Cerita 6_How Dare You Call We Are A Couple [Bagian 4]

2.7K 245 16
                                    

"Son, apa kau tidak akan bekerja lagi hari ini?"

Narcissa menatap jengah putra tunggalnya yang masih bergelung di bawah selimut. Semenjak pulang kemarin malam yang dilakukan Draco hanya mengurung diri di kamar, makan, dan tidur. Ia sebenarnya tahu yang terjadi, tentu saja informannya (baca: Blaise) sudah memberikan detail kebodohan Draco. Membuat harapannya untuk segera memiliki menantu pupus sudah.

Wanita itu mendekat. Memilih duduk di samping Draco. "Draco, aku tidak tahu lagi harus bagaimana denganmu."

"Mother, tidak bisakah kau membiarkan aku sendiri?" Suara Draco terdengar tidak bersemangat. Ia memilih bersembunyi di balik selimutnya kembali. Sudah tidak ingin mendengar nasihat Narcissa, atau Lucius, atau bahkan Blaise.

Draco baru membuka selimutnya begitu mendengar pintu kamarnya ditutup. Ia mengembuskan napas panjang. Matanya yang tengah menyapu ke sekeliling ruangan nampak sayu. Mungkin ini efek dua hari lalu begitu mendapati jawaban super jelas yang diberikan Hermione.

Hari itu, selepas acara saling berteriak satu sama lain dengan Blaise, Draco mendapat kabar mencengangkan. Hermione Granger yang membawa kotak makan siangnya baru saja pergi dengan wajah muram. Karyawannya juga mengatakan bahwa Hermione sudah berdiri lama di depan pintu ruangannya. Sungguh kabar buruk yang berhasil membawa Draco ke dalam lautan terdalam.

Atas prakarsa Blaise -yang juga mengatakan bodoh, dungu, dan semacamnya- ia akhirnya menyusul Hermione. Gadis itu sedang duduk berhadapan dengan Tom Felton, pemuda berambut cokelat menyebalkan. Draco memilih untuk bersikap biasa, ia hanya penasaran dengan apa yang diobrolkan dua orang tersebut.

"Tapi, kau juga mencintainya, bukan?"

Degup jantung Draco semakin berpacu dengan cepat begitu pertanyaan Tom meluncur. Ah, rasanya untuk pertama kali itu ia merasa Tom tidaklah terlalu menyebalkan. Setidaknya, pemuda itu membantunya bertanya akan perasaan Hermione. Namun, euforia Draco hanya bertahan sekejap saja.

"Aku tidak bisa mencintainya."

Jawaban Hermione bahkan masih menghantuinya sampai sekarang. Akhirnya, sore itu, Draco mengetahui bagaimana perasaan Hermione yang sesungguhnya. Perasaan yang sudah dipendam Draco semenjak tahun keempat di Hogwarts mendadak hancur.

***

Tak ubahnya Draco yang memilih tenggelam di kamarnya, Hermione juga melakukan hal serupa. Gadis itu nampak seperti seorang yang baru saja mengalami patah hati paling parah. Ia bahkan sudah menyusun rencana hari ini, yaitu tetap bergelung di bawah selimutnya.

"Hermione! Sarapanmu sudah siap!"

Gadis itu mendesah pasrah, kini rencana yang sudah disusun mungkin tidak akan terlaksana. Ia bangkit dengan malas. Teriakan Ginny sebenarnya sudah terdengar beberapa kali pagi ini.

"Lihatlah dirimu, apa kau sungguh Hermione Granger?" Ginny menggeleng seraya mengamati Hermione dari ujung kepala sampai ujung kaki.

Malas menimpali, Hermione memilih duduk di depan roti panggang, daging asap, sosis, dan telur setengah matang yang dipersiapkan Ginny. Ia mengambil beberapa roti panggang sebelum kembali mendengarkan pidato Ginny kembali. Ah, tolong ingatkan istri Harry Potter itu sudah berpidato bahkan semenjak kemarin sore.

"Dan, lihatlah! Nyonya Malfoy bahkan memberikan undangan ini kemari!" Ginny mengibas-ibaskan undangan dengan logo M yang khas. Undangan perayaan ulang tahun Draco Malfoy yang ke-26 sekaligus acara amal di manor.

Hermione mengangkat kepalanya. "Gin, ajari aku berbohong."

"What?!"

"Gin, aku sungguh tidak ingin datang ke pesta itu," Hermione meletakkan roti panggangnya yang sedikit ia gigit. "Aku dan Draco pasti akan berakhir canggung."

DRAMIONE ONESHOT #BOOK1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang