Cerita 2_How Dare You Call We Are A Couple [Bagian 1]

5.2K 322 17
                                    

Sungguh, ia tidak tahu mengapa langkah kakinya berhenti di depan pintu besar ruangan ini. Ruangan paling atas di gedung berlantai 51. Di dalam sana, sudah pasti sedang ada seseorang yang bahkan tidak sanggup mendongak dari bertumpuk-tumpuk berkas di atas meja.

Seorang pria dengan rambut pirang platina yang sudah lebih panjang pastinya. Cambangnya juga pasti belum dicukur kembali. Ah, jangankan menyukur cambang, ia bahkan berani bertaruh jadwal makannya kembali kacau.

Dasar pria gila kerja!

"Granger? Kenapa kau berhenti di depan pintu ruangan kekasihmu?"

Wanita itu, Hermione Granger memincingkan mata ke arah pemuda berkulit tan di sampingnya. "Aku dan Draco bukan sepasang kekasih, Zabini!"

"Dan tertawalah jika kau ingin!" hardik Hermione sebelum memasuki ruangan itu terlebih dahulu.

Hermione mengembuskan napasnya panjang. Entah harus berbangga diri atau sedih karena tebakannya benar. Pria itu, si Draco Malfoy memang benar terlihat seperti yang ia duga. Wajah makin tirus, rambut dan cambang tak terurus, dan masih tidak menyadari kehadirannya.

Sengaja ia berjalan mendekat ke arah meja kerja yang cukup luas milik pimpinan DM Corp tersebut. Meletakkan kotak makan siang bersusun yang sedari tadi ia tenteng dengan keras. Setidaknya cukup keras untuk mengalihkan perhatian pemilik ruangan tersebut.

Draco terlonjak kaget. Ekspresi marahnya berganti lunak begitu melihat sosok yang berdiri di depannya ini. "Granger?" ucapnya seraya berdiri.

Hermione hanya menatap jengah. Menilik lebih lanjut penampilan Draco dari atas sampai bawah setelah pria itu berdiri di depannya. Ingin sekali tawanya pecah begitu melihat raut kecewa Draco.

"Kau benar-benar tidak ingin memelukku, Granger?" rengek Draco mirip bocah lima tahun yang gagal mendapatkan permennya.

Putra tunggal Lucius Malfoy itu semakin kecewa ketika melihat wanita di depannya menggeleng kuat. Ia lantar memperhatikan bagaimana Hermione meneliti ruangan ini. Persis seperti yang ibunya lakukan setiap kali berkunjung.

"Mengapa vitamin yang kusiapkan masih banyak? Aku, kan, sudah bilang untuk meminumnya dua kali sehari!"

Draco mengembuskan napasnya panjang. Sudah terbiasa dengan teriakan Hermione.

"Sudah berapa kali kubilang, soda tidak baik untuk kesehatanmu. Kapan kau mau menurut, sih!"

Draco lagi-lagi hanya mampu mengembuskan napas panjang. Telinganya sudah kebal dengan teriakan Hermione.

"Kenapa ada begitu banyak tumpukan berkas di mejamu? Ke mana asisten barumu itu?"

Kali ini Draco ingin membuka mulut, tapi Hermione lagi-lagi kembali bersuara. "Ah, aku tahu! Dia pasti mengundurkan dirinya karena tidak tahan dengan wajah datar dan sifat dinginmu itu. Iya, kan!"

Pria itu memilih untuk duduk di salah satu sofa di ruangan tersebut. Ia masih terus mendengarkan Hermione yang berkomentar tentang caranya bersikap dengan bawahan, menceramahinya tentang bahaya soda berlebih, berbicara panjang lebar mengenai vitamin yang ia siapkan untuknya, dan bla bla bla. Draco hanya melirik jam di pergelangan tangannya saja.

"Apa kau tidak punya cermin di Manor, Draco? Kenapa rambut dan cambangmu tidak kau urus!"

Draco mendecap. "Apa selama dua minggu kau hanya menyiapkan pidatomu itu, Granger?!"

Mereka berdua kembali berdebat, tidak tahu bahwa di balik pintu itu sudah ada beberapa orang yang masing-masing kompak menempelkan telinga. Pertama, pelopor pasukan tersebut, siapa lagi jika bukan Blaise Zabini. Tentu saja ia tidak ingin melewatkan adegan Draco dan Hermione tersebut.

DRAMIONE ONESHOT #BOOK1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang