"Ayo sayang, sini sama Ayah!"
Hana hampir tak percaya mendengar kalimat itu keluar dari mulut mantan suaminya. Setelah delapan tahun berlalu?. Sementara yang dipanggil hanya menggelendot ketakutan di balik badan Hana.
Beruntung Hana tepat waktu datang ke sekolah Aisyah, sehingga Agung tidak bisa leluasa mendekati Aisyah sesuka hatinya. Bukan, bukan karena Hana ingin menjauhkan Aisyah dari Ayah kandungnya. Tapi semenjak Aisyah hadir di tengah mereka, kemana perginya tanggung jawab Agung secara batin dan lahir kepada anak bungsu mereka ini? Tak pernah sekalipun Agung ingin bercengkrama dengannya. Bahkan untuk sekedar memanggil namanya saja Agung enggan. Dan sekarang...sayang?
Hana bergeming melihat Agung kesusahan mendekati Aisyah. Tanpa berniat membantu, Justru Hana menggenggam tangan Aisyah erat. Menarik Aisyah ke belakang punggungnya.
"Kenapa baru sekarang?" Gumam Hana lirih.
Agung menatap Hana, tanpa berniat menatap balik.
"Maksud kamu?"
"Kenapa bukan dari dulu? Kenapa baru ingatnya sekarang?!"
Agung mendesah. Sekarang mereka sedang berdiri di depan mobil Hana. Kawasan sekolah Aisyah bukan kawasan sekolah yang sepi, sehingga Hana tidak perlu takut hanya tinggal berdua dengan Agung. Orang-orang dan para Siswa masih lalu lalang di sekitar mereka.
Agung terlihat menggigit bibir bawahnya. Matanya menatap ke arah lain.
"Aku dan Sari akan bercerai. Sekarang kami sudah tidak tinggal satu rumah lagi. Dan, dia membawa ke dua anak-anak kami." Ujarnya, membuat Hana--walau enggan--melirik mantan suaminya itu sekilas. Berdosakah jika saat ini Hana ingin menertawakan nasib mantan suaminya itu? Masih terpatri dengan jelas bagaimana pernikahan mereka karam hanya karena satu kesalahan Agung. Betapa pedihnya malam-malam yang dilalui Hana mengingat statusnya yang akan segera berganti.
Dan sekarang?
Agung juga akan bernasib sama seperti dirinya. Menjadi duda untuk yang kedua kalinya, lagi.
"Minggu depan persidangan pertama kami." Tambahnya, kali ini menatap Hana. Lalu meraup wajahnya.
"Kenapa tidak mediasi saja? Mungkin masih ada kesempatan." Hana sendiri tidak yakin dengan usulannya.
Agung menggeleng. "Sudah terlalu hancur. Rasanya akan sulit untuk bersama lagi. Yah, sejujurnya walau aku masih ingin mencoba bertahan. Tapi rasanya tidak mungkin lagi." Gelengnya, tertawa miris.
Hana hanya bisa terpaku di tempatnya. Dulu, dia yang merasakan sakitnya dikhianati. Dan sekarang, apakah Hana harus berbahagia dengan kabar kehancuran rumah tangga manta suaminya ini?
####
Meminta pengertian dari Agung, Hana akhirnya berhasil membawa pulang Aisyah tanpa perlu berinteraksi dengan anak bungsunya itu.
"Kenapa wajahnya begitu? Aisyah gak senang ketemu Ayah?"
"Bukannya papa Hanif itu, orang tua Aisyah, Ma?"
Hana menghela napas pelan. "Papa Hanif memang papa Aisyah. Tapi, Ayah Agung itu, Ayah kandung Aisyah, nak. Sama seperti Ayah kak Ayu dan Aya." Terang Hana.
Aisyah mengerucutkan bibirnya. "Kalau dia Ayah Aisyah, kenapa dia gak pernah ada untuk Aisyah, Ma? Kenapa gak pernah ada saat Aisyah butuh orang tua? Justru papa Hanif yang selalu ada untuk Aisyah."
Hilang akal, Hana memilih diam. Bagaimana pun juga, tidak disalahkan jika Aisyah berpikiran seperti itu. Dari lahir, Agung memang tidak pernah perduli pada Aisyah. Selalu ada alasan yang dilontarkan Agung saat Hana meminta Agung memgurus Aisyah.
Dan sekarang, rasa asing pada Ayah kandung sendiri tertanam di hati Aisyah.
"Aisyah gak mau papa yang lain. Papa Aisyah cuma papa Hanif, ma!" Tekan Aisyah. Sambil menatap lurus Hana.
"Iya, papa Hanif memang papa Aisyah, kok. Tapi, Ayah Agung itu adalah Ayah kandung kamu. Kalau gak ada Ayah, kamu belum tentu bisa lahir ke dunia."
Dua alis Aisyah bertaut. Mungkin bingung dengan penuturan Hana. "Kalau papa Hanif? Bukannya papa Hanif juga papa kandung Aisyah?"
Hana menggaruk kepalanya yang tertutupi hijab. Wajar saja Aisyah bingung dengan penuturan Hana. Saat Hana bercerai, dan akhirnya menikah dengan Hanif, Aisyah masih terbilang kecil untuk memahami apa yang ada di sekitarnya. Tidak pernah mendapati belaian seorang Ayah, kedatangan Hanif menutupi kekurangan itu. Yah, wajar saja kalau bagi Aisyah, Hanif itu adalah papanya.
Tanpa perlu menjawab, Hana mengusap puncak kepala Aisyah penuh sayang. Meski ingatan lima tahun lalu itu masih membekas di hatinya. Tetap saja Hana tidak ingin ketiga anaknya putus hubungan dengan Ayah kandung mereka sendiri. Bagaimana pun juga Agung tetap Ayah mereka, dan ketiganya butuh Agung sebagai wali nikah mereka saat dewasa nanti.
#####
"Kenapa?"
Dari pantulan kaca riasnya, Hana melihat Hanif tengah menantapnya lurus dan...dingin.
"Kamu ketemu Agung?" Tanya Hanif membuat gerakan tangan Hana yang tengah membaluri tangannya dengan body lotion terhenti.
"Iya, tadi dia datang aja tiba-tiba ke sekolah Aisyah." Jawab Hana apa adanya.
"Ngapain?" Dingin sekali suara Hanif.
Hana mencium aroma cemburu dari suara suaminya itu. Lalu tersenyum tipis.
"Mau bertemu Aisyah katanya. Tapi Aisyahnya malah gak mau."
"Kenapa? Kan itu Ayah kandungnya!" Tekan Hanif. Ingin sekali Hana mencubit mulut Hanif itu karena lucu sekali melihat bagaimana cemburunya Hanif kalau mendengar nama Agung.
"Aisyahnya gak mau! Dia bilang, Ayah kandungnya itu..." Hana sengaja memberi jeda, ingin melihat reaksi Hanif yang cemburu itu lebih lama. Hanif bukan termasuk laki-laki yang cemburu untuk hal-hal yang tidak penting. Tapi menjadi sangat cemburu kalau itu menyangkut Hana dan keluarga kecilnya.
"Aisyah bilang apa?" Ternyata Hanif penasaran.
Membereskan perawatannya, Hana beranjak dari duduknya. Menyusul Hanif yang sudah berada di atas tempat tidur.
"Coba tebak?"
Hanif mengangkat bahu. "Mana aku tahu apa yang Aisyah katakan. Yang bersama Aisyah, kan kamu!" Kesal sekali Hanif dipermainkan Hana seperti ini. Sudahlah dirinya cemburu, malah dibuat semakin cemburu. "Ya sudah kalau kamu gak mau bilang! Aku mau tidur!" Hanif melorotkan badannya. Membenahi letak bantal di kepalanya. Lalu memunggungi Hana. Detik berikutnya, Hana tertawa lebar. Tapi Hanif bergeming.
"Aisyah bilang, Kalau Ayah kandungnya itu, ya cuma kamu!" Bisik Hana di telinga Hanif. Walau tak bereaksi dengan ucapan istrinya, mau tidak mau Hanif tersenyum juga. Hatinya menghangat tiba-tiba. Senang sekali rasanya anak sambungnya menganggap dirinya adalah Ayah kandungnya alih-alih Agung.
"Senang gak dengarnya? Atau masih mau cemburu juga?" Goda Hana. "Kamu tahu gak, Nif! Kedatangan kamu ke dalam kehidupan kami itu ibaratnya oase di padang pasir. Kamu benar-benar menunjukkan kalau kami ini penting dalam hidupmu. Alih-alih membeda-bedakan, kamu menganggap sama rata Aya, Ayu dan Aisyah seperti Nadia. Kamu ada saat kami butuh perlindungan. Tanpa pamrih. Dan setelah semua kebaikan itu, kamu masih mau cemburu juga?"
Hanif masih bergeming. Tapi tersenyum lebar dengan posisi masih memunggungi Hana.
"Ohya, kamu tahu gak, Nif! Ternyata Agung akan bercerai dari istrinya sekarang. Minggu depan sidang pertama mereka. Dan yang lebih mirisnya, kedua anak mereka dibawa oleh Istrinya itu!"
Luruh juga pertahan Hanif yang memunggungi Hana. Berbalik, Hanif menemukan Hana tengah menatapnya juga. Entah apa yang ada dipikiran Hana, Hanif tidak tahu. Tapi, kenapa Hanif yang jadi takut, ya? Bukan, bukan ingin merebut Hana dari hidupnya. Tapi mengambil Aya, Ayu dan Aisyah seperti seseorang yang ingin mengambil Nadia dari hidupnya.
Mendadak, kesepian tergambar di pelupuk mata Hanif.
Tanpa anak-anak. Apalah dirinya.
#####
Tbc
29/10/2021
KAMU SEDANG MEMBACA
YOU COMPLETE ME ( Sekuel CINTA H2-Life After Married)
ChickLit..bagaimana jika sampai nanti tidak akan pernah ada anak di antara kita? ( HANA) ...seberapa berat cobaan, aku akan menjadi perisai kalian. because, You complete me ( HANIF) Ini kisah tentang Hana, Hanif dan keempat anak perempuan mereka. menjelang...