan dan kesigapan Nadia untuk melarikan diri, kalah cepat dari sosok yang menunggunya.
Hup! Tangan Nadia sukses dicekal oleh sosok itu. Nadia meronta.
"Lepas!" Jerit Nadia.
"Nadia!! Dengarkan saya dulu! Saya nggak akan menyakitu kamu! Percayalah!" Masih berusaha memegang tangan Nadia. Bahkan lebih erat lagi.
"Tolooongg!!" Nadia menjerit sekuat hatinya. Mulai meronta. Sayang, jarak Nadia dan sekolahnya sedikit jauh sehingga tidak ada yang merespon jeritan Nadia.
Nadia hampir menangis. "Pleassee Nadia! Saya nggak akan mencelakaimu! Saya hanya ingin kita bisa saling bicara saja!" Ucap sosok itu setengah panik. Apalagi Nadia susah sekali diajak kerjasama. Sedari tadi, dia selalu berusaha untuk melepaskan diri.
"Tolooongg omm, Saya mau pulang! Saya nggak mau bicara sama om!" Rengek Nadia.
Sosok itu menghembuskan napas kasar. Kesal. Seolah dirinya adalah bandit yang menakutkan bagi putrinya sendiri.
"Oke! Saya akan biarkan kamu pulang, kalau kamu mau saya ajak bicara baik-baik!" Ucapnya menatap Nadia, yang memilih menunduk.
"Lihat saya Nadia! Apa saya terlihat jahat di mata kamu?! Kalau saya memang jahat, sangat gampang untuk saya menculik kamu! Tinggal saya sewa saja preman-preman itu, dan dalam sekejap saja kamu sudah berada di tangan saya! Dan sangat gampang juga bagi saya untuk memanipulasi kematian kamu!" Tekannya, masih belum mau melepas tangan Nadia.
"Bertahun-tahun saya mencari kamu! Nggak sedetikkpun saya ingin mencelakai kamu! Huh, si Hanif itu pintar juga menjaga kamu, ya?!!" Seringainya. "Jadi, mau kah kamu mendengarkan cerita saya?!" Ulangnya lagi. Nadia bergeming.
"Oke, saya lepas kamu. Tapi tolong jangan lari! Kalau kamu lari, seterusnya saya akan tetap menunggu kamu di sini! Tidak peduli Papa kamu yang sok pahlawan itu melapor pada yang berwajib!" Tatapnya lurus ke Nadia.
Tak ada pilihan lain, Nadia mengangguk pelan. Sosok itu tersenyum. Perlahan raut tegang di wajahnya mengendur. Begitu juga Nadia. Walau tetap berusaha untuk membuat kuda-kuda.
"Ayo duduk di sini" pintanya menepuk bangku dari batu itu dengan tangannya. Nadia menghempaskan pantatnya, dan memilih jarak selitar seratus meter dari sosok itu.
Jalanan sekolah sudah mulai sepi. Nadia berharap Papa atau Mama Hana akan menjemputnya. Sehingga dia bisa melarikan diri dari orang di sampingnya ini. Nadia melirik sosok di sampingnya takut-takut. Memang dari tampilan dan wajahnya, dia tidak pantas ditakuti. Tapi, seramah apapun orang asing, Nadia selalu menjaga untuk bersikap waspada. Petuah dari Mama Hana untuk bisa menjaga diri, selalu Nadia pegang.
"Sudah kelas berapa kamu sekarang?" Tanyanya memulai percakapan. Melihat Nadia. Cepat-cepat Nadia membuang pandang.
"Kelas dua."
"Hmm, berarti setahun lagi, kamu lulus! Ada rencana kuliah?" Tanyanya lagi. Nadia mengangguk. "Bagus! Memang sudah seharusnya seperti itu! Kalau kamu mau kuliah, Saya bisa membiayai kuliahmu! Mau dimana saja, terserah kamu! Kalau kamu mau ke luar negeri juga boleh! Justru itu lebih bagus, karena bisa membuka wawasan kamu." Ceritanya.
"Ss..sa..saya mau di sini saja!" Jawab Nadia terbata.
"Kenapa?!" Tanyanya. Lalu teringat sesuatu. Pasti karena Si Hanif itu. Mau tak mau senyum smirk muncul dari wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU COMPLETE ME ( Sekuel CINTA H2-Life After Married)
ChickLit..bagaimana jika sampai nanti tidak akan pernah ada anak di antara kita? ( HANA) ...seberapa berat cobaan, aku akan menjadi perisai kalian. because, You complete me ( HANIF) Ini kisah tentang Hana, Hanif dan keempat anak perempuan mereka. menjelang...