EXRA CHAPTER - 3

4K 88 2
                                    

"Coba saja tangkap aku jika bisa." Tantang Elvano.

Elvano langsung bangkit dari tempat duduk, di susul Renata yang berusaha menangkap dirinya. "Ayo tangkap! Aku ada di belakangmu."

Renata berbalik mengikuti sumber suara ia terus berusaha mencari keberadaan suaminya.

"Tertangkap." Peluk Elvano dari belakang.

Renata reflek terdiam di tempat. Harusnya dirinya yang menangkap Elvano bukan sebaliknya.

"Konsep macam apa ini," ujar Renata bingung.

Elvano melepas pelukan, ia berdiri di hadapan istrinya. "Konsep yang harusnya menjadi tugasku." Ia meraih tangan Renata mengenggamnya dengan penuh kelembutan. "Mulai hari ini hingga seterusnya akulah yang akan menangkapmu, akulah yang akan menghampirimu, akulah yang terus berlari ke arahmu dan akulah yang akan selalu kembali kepadamu. Jadi, kamu hanya perlu diam di tempat. Kedepanya biar aku yang berusaha untuk tetap berada di sisimu."

"Lalu? Aku hanya boleh diam di posisiku dan tidak bergerak?" Renata maju satu langkah. "Maaf, sepertinya aku tidak bisa. Aku juga harus berjalan menghampirimu dan menangkapmu seperti ini."

Mendengar perkataan Renata membuat Elvano tertawa pelan. "Sepertinya perkataanmu benar, aku tidak bisa membiarkanmu menunggu."

Keduanya saling tertawa dan memeluk satu sama lain.

"Udah gelap, ayo kita pulang," ujar Elvano.

Renata mengangguk ia mengikuti langkah Elvano yang menuntunnya menuju mobil.

Elvano melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, hanya suasana sunyi yang menyelimuti keduanya, ia beberapa kali melirik ke arah istrinya yang sudah terlelap. Elvano sengaja tidak mengajak istrinya untuk mengobrol agar bisa istirahat, setelah seharian bermain. Ia juga sempat menepikan mobil sebentar untuk membeli makanan lalu, kembali melanjutkan perjalanan.

* * *

Sesampainya di rumah, dengan hati-hati ia mengangkat tubuh Renata ke dalam rumah, rasanya ia tak tega membangunkan Renata yang masih tertidur pulas, tak lama ia merasakan pergerakan kecil dari istrinya.

"Kenapa tidak membangunkanku?"tanya Renata mengucek matanya.

Elvano menurunkan tubuh Renata di sofa. "Biar aku bisa gendongmu," Elvano mengacak rambut istrinya, sambil tersenyum lembut. "Sana cuci muka, biar aku siapkan makan malam. Aku udah beli makanan kesukaanmu."

"Oke," ucap Renata memberi hormat, ia kemudian berjalan ke arah wastafel untuk mencuci muka. Sementara dari jauh Elvano terus memperhatikan istrinya. Ia sengaja membiarkan Renata melakukan segala sendiri karena ia tau, istrinya tidak suka jika di anggap cacat dan hanya bergantung pada orang lain.

Setelah selesai mencuci muka, Renata berjalan menuju meja makan.

Bibir Elvano tak bisa berhenti tersenyum, memperhatikan Renata yang duduk manis menunggunya menyiapkan makanan, benar-benar mengemaskan.

"Makanannya sudah siap," ucap Elvano meletakan semangkuk soto yang sudah di panaskan.

Keduanya makan tanpa bersuara. Masing-masing sibuk melahap makanan mereka.

"Hm, Renata, ada yang ingin kukatakan padamu," ujar Elvano ketika makanan mereka telah habis.

"Katakan saja," balas Renata santai.

"Tadi sore pihak rumah sakit menghubungiku, katanya ada pendonor yang cocok untukmu.

Renata terdiam cukup lama, "apa kamu terbebani karena aku buta?"

Elvano yang tadinya duduk di hadapan Renata langsung pindah ke samping istrinya, ia mengenggam tangan Renata lembut.

"Sama sekali tidak, aku hanya ingin kamu bisa menikmati segala hal yang ingin kamu lihat, tanpa perlu membayangkan bagaimana keindahannya." Suara Elvano perlahan berubah menjadi parau, rasa bersalah kembali mendominasi hatinya. "Melakukan semua aktivitas seperti biasa tanpa terluka."

Istri Buruk RupaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang