#15

561 31 4
                                    

Setelah menyelesaikan tugas pagi seperti menyiapkan bekal anak-anak dan suami serta mengantarkan mereka ke sekolah, Hanya kembali pulang ke rumah untuk melanjutkan pekerjaan yang sudah dia rencanakan sejak kemarin.

Rencananya hari ini dia akan memasak, mencuci dan membereskan beberapa barang yang tidak terpakai di gudang yang sudah sangat lama menumpuk. Kalau ada yang masih bagus akan dia sumbangkan saja ke panti asuhan atau ke orang-orang yang membutuhkan. Beruntung Hana bukan tipikal orang yang senang membeli karena keinginan. Selama menikah dengan Hanif, boleh dikatakan Hana tidak banyak membeli barang-barang karena Hanif sudah menyediakan semuanya. Dan barang-barang yang ada di gudang itu adalah barang-barang yang pernah Hana punya saat menikah dengan Agung.

Tidak bermaksud menjadi orang yang sombong. Tapi, Hana hanya tidak ingin karena barang itu dia mengingat lagi kenangan lalu.

Pekerjaan pertama Hana mulai dengan mencuci piring. Tidak butuh waktu lama, Hana sudah pindah ke mesin cuci. Hana memilah baju-baju sekolah dengan baju harian. Memisahkan mereka. Lalu lanjut mengisi air ke dalam mesin cuci.

"Sepertinya ada yang kurang!" Hana memerhatikan semua baju sekolah anak-anaknya. "Kayaknya hanya jilbab Nadia yang belum kelihatan!" Pikir Hana. Dan tangan Hana kembali mencari jilbab Nadia di antara tumpukan baju.

"Tidak ada!" Hana mengingat, "mungkin di dalam kamar Nadia!" Hana pun bergegas naik ke lantai dua menuju kamar anak sambungnya itu.

Anak-anak memang tidak pernah mengunci kamar mereka. Tapi sebagai orang tua, Hana dan Hanif cukup tahu diri untuk selalu menjaga privasi anak perempuannya. Terlebih mereka sudah dalam tahap anak-anak menuju remaja, yang memang butuh tempat untuk diri sendiri.

"Maaf ya, Nad! Mama masuk ke kamar kamu--!" Hana mendorong pintu kamar Nadia perlahan. Lalu masuk dan mencari jilbab Nadia di gantungan baju. Karena tidak ketemu, Hana mencari ke keranjang tempat pakaian kotor. Tidak ada juga. Hana mengulum senyum. Mungkin masih dipakai Nadia, gumam Hana, berniat bangkit dari jongkoknya. Namun, saat hendak meletakkan keranjang pakaian ke posisi yang lebih benar, tanpa sengaja mata Hana melihat ada bungkusan besar di bawah tempat tidur.

Hana menyipitkan matanya. Sambil berpikir bungkusan apa itu. Karena tidak ingin terusik oleh rasa penasaran, Hana menarik bungkusan itu keluar. Hati-hati Hana membuka bungkusan itu dan mendapati sebuah boneka di dalamnya dalam kondisi yang masih baru.

Hana tersenyum tipis. Berpikir boneka itu adalah hadiah dari salah satu teman Nadia di sekolah. Karena tidak ingin diketahui oleh orang tuanya, makanya Nadia menyimpannya di bawah kasur.

Hana kembali memasukkan boneka ke dalam bungkusan itu. Berpikir bahwa tidak ada hal yang perlu dia risaukan. Nanti, jika ada waktu dia akan bercerita kepada Nadia bagaimana menghadapi lawan jenis dengan segala rayuan gombal mereka. Anak-anak jaman sekarang harus dinasehati secara perlahan. Tidak seperti dia semasa remaja. Disaat ada lawan jenis yang berkunjung ke rumahnya, Ayah langsung pasang badan di depan pintu rumah, bertanya ada keperluan apa. Sampai-sampai teman-teman Hana tidak ada yang mau mengerjakan tugas kelompok di rumahnya. Keburu takut melihat wajah Ayahnya.

Hana membenarkan bungkusan itu. Menatapnya sedikit lebih lama. Tangan Hana pun bergerak mengelus bungkusan itu. Dan teringat, apa mungkin selain Boneka, Nadia dikirimi surat, ya? Batin Hana. Lalu kembali mengeluarkan boneka dan memeriksa isi di dalamnya.

"Tuh, kan benar!" Hana berdecak. "Nggak mungkin nggak ada mukadimah!" Tawa Hana, mengeluarkan bungkusan dan beberapa buah buku yang masih belum dilepas sampul plastiknya. Hana meletakkan buku-buku itu di pangkuannya. Tangannya memegang amplop yang lumayan besar. Mengeluarkan isinya. Hana sudah berharap akan menemukan kata-kata puitis ala anak remaja milenial alih-alih hal yang lain. Namun, begitu Hana mengeluarkan isi amplop itu, Hana tercengang lantas terkejut. Seketika detak jantungnya berdegup amat kencang.

Hana merasakan langkah kaki seseorang berjalan menujunya. Sayangnya Hana kelimpungan untuk membereskan kekacauan yang disebabkan oleh dirinya, sehingga tidak sempat memasukkan barang-barang itu kembali ke tempat semula.

Hana pasrah. Siapapun itu, Hana pasrah. Bahkan Nadia sekalipun.

"Hana! Ternyata kamu di sini?!" Suara Hanif. Mengagetkan. Dan orangnya sudah berdiri di depan pintu sambil menatap Hana lekat. "Kamu lagi nyuci? Itu air udah mau melimpah!" Hanif berjalan mendekat. " Lihat apa, sih?!" Sembari Jongkok di samping Hana.

Hana pucat pasi. Lama Hana menunggu reaksi suaminya.

Seketika rahang Hanif mengeras. Deru napasnya terdengar jelas sekali. Hanif marah. Tepatnya menahan amarah. Itu terlihat dari kepalan tangannya yang memegangi kertas-kertas yang ternyata adalah foto mendiang Ibu kandung Nadia.

"Hanif--" panggil Hana berbisik.

"Bagaimana foto ini bisa ada di sini?!" Tanya Hanif dingin, berbalik menatap istrinya. "Siapa yang memberikannya ke kamu?"

Hana menggeleng, "aku juga tidak tahu. Sudah ada di kamar ini saat Aku--" Hana meraih tangan suaminya. "Dia Ibunya Nadia, tidak ada salahnya kan, Nadia menyimpan foto-foto Ibu kandungnya sendiri?"

Hanif menggigit bibirnya. Jakunnya turun naik membayangkan Nadia sudah pintar membohonginya sekarang. Kapan Nadia bertemu dengan laki-laki itu?! Kenapa bisa luput dari perhatiannya?!. Hanif membaca secarik memo yang bertuliskan nomor telepon seseorang. Sekilas, senyum sinis tersungging di wajah Hanif.

Jadi kamu masih ingin mengambil Nadia dariku?! Jangan harap!!. Hanif meremas kertas itu, lalu melemparnya.

"Hanif!" Panggil Hana.

"Hari ini Aku yang jemput anak-anak ke sekolah mereka!" Ujarnya, detik berikutnya bangkit dan meninggalkan Hana yang hanya bisa menghela napas dalam kebingungan.

****

20 februari 2023

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

YOU COMPLETE ME ( Sekuel CINTA H2-Life After Married)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang