Ten

6.6K 220 5
                                    

"Bi, apa Elvano belum bangun?" tanya Renata yang sedang mencari-cari keberadaan suaminya.

"Sepertinya belum nak," jawab Bibi jujur.

"Ya sudah kalau gitu Bi, biar Renata cek sebentar." Renata kemudian berjalan menuju kamar Elvano.

Tok tok tok

Entah sudah berapa kali Renata mengetuk pintu, ia juga memanggil-manggil nama Elvano tetapi, tetap saja tidak ada satu sawutan pun yang terdengar. Akhirnya, Renata memutuskan untuk langsung masuk.

"El, kamu belum bangun ya?" Renata berjalan ke arah ranjang, ia berusaha mencari keberadaan Elvano.

Renata mengulurkan tangannya menyentuh tubuh Elvano. "El badan kamu deman."

Renata yang khawatir langsung kembali ke dapur. "Bi, bisa tolong ambil baskom yang di isi air sama handuk."

"Apa Elvano sakit?" tanya Bibi bingung.

"Iya Bi, badannya terasa sangat panas."jelas Renata.

Soraya kemudian mengambil barang yang tadi di minta Renata lalu, menyerahkannya. "Kalau kamu kesusahan, biar bibi aja yang bawa."

"Tidak apa Bi, biar Renata saja. Bibi, bisa tolong buatkan bubur untuk Elvano?" ujar Renata tersenyum lembut.

Soraya langsung mengiyakan permintaan Renata. Ia hanya bisa melihat dari jauh bagaimana gadis itu kesusahan membawa baskom air dengan satu tangan, sementara tangan satunya lagi tetap setia memegang tongkatnya.

Entah kenapa, Soraya merasa saat melihat gadis tersebut ia merasa iba dan sedih, entah bagaimana nasib pernikahan mereka, Soraya takut jika Renata hanya akan terluka. Gadis yang telah dianggapnya seperti anak sendiri.

Bunyi telepon masuk, membuyarkan pemikiran Soraya. Ia segera mengangkat telepon masuk tersebut.

* * *

Dengan hati-hati, Renata meletakan baskom isi air di atas rak lemari yang ada di pinggir kasur, tanganya begitu telaten mengompres Elvano.

Sementara itu, Elvano yang merasakan ada sebuah benda dingin yang mendarat di keningnya mencoba membuka sedikit matanya. Samar-samar ia bisa melihat wajah Renata yang menatap khawatir ke arahnya.

"Untuk apa kamu di sini?" tanya Elvano sinis. Ia mencoba bangkit dari tidurnya. Namun, saat mencoba untuk duduk, kepalanya langsung di serang dengan rasa sakit yang membuatnya sedikit meringis.

Renata mendengar Elvano meringis berusaha membantu suaminya untuk duduk. "Jangan banyak gerak dulu, nanti kepalamu makin pusing."

Setelah mengatakan hal tersebut Renata langsung keluar, tak lama ia kembali dengan membawa napan yang berisi semangkuk bubur.

"El, kamu makan bubur ya." Renata menyerahkan napan tersebut kepada Elvano, meskipun sebenarnya ia ingin menyuapi suaminya, tapi tidak lucu kan kalau nanti Renata malah salah mengarahkan sendoknya.

"Tidak perlu," balas Elvano singkat, ia tidak berniat menerima bubur yang di berikan Renata.

"Tapi El, kamu harus makan sedikit saja." Renata mencoba membujuk suaminya.

"Aku tetap tidak mau," tolak Elvano lagi

Tetapi, Renata tidak menyerah ia tetap berusaha membujuk suaminya untuk memakan bubur tersebut.

Prang.

Bunyi pecahan mangkok mengelegar membuat Renata tersentak kaget, di tambah lagi dengan tumpahan bubur panas yang mengenai tangannya. Rasa perih yang menjalar di tangannya hampir membuat ia menangis, ia tidak menduga jika Elvano malah menepis tangannya.

"Nak, kamu tidak apa-apa?" tanya Bibi yang baru saja masuk, ia sangat khawatir dengan keadaan Renata.

"Tidak apa bi, tanganku sedikit licin tadi dan tidak sengaja menjatuhkan mangkuk buburnya." dalih Renata tersenyum lembut seperti biasa.

Elvano yang mendengar jawaban Renata malah tersenyum miring sembari membuang muka ke lain. Ia hanya tidak percaya wanita tersebut malah berbohong hanya untuk mendapat simpatinya. Sayang sekali, wajah polos dan menyedihkan itu tidak akan membuat Elvano terkecoh lagi.

"Ya sudah, biar bibi yang bersihkan, kamu cuci tangan dulu, biar nanti bibi yang ambil salep lukanya," ujar Soraya.

"Baik bi," balas Renata berjalan keluar dari kamar tersebut.

Baru beberapa langkah berjalan, ia merasakan seseorang berjalan menghampirinya. "Sayang tangan kamu kenapa?" tanya Diana dengan mimik khawatir.

Tubuh Renata langsung terdiam, ia sedikit terkejut dengan kehadiran mama mertuanya. "Lho, mama kapan datangnya?"

"Ini baru sampai, tadi mama telepon, terus Bibi bilang Elvano sakit, makanya mama sama papa langsung ke sini." Terang Diana singkat. "Ayo kita obati dulu tanganmu."

"Gak apa Ma, tangan Renata baik-baik saja, mama ketemu Elvano saja dulu." Renata berusaha untuk terlihat tenang.

"Tanganmu udah merah kayak gitu masih bilang baik-baik saja, mama cepat  obati luka Renata, biar papa yang liat keadaan Elvano," sahut Dika_suami Diana.

Diana langsung membawa Renata ikut bersama. "Udah biarin aja, lagipula papa dan Elvano dah lama gak ketemu. Biarkan mereka menghabiskan waktu bersama, jadi kamu ikut sama mama. Oke."

Renata mengangguk mengerti, ia tak lupa memamerkan senyum tulusnya ke arah Diana.

* * *

"Sayang," panggil Diana menepuk pundak Renata yang tampak melamun. "Ada bagian lain yang sakit?"

"Gak kok Ma, Renata baik-baik saja." Bohong Renata lengkap dengan senyuman yang tak luntur dari wajahnya.

Diana kemudian memeluk erat tubuh Renata. "Mama tahu, Elvano mungkin belum bisa menerima keadaanmu yang sekarang. Tapi kamu harus yakin. Elvano yang dulu begitu mencintaimu pasti akan kembali."

"Ya Ma," jawab Renata singkat, namun entah kenapa hatinya merasa ragu, mungkinkah Elvano yang dulu itu akan kembali, atau sosok tersebut sebenarnya telah benar-benar hilang.

Diana mengelus lembut puncak kepala Renata. Lalu mengajaknya kembali ke kamar Elvano.

"Gimana keadaanmu El, masih sakit?" tanya diana pada anaknya.

"Udah mendingan Ma, Papa paksa dia minum obat," sahut Dipta percaya diri.

"Ya syukurlah gitu, sekarang kamu bisa istirahat, Papa sama Mama keluar dulu ya." Diana dan Dipta kemudian berniat pergi keluar, di susul Renata yang ikut berjalan di belakang mereka.

"Kamu mau kemana?" tanya Dipta yang melihat Renata mengikuti mereka.

"Mau keluar juga Pa, biar Elvano bisa istirahat," sahut Renata seadanya.

Diana dan Dika saling memandang satu sama lain. "Sayang, kamu ini gimana sih, suami sakit di temenin tu, biar cepat sembuh."

"Iya bener, kalau ada istri yang nemenin di samping, proses sembuh jadi berkali-kali lipat lebih cepat," timpal Dipta sembari memeluk istrinya.

Lagi-lagi Renata hanya bisa tersenyum getir, hal yang dikatakan mertuanya memang benar. Hanya saja hal tersebut berlaku jika kedua pihak saling mencintai dan membutuhkan satu sama lain. Namun, bagaimana dengan hubungannyan dan Elvano. Jangankan untuk mendekat, melihat wajahnya saja sudah enggan.

"Pokoknya kamu harus duduk di dekat suamimu. Ok," Diana langsung menyuruh Renata duduk di dekat Elvano. "Mama sama Papa keluar dulu. Kalian yang rukun di sini ya."

"Siap Ma," ujar Elvano memamerkan senyum palsunya. Tentu saja di dalam hati ia sangat ingin menolak dan segera mengusir wanita buta itu dari hadapanya. Hanya saja hal tersebut tidak bisa ia lakukan sekarang.

* * *

4 agustus 2022

Istri Buruk RupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang