Twenty

7.8K 261 9
                                    

"Wah, sepertinya kau sudah ingat, bagaimana? Apa kalian tadi pergi ke klinik kandungan untuk mengecek hasil perselingkuhan kalian?"

"El, jaga perkataanmu!" Renata memperingati.

"Apa kau menyuruhku menjaga perkataanku," sarkas Elvano tak habis pikir, secara dirinya lah yang sedang di khianati tapi Renata bersikap dirinya lah yang bersalah di sini. "Wanita murahan sepertimu memang tidak pantas di hargai."

"El, tolong, hentikan omongan kasarmu. Itu sudah keterlaluan." Peringat Renata, ia sudah tak tahan lagi, ucapan Elvano benar-benar membuat hatinya merasa sesak sekaligus hancur. Pria yang sangat ia cintai kini telah berubah sepenuhnya.

"Keterlaluan katamu," Elvano tertawa lepas, ia tidak percaya dengan hal yang barusan di dengarnya. "Jalang sepertimu memang sudah seharusnya di perlakukan sepeti itu."

Plak.

Sebuah tamparan mendarat di pipi Elvano. Renata sudah tidak sanggup menahan air matanya. Ucapan Elvano begitu melukai hatinya.

"Cukup El, jika kamu mengatakan hal itu lagi, aku mungkin tidak akan bisa memaafkanmu."

Bukannya merasa bersalah, Elvano malah bertepuk tangan. "Wah wah bagus sekali, aku tidak pernah menemukan wanita jalang yang tidak tau malu sepertimu."

Hancur.

Semua sudah hancur tak bersisa, keyakinan yang Renata pertahankan selama ini hilang begitu saja, ia yang berharap Elvano akan mencintainya kembali kini menjadi ilusi.

"Buang air mata palsumu itu. Aku tidak akan terpengaruh, lebih baik cepat pergi dari hadapanku sekarang. Pergi dan tidak usah lagi muncul di depanku." Elvano merasa muak melihat wanita di depannya menangis. Perasaannya benar-benar campur aduk antara marah dan kecewa.

Renata mengahapus air matanya kasar, padahal ia sudah berusaha sekuat mungkin untuk tidak menangis. Namun, tetap saja air matanya tidak mau bekerja sama. "El, untuk sekali saja, apa kamu pernah menrindukanku?"

Elvano tertawa pelan mendengar pertanyaan bodoh Renata, ia tidak percaya, wanita di depanya saat ini ternyata begitu percaya diri.

"Kau sedang bercanda," Elvano mencekram wajah Renata kasar. "Jangankan merindukanmu, memikirkanmu saja aku tidak pernah. Jadi, cepatlah pergi dari hadapanku!"

Tentu saja jawaban tersebut membuat Renata merasa tertampar, ia merutuki kebodohan dirinya yang terlalu berharap selama ini. "Baik, aku akan pergi. Maaf kalau aku sudah membebanimu selama ini.

Setelah mengatakan hal tersebut Renata berjalan keluar, ia bahkan tidak membawa apapun.

Bruk!

Suara pintu terbanting membuat Renata ikut terkejut. Tubuh Renata akhirnya tertunduk lemah, ia mencengkram dadanya yang terasa sakit. "Ternyata rasanya sangat menyakitkan."

Renata bangun, berjalan tak tentu arah, ia bahkan tidak tahu harus pergi kemana di tambah kondisinya yang tidak bisa melihat bukankah semua penderitaannya terlihat sangat lengkap sekarang.

Kini Renata hanya bisa mengikuti kata hatinya untuk terus berjalan, udara malam yang dingin membuat Renata sedikit mengigil.

Tiba-tiba sebuah tangan menghentikan Renata. "Renata, kenapa kamu ada di sini?"

Devan tak habis pikir dengan apa yang sekarang ia saksikan, kenapa Renata malah berjalan di luar sendirian, tadinya ia pikir itu hanya wanita yang mirip Renata karena penasaran ia pun mendekati sosok tersebut dan betapa terkejutnya Devan kalau ternyata wanita tersebut memang Renata.

"Tidak apa, aku hanya sedang mencari udara segar. Jangan hiraukan aku." Renata berusaha bersikap baik-baik saja.

"Bohong! Mana ada orang yang mencari udara segar tengah malam begini. Lebih baik aku antar pulang," ajak Devan

Renata menggeleng cepat. Ia tidak mau kembali ke rumah.

"Ren, bahaya kalau kamu terus sendirian di sini. Tolong kali ini biarin aku bantu kamu." Nada Devan yang memohon membuat Renata merasa tak enak, ia juga sebenarnya sangat takut jika terus berasa di luar.

"Kalau begitu tolong antarkan aku ke rumah Mika."

"Baiklah," ucap Devan tersenyum senang, ia membukakan pintu mobil dan membantu Renata masuk.

* * *
Elvano membanting semua barang di hadapannya.

Sial!

Berulang kali ia terus mengupat dan merutuki kebodohan dirinya.

Beberapa menit yang lalu, saat ia mengusir Renata, Elvano tiba-tiba merasa sangat tidak tenang. Mengusir seorang wanita buta tengah malam bukankah terlihat sangat kejam. Alhasil Elvano pergi mencari Renata untuk membujuknya kembali. Namun, semuanya berubah, Elvano malah melihat pemandangan yang membuatnya kesal setengah mati. Renata dan Devan yang terlihat begitu dekat. Renata bahkan masuk ke dalam mobil pria tersebut. Tentu saja semuanya kini benar-benar terbukti. Ia menyaksikan kedekatan mereka.

"Kenapa aku harus merasa kesal? lepas dari wanita buta itu adalah anugrah, bukankah ini saat yang ku nantikan."

* * *
Paginya. Soraya sudah selesai menyajikan sarapan di meja makan, seperti biasa ia berniat pergi membangunkan majikannya. Langkahnya terhenti ketika melihat Elvano yang keluar kamar dengan setelan rapi.

"Nak, apa istrimu belum bangun?" tanya Soraya memastikan.

"Mulai hari ini berhenti membahas wanita itu." Tampak jelas dari raut wajah Elvano yang merasa tak senang. Ia berjalan ke meja makan untuk menyantap sarapannya.

Soraya menyergit bingung, ia tidak mengerti maksud perkataan Elvano. "Memangnya apa yang terjadi? Kemana istrimu?"

Bruk!

Elvano membanting sendok kesal. "Bukankah sudah ku peringatkan untuk berhenti membahas tentangnya."

Suara bel pintu membuat keduanya diam, Soraya segara pergi membukakan pintu.

"Siapa yang datang Bi?" tanya Elvano berjalan ke arah pintu. Ia terkejut mendapati kedua orang tuanya datang secepat ini.

"Ma, Pa. Ada apa kalian datang sepagi ini?" tanya Elvano bingung.

"Memang nya Mama harus ada alasan datang ke rumah anak sendiri aneh deh kamu." Diana mengedarkan pandangannya ke segela arah. "Oh ya mana menantu Mama. Mama mau ketemu udah rindu banget ni."

Diana langsung masuk mencari keberadaan Renata. Ia sengaja datang awal untuk bertemu menantunya. Entahlah, hati Diana merasa tidak tenang semalaman.

"Wanita itu sudah tidak ada lagi di rumah ini." Satu kalimat yang keluar dari mulut Elvano membuat ketiganya terdiam.

"Apa maksudmu El?" Wajah Diana ceria langsung berubah serius.

"Aku sudah mengusir wanita jalang itu keluar dari rumah ini," seru Elvano tanpa rasa bersalah. Toh percuma menyembunyikan semuanya, suatu hari akan ketahuan juga. Jadi lebih baik ia mengatakannya sekarang.

Plak!

Diana menampar wajah Elvano. "Dasar tidak tahu diri! Berani sekali kamu mengusir istrimu pergi."

"Kenapa tidak boleh? Wanita jalang itu sudah berani berselingkung di belakangku," jelas Elvano tidak terima.

Bugh!

Satu pukulan berhasil membuat Elvano tersukur jatuh. Elvano memegang pipinya, pulukan tersebut membuat sudut bibirnya sedikit berdarah, ia tertawa pelan. Tidak percaya apa yang baru saja terjadi. Bahkan kedua orang tuanya kini malah berpihak pada wanita tersebut. Sifat lugu Renata ternyata sudah berhasil mencuci otak semua orang. Buktinya tidak ada satupun orang yang berpihak padanya sekarang.

"Wanita yang sudah mengorbakan hidupnya untukmu tidak mungkin melakukan hal serendah itu," sarkas Dipta. Ia sudah tak habis pikir dengan kelakuan putranya yang berubah sangat dratis

* * *

Happy reading chinggu.

Jaangan lupa follow, vote and komen ya. Supaya author makin semangat up heheheh😅

Istri Buruk RupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang