Cerita 20_Not A Secret Anymore

1.4K 109 1
                                    

"Pesta malam ini sama sekali tidak menarik."

"Katakan itu pada ayahmu sendiri."

"Well, setidaknya Lucius memastikan semua orang berpengaruh di dunia sihir datang."

Draco memutar bola matanya malas. "Good luck, Pans."

Satu-satunya perempuan di antara tiga orang itu hanya mengerling. Pansy Parkinson yang di usia 28 ini sudah menjadi sosok model ternama di dunia muggle. Ya, muggle. Pansy Parkinson yang bertahun-tahun lalu mengatakan jijik kepada para manusia tanpa kekuatan sihir itu akhirnya terjun ke dalamnya juga. Ia juga sempat beberapa kali terlibat dengan para pria muggle.

"Berhentilah bermain-main, Pans." Giliran Blaise yang bersuara. Ucapannya hanya diangguki oleh wanita itu.

"Ucapkan itu pada manusia pucat di sampingmu!"

Draco hampir memuntahkan wine yang baru ia tenggak. Ia memerhatikan Pansy yang melenggang pergi. Mengamati penampilan sosok wanita yang semasa sekolah dulu selalu menempel padanya. Sebelum kemudian, Draco bertemu tatap dengan Blaise yang tengah menatapnya dengan mata menyipit.

"What!"

"Apa maksud Pansy?"

Draco berdeham. "Tidak ada."

Ia meninggalkan Blaise yang berteriak memanggil namanya. Namun, Draco tetap berjalan pergi. Akan lebih baik baginya menjauhi Blaise saat ini. Tentu saja untuk meredam pertanyaan penuh ingin tanya dari sahabtnya itu. Memangnya apa lagi. Blaise Zabini bisa menjadi lebih berisik daripada Pansy Parkinson jika menyinggung masalah, hmm, kau tahu ... wanita, cinta, dan berputar di dua hal itu.

Draco mengembuskan napas panjang selepas sampai di taman belakang Malfoy Manor. Pesta yang digagas oleh Lucius dan mengundang orang-orang penting di seluruh dunia sihir memang dilakukan di kediamannya. Ini pesta terbesar pertama semenjak Malfoy benar-benar sudah bersih dari segala tuntutan akibat sempat terlibat dengan kubu Voldemort hampir satu dekade lalu.

Sepuluh tahun yang melelahkan bagi Draco. Pria yang kini menyulut rokoknya seraya bersandar di salah satu tiang besar di sana. Menghadap tanaman milik ibunya, Narcissa, di bawah langit berbintang. Perlahan, asap penuh nikotin keluar dari mulutnya. Draco tidak paham dari mana datangnya kebiasaan menghabiskan berbatang-batang rokok seharian. Mungkin selepas kabur selama lebih dari lima tahun lalu ke Florida.

"Tidak menikmati pestanya?" Draco bersuara. Tepat setelah sebuah langkah berhenti di sampingnya.

Sosok itu berdiri di seberang Draco. Gaun hijaunya menyapu lantai marmer. Sementara sepatu hitam yang sempat membuat Draco berhasil mengetahui langkahnya, ia lepas begitu saja. Ia bergidik merasakan dinginnya lantai beradu dengan kakinya yang telanjang.

"Kau tahu, aku tidak terlalu pandai di antara banyak orang," timpalnya.

Draco kembali mengembuskan asap rokoknya. Ia mengamati penampilan wanita itu dari atas sampai bawah. Rambut yang tertata rapi, gaun menyapu lantai, dan kaki telanjang yang tengah berjalan di jalanan kecil yang dibentuk untuk mengelilingi taman ini. Ia mengikuti.

"Di mana Potter dan Weasley?" tanya Draco seraya memakaikan jasnya ke tubuh wanita itu.

"Mereka bersama istri masing-masing."

"Di mana kekasihmu?"

"Entahlah. Mungkin sedang berkencan dengan perempuan sexy Florida yang bisa memakai sepatu berhak 10 senti tanpa kesusahan."

Draco terkekeh. Ia memeluk wanita itu. "Maaf tidak langsung menemuimu, Granger."

Hermione Granger, nama wanita yang tengah berada di dekapan Draco Lucius Malfoy alias pemilik taman belakang Malfoy Manor dan juga (diam-diam) telah menjadi kekasihnya sepanjang dua kali Natal itu hanya tersebut. Ia melingkarkan tangannya di pinggang Draco. Merasakan geli di tengkuknya akibat embusan napas Draco. Juga merasakan aroma menthol dan apel.

DRAMIONE ONESHOT #BOOK1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang