#7

506 61 0
                                    

19.00 WIB

Makan malam itu selesai seperti biasanya. Namun sebelum semuanya beranjak dari meja makan, Hana menanyai Nadia perihal laki-laki yang menunggunya beberapa hari yang lalu di halte sekolah.

"Masih ditungguin juga, Nad?" Hana membuka percakapan.

"Nggak, Ma." Jawab Nadia sambil melirik Hanif sekilas.

"Syukurlah. Mama takut aja, kalau dia berniat jahat. Yang penting kamu hati-hati, ya! Ingat pesan Mama, nunggunya di dalam kelas aja, jangan di Halte."

"Iya, Ma." Nadia meneguk air putih di dekatnya sebanyak mungkin. Mencoba mengusir kegugupan di wajahnya.

"Ya sudah, Mama mau beres-beres dulu. Ayana, sekarang giliran kamu yang nyuci piring, kan?" Mata Hana tertuju ke arah Ayana yang duduk di samping Nadia.

"I--iya, Ma." Ayana yang memegang ponsel di tangannya, mendadak gugup. Mengangguk cepat sebelum Mamanya berceloteh panjang. Entah mengapa, beberapa bulan terakhir ini, Mamanya selalu saja marah-marah. Kalau tidak ada yang sesuai, marah. Terlambat bangun, marah, telat pulang main dari rumah teman, marah. Nonton tv, marah. Semuanya hanya marah saja. Padahal dulu, bisa dihitung berapa kali Mamanya marah.

Ayana membereskan piring dan gelas kotor, lalu meletakkannya di wastafel. Nadia ikut berdiri di samping Ayana.
"Kakak bantu, ya? Biar habis ini kamu bisa belajar."

Ayana mengangguk. "Kakak besok gak ada ulangan?" Tanya Ayana balik. Nadia menggeleng. "Memangnya siapa yang suka gangguin kakak di halte?"

Nadia menganggkat bahu. "Gak tahu."

"Kok, gak tahu? Kakak gak kenal?" Nadia menggeleng. "Jangan-jangan penggemar rahasia lagi, kak." Kekeh Ayana, membuat Nadia manyun.

"Tahu apa kamu tentang penggemar rahasia?"

"Ya tahu, lah! Kayak yang ngasih coklat diam-diam itu ke kakak, kan?"

Nadia langsung membekap mulut Ayana, membuat mulut Ayana menjadi basah oleh air bekas sabun. "Jangan sampai ketahuan Papa, ya?" Bisik Nadia. Ayana menoleh ke belakang, melihat Hanif yang sedang asyik bercengkrama dengan Aisyah dan Ayunda.

"Siapa ya, namanya...umm, Haikal ya, kak?" Goda Ayana membuat Nadia makin keki.

"Kamu diam bisa gak sih? Jaga rahasia, napa? Ntar kalau dikasih coklat lagi, gak kakak bagi kamu!" Ancam Nadia. Ayana mengerucutkan bibirnya, membuat tanda peace dengan kedua jarinya.

"Belum selesai juga?!" Tahu-tahu Hana sudah berdiri di belakanv mereka. "Kenapa dibantuin, Nad? Kan bagian kamu juga ada besok?"

"Gak papalah, ma. Seru aja nyuci piring berdua." Jawab Nadia asal, sembari menaikkan alisnya melihat ke Ayana. Yang ditatap ikut tersenyum.

"Ya udah, kalau udah selesai, langsung ke atas. Sholat Isya." Titah Hana, yang diangguki Nadia dan Ayana. Setelah membereskan pekerjaan mereka, Ayana dan Nadia beranjak naik ke atas.

Hana kembali ke ruang tengah,bergabung bersama Hanif dan kedua anak mereka.

"Ayunda, Aisha sholat isya dulu, sama kakak-kakak kamu." Titah Hana. Ayunda yang sedang asyik menonton film kartun, sedikit terusik. Melirik Hanif meminta pembelaan. Tapi Hanif malah mengusap kepala Ayunda, agar mengikuti perkataan Mama mereka.

Sepeninggalan anak-anak, Hana merebahkan dirinya di samping Hanif.

"Kamu udah selidiki, siapa yang suka nungguin Nadia di halte, Yang?" Hana melirik Hanif.

"Belum."

"Kok, belum? Ntar orang jahat lagi."

Tubuh Hanif berputar sepenuhnya menghadap Hana. "Gak pa-pa, Han. Paling juga orang iseng!"

"Orang iseng gimana?!" Tubuh Hana langsung bangun demi mendengar perkataan suaminya. "Jelas-jelas dia lihat Nadia tuh, gak biasa banget. Udah kaya--" Hana mencari kalimat yang tepat.

Bukannya mendengarkan secara serius, Hanif malah tertawa lebar, membuat Hana tersinggung.

"Kamu gak percaya sama aku, ya?" Tanya Hana tak senang.

"Percaya, Hana! Tapi, itu kan baru prediksi kamu aja." Hanif menarik lengan Hana agar mendekat lagi. Bukannya pasrah, Hana malah melepaskan tangan Hanif dari lengannya. Lalu berlalu pergi dengan perasaan kesal.

"Han! Hana!"

Percuma, Hana sudah tidak menyahut lagi.

####

Hanif juga tidak bisa membohongi dirinya kalau dia sendiri juga dilanda rasa khawatir seperti halnya Hana. Tiba-tiba, ketenangam yang telah berlangsung sangat lama harus terusik gara-gara seseorang yang dengan seenak jidatnya duduk dan menunggu di halte sekolah. Menunggu Nadia!

Ada perasaan was-was yang berkecamuk di dada saat Nadia terlihat pucat saat laki-laki itu memanggil Nadia dengan entengnya.

Ini sudah keempat kali Hanif melihat dia masih duduk di halte itu. Di jam-jam pulang sekolah. Bersyukur Nadia sudah diwanti agar tidak menunggu Hanif dan Hana di halte sekolah. Melainkan di dalam sekolah. Terlebih dahulu Hanif sudah meminta pertolongan kepada wali kelas Nadia yang kebetulan mempunyai mobil yang terparkir di halaman sekolah--meminta Nadia untuk ikut dengan mobil itu terlebih dahulu, barulah Hanif menjemput di halte berikutnya.

"Papa kenal?" Tanya Nadia waktu itu, saat meminta Nadia untuk pulang bersama gurunya terlebih dahulu.

"Entahlah, papa cuma takut saja, Nad!"

"Takut kenapa?!"

"Takut kamu diambil dari Papa!"

Bukannya takut, Nadia malah tertawa lepas. Seolah itu adalah joke di siang hari. Mengingat, pelajaran terakhir adalah pelajaran Kimia yang sulitnya membuat kepala Nadia berasap.

"Ngapain juga dia ngambil Nadia, Pa?memangnya Nadia anak Sultan yang bisa bikin dia kaya?" Cecar Nadia. Hanif hanya menyunggingkan senyum. Lalu melirik Nadia sekilas.

Andai kamu tahu yang sebenarnya, nak. Apa kamu masih bisa tertawa? Dan bayangan Nadia kabur saat usianya sepuluh tahun kembali ditayangkan di benak Hanif. Jika dulu Nadia masih bisa didongengkan. Apakah sekarang akan masih bisa juga? Apa Hanif sanggup menghadapi berbagai macam pertanyaan yang keluar dari mulut Nadia?

Mendadak, ketakutan yang Hana lontarkan kepadanya, juga dirasakan oleh Hanif. Lambat laun Nadia juga akan tahu tentang kisah hidupnya. Hingga saat itu datang, siapkah Hanif menghadapi segala konsekuensinya?

Tetap bersama, atau ditinggalkan oleh Nadia yang sudah dia rawat sedari merah?

####

Aku kembali,,

Akhirnya, bisa update lagi

05 Oktober 2021

YOU COMPLETE ME ( Sekuel CINTA H2-Life After Married)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang