Hanif baru keluar dari kamar mandi saat Hana sedang memebersihkan tempat tidur mereka. Malam sudah beranjak pekat. Hanif baru selesai memeriksa skripsi Mahasiswanya. Dirasa sangat lelah, Hanif pun beranjak masuk ke kamar.
Hana menatap suaminya itu sekilas. Hanif sudah meletakkan kaca matanya di samping tempat tidur. Tubuhnya sudah berada di atas kasur dengan kepala bersandar ke bantal yang di letakkan di belakang punggung.
Hana menyodorkan air putih hangat untuk Hanif.
"Makasih." Menerima pemberian Hana. "Cerita apa tadi Nadia sama kamu, Han?" Tanya Hanif setelah segelas air minum itu dihabiskannya.
"Kepo, ya?" Goda Hana, ikut naik ke atas kasur. Tubuhnya miring menghadap Hanif.
"Kepo? Gak boleh kepo sama istri dan anak sendiri?" Bela Hanif, ikut memiringkan tubuhnya. Hana tertawa. Di balik sifat kaku Hanif, suaminya ini menyimpan sisi lain yang membuat Hana kadang candu menggodanya. Kadang Hanif itu bisa lebih kekanakan dibandingkan Ayana dan Ayunda.
"Boleh, kok! Yang bilang gak boleh siapa?" Balas Hana tak mau kalah. Tersenyum tipis.
"Jadi, apa yang kalian berdua bicarakan?" Hanif mulai serius.
"Nadia nanyain aku, apa dulu waktu masih kuliah, kamu seprotektif ini juga sama aku?"
Dua alis Hanif terangkat. "Ya kujawab aja, iya.""Lalu--?" Hanif yakin bukan hanya itu yang membuat Nadia bertanya.
"Ya, aku nanyain Nadia juga, apa dia merasa terkekang karena pergerakannya dibatasi juga oleh kita? Soalnya, Nadia cerita juga, kalau di sekolah terkadang dia di anak tirikan, gak pernah ditanyain tentang keikutsertaannya di kegiatan eskul di luar sekolah," Hana memandang Hanif sekilas. "Menurutmu, kita terlalu berlebihan gak, sih?" Tanya Hana meminta pendapat.
Hanif kembali menyandarkan punggungnya ke bantal.
"Apa kita perlu memberi kelonggaran sedikit pada Nadia? Anak sekarang, lebih aktif dibanding generasi kita. Takut aja kalau dikekang malah lebih berontak."
Hanif menghela napas. Lalu menggeleng. "Kamu tahukan, kenapa aku begini pada Nadia? Kamu masih ingat hal yang terjadi kepada ku belasan tahun lalu?" Tanya Hanif. Hana mengangguk tipis. "Aku tidak ingin Nadia bernasib sama seperti Ibu kandungnya. Dan sebelum pergi, Ibu Nadia berpesan agar aku menjaga Nadia sebaik mungkin. Jangan sampai dia mengalami nasib tragis, dan itu, terus terang akan membuatku semakin merasa bersalah nantinya!"
"It's okay untuk lebih keras pada Nadia sekarang, Han! Dia masih remaja. Pasti ingin tahu semua hal. Ingin mencoba hal-hal baru. Kalau kita beri dia kelonggaran sedikit saja, dan dia merasa nyaman, apa kamu bisa menjamin dia akan meminta kelonggaran yang lebih besar nantinya?"
"Biarkan saja seperti ini dulu, ya? Memang sudah tanggung jawab kita untuk menjaga anak-anak kita, kan? Aku gak mau aja, Han, saat di Yaumil hisab nanti, keempat anak-anakku malah menuntutku karena tidak pernah mendidik dan mengajarkan mereka ilmu agama saat masih di dunia."
Penjelasan Hanif, membuat Hana termamgu. Ya, Hanif memang benar. Biarlah bersusah-susah di dunia, ketimbang susah nantinya di akhirat. Di dunia masih ada kesempatan untuk memperbaiki. Tapi, saat di padang masyar nanti apa akan ada kesempatan untuk memperbaiki? Yang ada hanya penyesalan.
"Kenapa? Kok malah diam?" Tanya Hanif saat Hana tak bereaksi atas penjelasannya. Hana meraih tangan Hanif. Memasukkan oksigen sebanyak-banyaknya ke dalam paru-parunya. Lalu mengeluarkannya secara perlahan.
"Makasih ya, Nif, karena sudah ada untukku--" hanya itu yang sanggup Hana katakan. Karena selanjutnya, Hanif sudah membawanya ke dalam pelukan.
Itulah kenapa pillow talk ini sangat penting bagi pasangan yang sudah menikah. Setidaknya, semua hal yang jadi uneg-uneg bisa tersalurkan melalui pillow talk ini.
"Aku juga, Han. Thanks because you here for me. Aku juga gak tahu kalau gak ada kamu di sampingku. Terus terang, kamu membuat duniaku lebih seimbang. Kamu bisa memahami apa yang tidak bisa aku lihat. Contohnya saja dalam kasus Nadia ini."
Hana mengurai pelukan Hanif. Mencari kesungguhan di mata suaminya itu. Dan Hana semakin yakin, sorot mata itu tidak pernah berubah bahkan sejak pertama kali mereka bertemu di kampus puluhan tahun lalu.
####
Nadia mengeluarkan buku catatan sekolahnya dan meletakkannya di atas meja. Shelly yang baru masuk bergegas duduk di sebelah Nadia.
"Kok terlambat?" Tanya Nadia melirik Shelly sekilas. Lalu kembali fokus membuka buku pelajarannya. "Udah ngerjain pe-er kimia belum, Shel?" Tanya Nadia tiba-tiba, membuat Shelly memelototkan matanya.
"Ya ampun! Sekarang ada kimia, ya? Aku gak bawa bukunya. Semalam lupa nyiapin buku!" Shelly mulai panik. Matanya berkali-kali melihat ke pintu. Tak berapa lama, guru kimia yang terkenal killer itu masuk ke dalam kelas mereka. Aura satu kelas mendadak hening. Tak ada yang saling bicara.
"Kok bisa?"bisik Nadia heran. Tumben Shelly teledor begini. Biasanya gak pernah.
"Aku semalam habis nongkrong sama Samantha cs di Mall. Trus nginap di rumahnya. Jadinya, bangun kesiangan, sampai rumah cuma ambil baju sama tas. Lupa mengganti buku di dalam tas." Cerita Shelly, membuat Nadia melongo. sampai segitunya?.
"Aku pinjam pe-er kamu ya?" Pinta Shelly memelas.
"Pinjam? Maksudmu apa?"
"Kan, biasanya ditanya siapa yang bikin pe-er, nanti aku tunjuk deh sambil lihatin bukumu dari meja ini. Paling juga gak dikumpul kaya kemarin-kemarin,"
"Ya janganlah! Trus, kalau kamu pinjam, aku gimana?" Tolak Nadia tak senang dengan ide Shelly.
"Kok pelit amat, sih?" Dengus Shelly tak senang idenya ditolak teman sebangkunya.
Nadia mendengus. "Bukannya pelit. Tapi inikan pe-er, Shel! Lagian, pe-er ini udah dari minggu lalu. Seharusnya sebelum kamu nongkrong kan bisa di periksa dulu tugas dari sekolah?"
"Bodo amat! Ternyata benar ya kata orang-orang, kamu tuh kalau urusan pe-er buat bantu teman emang pelit, ya? Pantas aja temanmu sedikit!"
Kalimat Shelly membuat Nadia tersentak. Jadi sekarang Shelly juga ikut-ikut nge-judge dirinya?
"Maksud aku tuh, gak gitu, Shel--"
"Nadia! Tolong bawa pe-er kamu ke depan! Dan bagi yang tidak mengerjakan pe-er yang saya berikan, silakan berdiri di depan!" Gelegar suara guru kimia mengagetkan Nadia. Dengan perasaan tidak nyaman karena sudah menolak permintaan Shelly, Nadia membawa pe-ernya ke meja guru.
Beberapa siswa mulai kasak kusuk. Suara mereka terdengar seperti dengungan lebah. Panik.
####
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU COMPLETE ME ( Sekuel CINTA H2-Life After Married)
ChickLit..bagaimana jika sampai nanti tidak akan pernah ada anak di antara kita? ( HANA) ...seberapa berat cobaan, aku akan menjadi perisai kalian. because, You complete me ( HANIF) Ini kisah tentang Hana, Hanif dan keempat anak perempuan mereka. menjelang...