Twelve

5.9K 218 2
                                    

Jangan lupa vote and komen+saran yang membangun, supaya kedepannya lebih baik lagi😊😊

Happy reading buat semuanya.

* * *

"Ada apa?" tanya ibunya bingung.

"Bentar Ma, Anna lagi tunggu es krim," ucapnya lucu. Tak lama Elvano datang dan memberikan es krim.

"Terima kasih paman," Anna langsung mengambil es krim tersebut sambil tertawa riang. "Kakak baik hati, aku pulang dulu ya."

Setelah kepergian ibu dan anak tersebut  Elvano malah tampak sibuk ngedumel tidak terima di panggil paman sementara Renata malah di panggi kakak. "Anak itu benar-benar tidak tahu terima kasih. Menyebalkan sekali."

Renata tertawa pelan, ia sudah lama tidak mendengar Elvano menggerutu. Padahal dulu, Elvano sering sekali melakukan hal tersebut yang membuat  Renata gemas setengah mati, ia bisa membayangkan wajah lucu dan imut saat Elvano terus bicara tanpa berhenti.

"Sudahlah, itu kan hanya omongan anak kecil, kamu tidak perlu memasukannya ke dalam hati." Renata hanya mendengar helaan napas panjang dari orang di sampingnya.

"Ini," Renata menyergit bingung dengan jawaban Elvano.

Elvano meraih tangan Renata lalu, menyerahkan es krim yang dibelinya tadi. "Aku membelinya lebih karena tidak ada uang kembalian," bohong Elvano, ia tidak mau Renata tau bahwa ia memang sengaja membelikan makanan tersebut untuknya.

"Terima kasih," Renata menerima es krim tersebut sambil tersemyum bahagia, senyuman yang lagi-lagi membuat detak jantung Elvano menjadi tak beraturan.

"Padahal hanya hal kecil, tapi kanapa ia lagi-lagi, tampak begitu bahagia," batin Elvano, matanya tak berpaling sedikitpun dari Renata.

"Yakin tidak mau?" tanya Renata memastikan.

"Ya, kamu makan saja semua, aku tidak tertarik dengan makanan anak kecil." Entah kenapa Renata merasa Elvano sedang menyindir dirinya. Namun, Renata tidak mau ambil pusing, ia memilih menikmati es krim hingga tak bersisa.

* * *
Angin sore yang menerpa lembut wajah Renata, ia terlihat begitu menikmati suasana pantai yang sudah lama ia rindukan.

"Sepertinya, kamu sudah tidak asing dengan tempat ini." Elvano menghamburkan pandangannya ke sekeliling, terihat suasana pantai yang mulai ramai menjelang sore.

"Hm, dulu aku sering kemari dengan seseorang," ujar Renata jujur, ia mulai teringat saat itu dirinya masih bisa melihat dulu, ia akan berjalan ke semua tempat yang ada dan mencoba jajanan seafood kesukaannya lalu menikmati matahari terbenam yang begitu indah.

Kata 'seseorang' yang berasal dari ucapan Renata membuat Elvano merasa penasaran, terlihat dari nada bicara Renata bahwa orang tersebut tampak spesial. "Apa dia orang yang kamu sukai?" Tiba-tiba saja pertanyaan tersebut meluncur begitu saja dari mulutnya.

Renata langsung mengangguk mantap, entah kenapa, jawaban tersebut malah membuat Elvano sedikit jengkel, ya meskipun ia tidak mencintai Renata tapi Elvano merasa tidak terima jika istrinya menyukai orang lain. "Setelah kita bercerai kamu bisa pergi sepuasnya dengan orang yang kamu sukai."

Renata yang merasa Elvano cemburu malah berusaha menggoda suaminya. "Tentu saja, sampai sekarang pun aku masih mencintainya. Ia pernah berjanji kepadaku bahwa saat nanti kami kembali kemari. Dia akan mengabulkan segala permintaanku."

Elvano yang mendengar hal tersebut malah merasa makin kesal, ia bangun dari tempat duduknya.

"Kamu mau kemana?" tanya Renata ketika menyadari pergerakan tubuh Elvano yang sudah berdiri.

"Aku mau jalan-jalan. Duduk di sini membuat kepalaku pusing," Elvano kemudian lansung berjalan. Di susul Renata yang memegang bagian lengan bajunya.

Langkah Elvano yang terlalu cepat membuat Renata sedikit susah mengimbanginya. "El, bisa jalannya pelan sedikit," pinta Renata.

Elvano berhenti, ia menghembuskan napas pelan, berusaha menyingkirkan rasa kesalnya. Sementara Renata hanya diam tidak berani bersuara. Ia takut Elvano malah marah dan meninggalkannya di sini seperti kemarin.

"Ini ambil," Elvano melempar jaketnya ke arah Renata.

"Kenapa memberikanya padaku?" tanya Renata tidak mengerti.

"Jaketnya sudah kotor kena debu pantai, jadi aku tidak mau lagi memakainya," dalih Elvano, padahal ia sengaja memberikan jaket tersebut kepada Renata karena wanita itu tampak kedinginan.

Renata mengangguk mengerti, ia memegang jaket tersebut dengan sangat  baik. Spontan hal tersebut malah membuat Elvano merasa lebih kesal dari sebelumnya. Ia langsung mengambil jaket tersebut dan memakainya ke tubuh mungil Renata. "Kamu ini sengaja membuatku terlihat seperti suami yang kejam ya."

Renata malah bingung dengan perkataan Elvano barusan. Ia tidak mengerti maksudnya sama sekali. "Lain kali, kalau aku memberikan sesuatu, kamu harus memakainya suka tidak suka. Aku tidak perduli. Jangan memegangnya seperti pelayan."

"Maaf." Hanya kata itu yang terpikirkan oleh Renata, saking bingungnya ia bahkan tidak tahu harus merespon seperti apa.

"Ya sudah, ayo kita makan," ajak Elvano membawa Renata ke sebuah warung makan.

"Kamu tunggu disini sebentar, aku mau mengambil ponselku yang tertinggal di mobil. Pesan saja semaumu."

* * *

"Renata," sebuah panggilan membuat Renata menoleh ke arah suara.

"Ya, kamu Renata kan," ujar suara itu lagi.

"Maaf, kamu siapa?" tanya Renata tidak bisa mengenali suara tersebut.

Pria tersebut ikut duduk di samping Renata dengan wajah sumringah. "Ini aku Devan, kita dulu satu SMA."

Renata berusaha mengingat sosok tersebut. "Devan yang suka bikin ulah itu kan," tebaknya.

Pria itu tertawa pelan, "Apa tidak ada hal istimewa yang kamu ingat tentangku selain kenakalan."

Renata merasa tidak enak. "Maaf, aku tidak bermaksud apapun."

"Tidak perlu serius seperti itu, aku hanya bercanda. Oh ya bagaimana keadaanmu sekarang." Devan memperhatikan Renata sejak tadi. Ada yang aneh dengan gadis tersebut, entah kenapa saat bicara Renata tidak melihat ke arahnya. Devan mencoba melambaikan tangannya di depan wajah Renata tetapi, gadis itu sama sekali tidak merespon.

"Seperti yang kamu liat sekarang, aku baik-baik saja," ucap Renata tersenyum seperti biasanya. "Bagaimana denganmu?"

"Aku juga baik, berkatmu aku bisa menjadi diriku sendiri seperti sekarang." Jujur Devan, ia merasa sangat bersyukur dengan kehadiran Renata. Gadis yang membuat ia kembali mengejar mimpinya. Seseorang yang berada di dekatnya ketika semua orang memilih mengabaikannya. Ya, Renata adalah cahaya di kehidupan Devan. Gadis yang membuat sikap Devan berubah menjadi sosok yang baik.

"Syukurlah, aku senang mendengarnya," tutur Renata.

Senyuman yang sudah lama Devan rindukan. Sekarang ia bisa kembali melihat senyuman itu dari dekat. Namun, semua masih sama, meskipun jarak mereka sudah sedekat ini, Devan tetap tidak bisa memeluk atau mengenggam tangan orang yang telah lama menetap di hatinya. Mirisnya lagi, cincin pernikahan yang tersemat di jari tangan Renata membuat harapan Devan semakin memudar.

"Dev."

"Devan." Entah sudah berapa kali Renata memanggil namanya. Namun, pria itu masih terlalu larut dalam lamunannya.

"Ya, kenapa?" tanya Devan tersadar dari lamunannya.

"Dari tadi ponselmu sepertinya terus berbunyi," terang Renata yang mendengar suara ponsel dari arah Devan.

Devan melihat ponsel miliknya, 3 panggilan tidak terjawab dari temannya. "Sepertinya aku sudah terlambat kapan-kapan kita ketemu lagi ya."

"Baiklah," tutur Renata ramah.

Sementara di sisi lain, seseorang terus memperhatikan mereka dengan tatapan tak suka.

* * *
4 September 2022









Istri Buruk RupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang