Cerita 19_Something About Fate #3

1.6K 167 11
                                    

Draco berdiri di depan cafe muggle yang terletak di pusat London. Hermione mengiriminya burung hantu pagi tadi. Tepat setelah ia kembali dari Norwegia. Sehari lebih awal dibanding yang dijadwalkan. Atau begitu yang terjadi. Toh, pada akhirnya Draco memang tidak bisa terlalu berpisah lama dengan pekerjannya. Atau dengan hal lain yang enggan untuk ia akui.

Berbeda dengan biasanya, Draco mengenakan pakaian yang tidak terlalu formal. Ia memadukan celana bahan dengan kemeja abu-abu yang dipadukan dengan blazer hitam. Kompak dengan warna celana dan sepatu kulitnya. Pria itu langsung berjalan menuju ke meja yang terletak di pojok. Tempat yang kini menampilkan sosok Hermione Granger yang memandang keluar jendela.

"Granger?"

Hermione bangkit. "Hai, silakan duduk."

"Jadi, ada yang ingin kau bicarakan?"

Hermione tidak menjawab. Ia justru terdiam dan hanya menatap mata biru Draco. Memilih untuk masuk ke dalam mata yang ia lihat di Pensieve. Mata penuh luka. Dari sosok yang ia kenal tidak lebih sebagai kacung Voldemort selama bertahun-tahun lalu. Sebelum kemudian menjelma sebagai orang yang terikat takdir dengannya.

Menyelami mata biru itu kembali membawa Hermione menuju memori yang ia lihat di Pensieve Malfoy Manor dua hari lalu. Bagaimana ia tenggelam dalam botol kenangan milik Draco Malfoy mengenai dirinya. Di tahun keempat, kelima, keenam, peperangan, hingga pasca perang dan mereka berangsur menjadi orang asing. Sebelum lantas ia duduk dengan tangis yang tak kunjung reda di pelukan Narcissa.

Mata Hermione memanas ketika ia memeriksa jejak-jejak peninggalan dirinya dalam diri Draco. Buku-buku muggle yang dipenuhi coretan Draco mengenai dirinya dan hubungan mereka yang bertahan tak lebih dari dua tahun. Sebelum lantas bertemu sebagai dua orang musuh yang mencoba mematahkan sihir benang takdir. Dan kini, kembali duduk berdua sebagai Hermione Granger dan Draco Malfoy yang sama sekali baru.

"Kau ingin teh?" tawar Hermione. Berusaha bersikap senormal mungkin.

"Sebenarnya espreso akan lebih baik."

"Sejak kapan kau minum kopi?"

Kita sering minum kopi berdua, Granger. "Klienku menyukai kopi, aku harus menyesuaikan diri."

Sementara Hermione berkali-kali menyesap teh chamomile seperti yang ia nikmati di Malfoy Manor beberapa hari lalu, Draco hanya sibuk memandangi cangkir espresonya tanpa berniat menyentuh.

"Grang-"

"Malf-"

"Lady's first."

Hermione tersenyum. "Apa kau senggang hari ini?"

"Ada yang ingin kau lakukan? Apa ini mengenai peraturan kementrian?"

"Tidak," Hermione merogoh tas di sampingnya. Meletakkan botol kecil yang berhasil memporak-porandakan dirinya di paviliun Malfoy Manor. "Apa kau senggang untuk ini?"

Bergantian, Draco mengamati botol kecil itu dengan Hermione. Draco bisa melihat sepasang mata berembun milik wanita itu. Sebelum kemudian memberinya setetes air mata yang diusap kasar oleh Hermione sendiri. Sementara ia mendadak terpaku.

"Apa kau senggang dengan ini, Draco?" ulang Hermione.

Panggilan itu. Draco merindukannya. Satu kata yang berhasil membuat seluruh atmosfer tempat itu menjadi hangat dan dingin dengan seketika. Menimbulkan sensasi sejuk yang menyapa tengkuk Draco untuk sekejap mata. Sebelum lantas mengantarkan gelenyar aneh di dada.

"Kau ... tahu?" Draco menunduk. Mengamati cincin benang takdirnya. Benda yang menjadi pengingatnya bahwa ia terikat dengan Hermione Granger.

"Mengetahui kebodohanmu dengan melepaskanku begitu saja? Ya, aku tahu."

DRAMIONE ONESHOT #BOOK1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang