Seven

5.5K 242 3
                                    

Jari Renata sibuk mengetuk meja, hal ini sengaja ia lakukan untuk mengusir rasa kantuk, ia tidak mau saat Elvano pulang, Elvano malah menemukannya tertidur, seperti beberapa malam sebelumnya. Renata juga sengaja belum makan dan berharap bisa makan bersama Elvano.

Tak berapa lama, Renata mendengar bunyi mobil yang memasuki perkarangan rumah. Renata langsung bangkit dari kursinya berjalan ke depan, untuk membukakan pintu.

Tepat setelah pintu terbuka, Elvano sudah berdiri di depan Renata.

"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Elvano datar.

"Aku sedang menunggumu pulang," jawab Renata dengan senyum lembut yang tak hilang dari wajahnya.

Elvano tersenyum mengejek, ia langsung masuk melewati Renata.

"Kamu sudah makan? Atau mau kusiapkan air hangat untuk mandi?" tawar Renata.

Elvano berbalik menatap istrinya dingin. "Apa kamu merasa sangat senang? Setelah mempermalukanku hari ini."

Sontak pertanyaan tersebut membuat Renata terkejut, ia tidak mengerti maksud perkataan Elvano. Seingatnya, Renata tidak melakukan apapun yang merugikan suaminya.

"Maksudnya?" tanya Renata bingung.

"Kamu masih belum mengerti," ujar Elvano kembali tersenyum mengejek. "Baiklah, biar ku beritahu. Apa maksudmu datang ke kantor tadi siang. Hah."

"Aku hanya ingin mengantar berkasmu yang tertinggal," jelas Renata gugup.

"Halah, tidak perlu berbohong, kamu pasti sengaja mengambil kesempatan tersebut untuk mengumumkan pada dunia bahwa aku memiliki istri yang cacat,"  seru Elvano marah. Ia menggengam pergelangan tangan Renata dengan kuat.

Mendegar kalimat tersebut, Renata merasa sangat sedih. Hatinya terasa hancur, ternyata selama ini Elvano hanya menganggap keberadaannya sebagai hal yang memalukan dan harus di sembunyikan.

Seburuk itukah keadaanya sekarang. Renata hanya bisa mengigit bibir bawah, agar air matanya tidak terjatuh di hadapan Elvano lagi.

"Dasar wanita bodoh! Kenapa hanya diam. Kamu pasti merasa senangkan." Elvano menarik kasar tangan Renata.

"El, kamu mau menarikku kemana, tanganku sakit." Renata berusaha memperingati Elvano agar tidak terlalu kasar menariknya. Namun, tetap saja Elvano tidak mengubris.

"Diam di situ!" Perintah Elvano ketika mereka sampai di kamar mandi.

Renata hanya menunduk diam, tiba-tiba ia merasakan tubuhnya di guyur air.

"El, apa...yang...kamu lakukan?" tanya Renata tergagap.

"Ini adalah hukuman karena sudah berani main-main denganku, kamu pikir, hanya karena aku bersikap baik beberapa hari ini, kamu bisa melakukan hal sesukamu." Elvano memberi jeda beberapa detik sebelum melanjutkan kalimatnya. "Dengar baik-baik wanita buta. Aku tidak pernah menganggapmu sebagai ISTRIKU." Elvano sengaja menekankan kata istri agar wanita di hadapannya itu bisa sadar dengan statusnya.

Setelah mengatakan hal menyakitkan tersebut Elvano berniat melangkah keluar. Namun, baru dua langkah berjalan ia teringat akan sesuatu. "Oh ya, jangan coba-coba berpindah. Sebaiknya kamu tetap di diam di posisi tersebut." Elvano kemudian berlalu pergi tanpa berbalik sedikit pun, meninggalkan Renata dengan shower  air yang masih setia mengguyur tubuhnya.

Tubuh Renata terduduk seketika, air mata yang sadaritadi ia tahan akhirnya keluar begitu saja. Ia merasa sangat hancur, hatinya terasa sakit luar biasa.

"Ya Tuhan, kenapa rasanya sangat sakit?" lirih Renata sembari memukul dadanya. Ia berusaha menghilangkan rasa sesak di hatinya.

Sayangnya hal tersebut tidak banyak membantu, rasa sakitnya tidak berkurang sedikitpun.

Istri Buruk RupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang