HMT 9 - Sakit

3.1K 145 1
                                    

Martin dan Pingkan baru saja keluar dari mobilnya. Dikarenakan ini malam minggu, Martin sengaja bertandang dulu ke rumah pacarnya itu usai mengajak Pingkan berbelanja dan dinner di resto mewah.

Ternyata uang dari Devan sangat lebih daripada cukup untuk membeli barang yang dia butuhkan dari Baron. Jadi, masih ada sisa uang yang lumayan untuk menyenangkan hati pacarnya.

Sedangkan Alice?
Persetan dengan gadis itu!

Martin tidak peduli dengan adiknya itu, meski dari kemarin sore dia belum membelikan makanan juga uang saku padanya. Apa pedulinya? Alice cuma anak haram ayahnya.
Jadi biarkan saja dia menderita.

"Masuk yuk!" ajak Pingkan sambil memegang beberapa paper bag belanjaan dari Mall tadi.

Martin hanya mengangguk sambil tersenyum, kemudian keduanya mulai berjalan berdampingan menuju teras rumah.

Langkah keduanya terhenti saat seorang lelaki paruh baya keluar dari dalam rumah. Dia adalah Hendri Gunawan, ayah Pingkan.

Sudah lama Hendri mengetahui hubungan Pingkan dan Martin. Namun dia tidak menyukai bila putrinya menjalin hubungan dengan anak kuliahan yang tidak jelas itu.

"Malam, Om."

Martin agak membungkuk sambil tersenyum pada Hendri yang sedang berdiri di depan pintu.

Pandangan Hendri tampak jelas jika dirinya tidak menyukai Martin.

"Pingkan, masuk!" perintahnya dengan tatapan sinis pada pemuda yang berdiri di samping putrinya.

Pingkan menoleh pada Martin dengan wajah cemas. Kemudian ia kembali menatap pada pria paruh baya yang berdiri di hadapannya.

"Pa ..."

"Masuk!"

Hendri membentak dengan marah.
Pingkan sangat terkejut. Ia menoleh satu kali pada Martin sebelum mengayunkan langkahnya menuju pintu.

Ayahnya sangat marah. Ia takut ayahnya akan berkata buruk pada pacarnya itu, seperti sebelum-sebelumnya.

Setelah punggung Pingkan menghilang di balik pintu, mata Hendri terfokus pada pemuda yang masih berdiri di hadapannya. Martin segera menunduk.

"Martin, saya nggak suka kamu terus menjalin hubungan dengan anak saya. Lepaskan dia, saya tidak menyukai kamu." Hendri berkata dengan sinis.

Martin sangat terkejut mendengar ucapan ayah Pingkan. Perlahan ia mengangkat sepasang matanya ingin menggapai wajah laki-laki di depannya itu.

"Tapi, Om. Saya dan Pingkan, kita saling cinta Om. Saya juga ada rencana mau serius sama Pingkan," ucapnya takut-takut.

"Cinta? Memangnya kamu mau kasih anak saya makan cinta? Saya cukup tahu latar belakang kamu, Martin." Hendri menaikan sudut bibirnya sambil menatap hina pada pemuda di depannya itu.

"Maksudnya, Om?" tanya Martin dengan kedua alis yang nyaris menyatu.

Hendri tersenyum remeh, kemudian dia berjalan santai menuju tepi teras rumah. Martin memutar manik matanya mengikuti langkah lamban lelaki itu.

"Ayah kamu, Angga Prahadie. Lelaki sukses di bisnis perhotelan. Tapi dia juga seorang lelaki dengan dua istri," cetus Hendri sungguh membuat Martin sangat tersentak.

Masih menerka-nerka inti dari ucapan ayah Pingkan, Martin pun bertanya, "Maksudnya, Om?"

Hendri segera memutar tubuhnya menghadap pada Martin. Dia memicingkan matanya.

"Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Pepatah itu cukup menjelaskan maksud saya. Saya minta tinggalkan Pingkan!"

Hendri segera memasuki rumah dan menutup kedua daun pintu dengan keras.

HOLD METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang