Cerita 3_On A Wedding Day

4K 284 17
                                    

Aroma bebungaan menguar di ruangan ini. Dalam remang cahaya kita bisa melihat bagaimana rangkaian bunga menghiasi altar di depan sana. Ya, sebuah altar. Tempat sepasang manusia berikrar akan cinta mereka.


Di kursi paling depan, dua orang duduk dalam diam. Termenung dalam. Wajah keduanya tidak dapat dikatakan baik-baik saja. Ah, rasanya tidak ingin pula aku menggambarkan bagaimana wajah kaku dari si pria dan si wanita kini nampak.

Menyeramkan.

Sangat menyeramkan. Ekspresi itu seharusnya tidak muncul di sini. Di ruangan yang akan menjadi saksi esok hari.

"Ask me again." Suara serupa bisikan itu cukup menggema di dalam ruangan. Gereja yang terletak di pinggir kota London. "Please ...," lanjutnya makin lirih.

Malam yang semakin larut tidak membuat jawaban yang ia inginkan lekas didapat. Justru pria itu mendengar isak tangis yang kian menyayat tiap detiknya. Ia menoleh. Mendapati Hermione Granger -gadisnya, kecintaanya, hidupnya- menangis sesenggukan.

Draco Malfoy memutuskan bangkit. Menghilangkan jarak di antara mereka. Ia berlutut di depan Hermione. Tangannya yang sedari dingin -dan bergetar- mengusap air mata di pipi gadis itu.

"Hermione, please ... kau tahu, kan, aku tidak pernah bisa melihatmu menangis." Draco berucap. Ia tersenyum begitu melihat gadis di depannya itu balik menatapnya.

Hermione Granger menggenggam tangan milik pemuda itu. Tangan dingin dan pucat milik Draco Lucius Malfoy. Pria yang sudah lebih dari 10 tahun lalu berhasil mencuri hatinya. Membawanya dalam masa-masa paling indah yang disebut cinta.

Ya, ia mencintai Draco Malfoy. Ia mencintai seseorang yang dahulu sering dicap pengecut oleh banyak orang. Well, ia sendiri pernah berpendapat serupa. Sebelum tahun ke enam mereka.

Tahun ke enam yang mengerikan.

"If we had never met before," ucap Hermione dengan senyum yang mencoba tersungging. Suaranya lirih. Ia menempelkan tangan Draco di pipinya.

***

Saat itu, Hermione menemukan Draco menangis keras tak jauh dari danau hitam. Malam hari ketika ia baru saja menyelinap ke hutan terlarang. Draco hanya seseorang yang tidak memiliki pilihan. Draco hanya ... hanya membutuhkan seseorang untuk merangkulnya.

Dan, Hermione melakukannya.

Pada awalnya nampak aneh. Mereka tidak pernah akur semenjak tahun pertama. Ia bahkan pernah membuat hidung pemuda itu patah dulu. Juga kata-kata -mudblood dan sejenisnya- yang kerap dilayangkan Draco kepadanya. Namun, ia akhirnya mengerti.

Hermione dan Draco kerap bertemu di hutang terlarang secara diam-diam. Menyelinap setelah makan malam dan kembali ke asrama dengan mengendap-endap. Hampir setiap malam, mereka akan berusaha mengelabui Flinch.

Sampai ketika peperangan tiba. Ketika Voldemort perlahan membuat mereka berdua berpisah. Draco mengikuti kubu hitam, lalu Hermione tentu saja bersama dengan Harry Potter.

"Apa kau mau mewujudkan permintaanku, Mione?" tanya Draco kala itu.

Hermione mengelus rambut Draco yang sedang tertidur di pangkuannya dengan lembut. Ia tersenyum. "Ini aneh."

"Ck! Memangnya ada yang aneh dengan sebuah permintaan?"

"Kau tidak biasanya meminta sesuatu kepadaku," timpal Hermione seraya terkekeh. Ia baru berhenti ketika melihat Draco mengela napas.

DRAMIONE ONESHOT #BOOK1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang