Twenty Seven

10.1K 197 1
                                    


Elvano menatap cincin pernikahan, yang masih setia melingkar di tanganya dengan tatapan sendu.

"Haruskah aku memperjuakanmu? Sementara jalan untuk kembali telah buntu." Elvano memegang sisi dadanya yang terasa nyeri. Ia pun bangkit berniat pergi, tapi hatinya terasa begitu berat. Elvano menoleh sebentar, ia berharap Renata datang mencegahnya. Sungguh harapan yang terdengar begitu mustahil.

Bunyi ponsel membuat pikirannya teralihkan. Elvano mengambil benda persegi panjang tersebut dari sakunya.

"Hallo El," ucap suara seberang yang terdengar sedang menahan tangis.

"Ma, ada apa?" tanya Elvano bingung. Perasaanya ikut menjadi tidak karuan.

"Renata, El." Tangis Diana pun pecah, ia tampak tergagap melanjutkan kalimatnya.

Deg.

Mendengar nama Renata, perasaan Elvano semakin khawatir dan juga ketakutan. Tubuhnya ikut membeku seketika. "Ada apa dengan Renata, Ma?"

"Istrimu pingsan El, Mama takut terjadi sesuatu," ucap Diana sesegukan.

"Mama dimana? Biar Elvano kesana."

"Di rumah kalian. Kamu cepat ke sini." ujar Diana di sela-sela tangisnya.

"Mama tenang, Elvano akan segera pulang." Setelah menutup telepon Elvano langsung berlari keluar bandara, ia tidak perduli dengan keberangkatannya yang sebentar lagi. Baginya kondisi Renata jauh lebih penting dari apapun.

"Sial," umpat Elvano, tidak ada satu taksi pun yang berhenti, ia berlari ke tengah jalan menghentikan sebuah taksi yang sedang melaju kencang.

"Hey Mas, apa anda sudah gila!" Teriak supir taksi tidak habis pikir dengan tindakan Elvano yang sangat berbahaya.

"Tolong antarkan saya ke alamat ini, saya akan bayar 3 kali lipat," pinta Elvano.

"Maaf Mas, tidak bisa, penumpang saya sudah menunggu," jelas si supir, ia tidak mau membuat penumpangnya menunggu lama.

"Tolong Pak, istri saya sedang sakit. Saya harus segera pulang," ujar Elvano dengan nada memohon, ia bahkan akan berlutut jika perlu. Yang terpenting baginya sekarang untuk segera pulang.

Supir taksi menatap iba ke arah Elvano. Ekspresi Elvano mengingatkan dirinya dulu, saat itu istrinya akan melahirkan sementara kondisi taksi sedang rusak dan kesusahan mendapatkan kendaraan, tanpa pikir panjang sang supir akhirnya setuju. "Baiklah Mas, ayo naik."

Setelah berhasil mendapat persetujuan, Elvano langsung masuk ke dalam taksi.

Kendaraan roda empat tersebut langsung melaju dengan kecepatan penuh.

* * *
"Ada apa Pak?" tanya Elvano bingung karena keadaan taksi yang tiba-tiba berhenti.

"Sepertinya ada kemacetan panjang di depan," jelas supir taksi yang melihat kondisi jalan di penuhi kendaraan yang  mengantri.

Elvano mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan dan memberikannya pada supir taksi tersebut. "Ini Pak ongkosnya. Kembaliannya ambil saja untuk bapak."

"Tapi..." Sebelum sang supir menyelesaikan kalimatnya, Elvano sudah lebih dulu keluar dari mobil, ia memilih berlari dari pada menunggu kemacetan yang tidak tau kapan selesai.

Elvano terus berlari, ia sesekali berhenti mengatur napasnya. Jarak rumah yang masih jauh tidak membuat ia mengeluh sedikitpun, yang terpenting ia bisa segara sampai.

Sesampainya di rumah, Elvano langsung menggedor pintu.

"Ma, dimana Renata?" tanya Elvano begitu Diana membuka pintu.

Istri Buruk RupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang