LAMBORGHINI yang dikendarai Revan melambat saat memasuki perumahan elit, lalu belok kanan di perempatan dan melambat saat sampai di depan gerbang bercat hitam yang menjulang tinggi. Dengan sigap seorang satpam membukakan gerbang.
"Papa, belum pulang, kang?"
"Belum, den."
Revan memasuki rumah megah ala eropa itu yang tak lain adalah rumahnya sendiri. Rumah yang sangat besar dengan cat hitam-putih memberi gaya elegan dan halaman depannya yang luas. Namun, rumah megah itu tak berpenghuni. Di jam seperti ini pasti papanya masih sibuk bekerja dan hanya pulang ketika matahari sudah berganti tugas dengan bulan. Sedangkan, sosok yang disebut dengan ibu oleh orang-orang tak pernah ia ketahui keberadaannya dan ia tidak pernah ingin tahu.
Menghela mafas lelah, sepi. Kata itu yang selalu menyambut kepulangan seorang Revano Argantara. Revan menaiki tangga, lalu memasuki salah satu pintu tepat di sebelah ujung tangga.
Revan melempar tasnya ke sofa yang berada di sudut kamarnya, lalu menghempaskan tubuhnya di kasur dengan terlentang, memejamkan mata namun ia tak kunjung terlelap, padahal tubuhnya sangat lelah akibat pertandingan tadi. Pikirannya melayang memikirkan gadis pengganggu itu. Sial! Kenapa gadis itu selalu mengganggu ketenangannya.
Revan tidak buta, jelas Revan melihat wajah ceria gadis itu yang memang putih terlihat sedikit pucat tadi. Gadis itu yang biasanya banyak tingkah pun lebih terlihat kalem. Seketika ia teringat akan kalimat yang ia lontarkan sebelum berlalu tadi, sedikit perasaan bersalah perlahan menyelinap ke dalam hatinya, hanya sedikit. Revan yakin itu pasti hanya rasa kemanusiaan saja.
"Argh!"
"Dasar penganggu!" Racau Revan dan bangkit dari possinya yang semula terlentang.
"Apa gue harus minta maaf?" Monolognya.
"Nggak, nggak, nggak! Zaman sekarang emang banyak yang covernya bagus tapi aslinya menjijikan. Tapi...ARGH SIAL!"
Revan meraih kasar ponselnya yang berada di atas nakas, jarinya menari di atas keyboard ponselnya lalu menempelkan ke telinga "Hallo!"
Skip
Cara murahan lo, terlalu pasaran.
Mei menghela nafas lelah, kalimat itu mengusik kepalanya sejak semalam. Mei tak pernah menyangka kalimat itu terlontar dari bibir seorang yang ia cinta. Revan memang selalu menolaknya dengan kata-kata tajam dan menyakitkan, tapi tidak pernah merendahkan seperti itu. Kembali menghela nafas, ada yang lebih mengusik pikiran Mei saat ini
Pagi ini tak seperti pagi biasanya, tidak ada senyum manis di wajah manis itu. Terdengar suara gemercik hujan di luar sana, tapi bukan hujan yang membuat hati Mei ikut mendung. Sekali lagi, pagi ini tak seperti pagi biasanya. Harus banyak makan sayur, tidak boleh makan makanan yang berlemak, tidak boleh terlalu capek, tidak boleh lari-lari, dan banyak larangan lainnya. Selain itu Mei juga harus meminum berbagai macam obat. Mei benci itu.
"Mei jangan lupa bawa obatnya! Botol minum juga! Kalau ada apa-apa langsung telfon mommy atau daddy, handphonenya juga jangan sampai mati."
See! Ayolah Mei sudah bosan mendengar kalimat yang sama setiap jamnya. Pagi ini tidak ada canda tawa di keluarga harmonis itu, bukannya juga karna kemarahan. Hanya saja kini semuanya berbeda sejak kemarin sore, saat di mana Mei ditemukan pingsan di pinggir jalan, tepat di bus stop yang tidak jauh dari Giorgino school.
Seperti intruksi dari daddynya, mulai hari ini dan seterusya, Mei diantar-jemput oleh Langit. Fyi, Langit Aldebaran adalah seorang ketua geng motor yang mendapat gelar badboy di sekolahnya, dikagumi banyak kaum hawa, tapi sayangnya sudah memiliki kekasih. Banyaknya kaum hawa yang berlomba-lomba ingin menjadi pendamping dari ketua geng Victory ini, lebih banyak lagi yang mundur sebelum berjuang. Karena, siap menjadi kekasih Langit, berarti harus siap dinomorduakan. And yeah! Hanya satu gadis yang masih bertahan sampai saat ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Melodi Pagi
Novela JuvenilSeorang gadis periang yang selalu memberikan senyum termanisnya saat bertegur sapa dengan lesung di pipi kanannya. Memiliki sikap yang manja namun pantang menyerah. Sikapnya yang ramah dan ceria membuat orang-orang tersenyum saat di dekatnya, dan be...