Renata tahu, dari suaranya, Elvano pasti marah dengan ucapanya tadi.
Suasana canggung pun menyelimuti keduanya, masing-masing dari mereka larut dalam pikirannya sendiri.
Sesampainya di rumah, Elvano menurunkan tubuh Renata di sofa, ia berjongkok di depan istrinya. Kedua tangan Elvano mengenggam lembut tangan Renata.
"Ren, tolong katakan apa yang sebenarnya terjadi di taman tadi, jika kamu terus diam, aku merasa sangat bingung," pinta Elvano pelan, ia berusaha membujuk istrinya.
"Tidak, semua ini salahku, yang dikatakan mereka memang benar, tidak seharusnya pria yang sempurna sepertimu menikah dengan wanita cacat sepertiku." Renata berusaha menggigit bibir bawahnya agar tidak menangis.
Elvano segera berdiri, ia merasa kesal bukan main mendengar penuturan istrinya. "Jadi ini ucapan rendahan, yang kamu dengar tadi, sialan! Wanita bermulut pedas itu harus di beri peringatan."
Renata langsung mencengkram erat baju suaminya, "jangan El, mereka tidak bersalah, semua ini salahku." Tanpa sadar air matanya yang sedari tadi ia tahan kembali mengalir.
Melihat istrinya yang sudah menangis, Elvano hanya bisa menghembuskan napas gusar, ia memeluk erat tubuh istrinya. Membiarkan Renata terus menangis di pelukannya.
"Sekarang sudah lebih baik?" Elvano melepaskan pelukan mereka setelah merasa Renata sudah sedikit tenang.
"Ren, bagaimanapun keadaanmu, aku akan tetap bersamamu. Jangan menghukumku untuk menikah dengan wanita lain." Elvano terdiam sesaat, sebelum akhinya melanjutkan kalimat. "Aku tahu, kesalahanku di masa lalu memang tidak pantas di maafkan. Tapi jangan menghukumku begini, Ren maafkan aku." Terdengar jelas dari nada bicara Elvano yang mulai ketakutan.
Renata yang merasakan tangan Elvano mulai bergetar, ia menjadi begitu menyesal. Renata memeluk tubuh Elvano. "Tidak apa El, semua sudah berlalu. Maafkan aku yang berpikir suka berpikir seenaknya."
Elvano melepas pelukan mereka. "Janji, kamu tidak akan berpikir seperti tadi lagi."
Renata mengangguk cepat, senyum sumgringah kembali menghiasi wajah Elvano, ia mengusap lembut puncak kepala istrinya. "Sana bersiap, kita akan jalan-jalan seharian penuh."
"Baiklah," ujar Renata tersenyum.
* * *
"Bagaimana rasanya?" tanya Elvano.
Renata tersenyum senang, ia memakan permen kapas kesukaannya.
"Habis ini kita naik wahana apa lagi?" Mata Elvano tidak bisa beralih, ia terus melihat ke arah Renata. Entah sudah berapa lama ia tidak melihat wajah istrinya seceria sekarang.
Seharian ini mereka sudah mencoba berbagai wahana yang ada di sana. Mulai dari komedi putar, bianglala, dan permainan menembak. Elvano melakukan semua hal yang di sukai istrinya.
"Kita naik Roller Coaster
bagaimana?" tanya Renata balik."Boleh," jawab Elvano cepat.
Sedetik kemudian semua buyar, ia merasa sangat menyesal mengiyakan permitaan istrinya.
"El, kamu baik-baik saja?" tanya Renata yang merasakan kegugupan suaminya.
Elvano mencoba mengatur suaranya agar tidak terdengar ketakutan. "Ya tentu saja."
Permainan Roller Coaster pun di mulai, Renata begitu menikmatinya, ia tampak berteriak kegirangan, sementara Elvano ia terus menutup matanya sambil melafazkan doa agar permainan segera berakhir, sebelum jatuhnya mencolos ke bawah.
"Wah, tadi itu benar-benar seru!" Renata tampak sangat puas setelah berhasil menyelesaikan permainan.
"Iya, sangat seru," balas Elvano bohong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istri Buruk Rupa
RomanceElvano yang terbangun dari koma tiba-tiba di jodohkan dengan seorang gadis yang memiliki wajah yang cacat, tak cukup sampai di situ. Ternyata gadis itu juga buta. Malangnya Elvano harus menerima perjodohan tersebut karena ibunya yang terus memaksa d...