"Some people cross your path and change your whole direction,"
.
.Chaeyoung menghela nafas berat sambil memijit pelipisnya. Sesekali, Ia menyandarkan kepalanya pada sandaran jok mobilnya sambil memejamkan mata. Berusaha menghilangkan beban berat di kepalanya.
Mobil mewah itu berjalan beriringan membelah jalanan kota Seoul dengan rintik hujan yang kian besar sebagai musik pengiring. Chaeyoung benci hujan. Delapan tahun yang lalu, hujan juga mengiringi pemakaman ibunya. Hujan selalu membawa luka, dan Ia tidak menyukainya.
Mobil-mobil itu melambat ketika memasuki area Istana. Sebuah Istana luas dengan lahan lima hektar. Seorang penjaga gerbang memberi hormat pada mobil di depan mobil yang ditumpangi Chaeyoung. Ia membuka gerbang tinggi berlapis perunggu dan tetap membungkuk hormat sampai iring-iringan itu lewat.
Chaeyoung menghela nafas. Kematian Ayahnya membuat Ia menyesal setengah mati. Setelah kematian ibunya, Ratu Park Hyunsu, delapan tahun yang lalu, Chaeyoung mengasingkan diri dengan menuntut ilmu di Amerika. Ia hanya akan pulang saat liburan untuk sekedar membantu hal-hal yang berkaitan dengan Istana, selaku posisinya sebagai pewaris tahta kerajaan.
Selama delapan tahun itu, Ia bahkan tidak pernah mengobrol akrab dengan Ayahnya. Dan, saat Ia ingin memperbaiki segalanya, keadaan membuatnya seperti pecundang. Pecundang yang durhaka.
"Yang mulia." Sebuah suara membuat Chaeyoung membuka mata dan menghilangkan lamunannya. Ia menatap ke samping. Seorang pengawal setianya yang sudah membukakan pintu mobil untuknya. "Perdana menteri dan Dewan Istana sudah menunggu anda, Yang mulia."
Chaeyoung mengerang. Ia keluar dari mobilnya dengan dengusan kasar. Ini adalah masalah yang Ia pikirkan. Tahta kerajaan sedang goyang. Ia bisa saja kehilangan tahta dan perdana menteri bisa mengambil alih sistem pemerintahan.
Jika saja perdana menteri itu bukan Kim Youngmin, baginya sama sekali tidak masalah melepas tahta. Hanya saja, sebuah masalah lain menghantui pikirannya. Ia tidak akan menyerahkan negaranya untuk penjudi gila harta seperti Kim Youngmin.
"Bagaimana keadaan Nenek, Lim?" tanya Chaeyoung saat mereka berjalan menyusuri halaman menuju bangunan utama Istana. Limario Manoban-pengawal berwajah tampan bak model itu-berdehem pelan sebelum menjawab.
"Ibu Suri sudah lebih baik. Beliau sudah bisa menghabiskan makanannya, Yang mulia."
Chaeyoung menghela nafas lelah. Dua orang penjaga pintu membungkuk hormat saat membukakan pintu untuknya.
"Aku tidak ingin nenek tau tentang pembicaraan dewan malam ini." perintahnya tegas pada Lim, yang dibalas anggukan hormat lawan bicaranya.
Chaeyoung membelokkan langkahnya menuju sebuah aula besar. Beberapa tawa yang tadi terdengar mendadak senyap. Chaeyoung berdecih dalam hati. Beberapa dari orang sialan itu nampaknya bahagia sekali dengan kematian Raja.
"Maaf, sedikit terlambat." ucap Chaeyoung singkat saat Ia mendudukkan dirinya di kursi kebesarannya. Ia menatap seluruh anggota yang hadir.
"Jika begitu, apa kita bisa memulai dengan segera?" tanya sebuah suara tua, berwajah penjilat yang duduk tepat disamping Youngmin.
Chaeyoung tertawa. "Terburu-buru sekali. Terlihat seperti kalian sudah tahu akan seperti apa hasil pertemuan ini." lanjutnya sambil tersenyum dan menopang dagu dengan kepalan tangannya.
Aula menjadi sangat tegang. Chaeyoung sangat berbeda dengan Ayahnya. Jika sang Ayah penuh kelembutan, Chaeyoung menuruni mulut tajam sang Ratu.
"Ini sudah terlalu malam, Yang Mulia. Kami fikir anda juga perlu istirahat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Red String (Chaennie 🔞) [END]
RomansaGxG futa Topsé 🔞⚠️ area Kata orang, setiap jari manusia terdapat benang merah. Yang akan menuntun mereka pada cinta sejati. Lalu, kemanakah benang merah di jari Raja Park Chaeyoung dan Kim Jennie akan menuntun mereka? #Chaennie #Topsé #Modern-Monar...