Malam itu Martin sedang berada di sebuah kelab malam. Dia ingin menemui seorang lelaki bernama Baron. Lelaki itu adalah bandar narkoba yang biasa dia temui untuk membeli ganja yang ia butuhkan.
Devan menunggu agak jauh. Namun dia memperhatikan Martin yang sedang berlutut, memohon pada Baron untuk memberikannya ganja.
Baron sudah muak padanya karena hutang Martin terlalu banyak dan sudah meminta lagi. Tentu saja lelaki bertubuh kekar dengan banyak tato itu menolak memberikannya lagi.
Martin berdiri kembali karena Baron juga sudah pergi dan tak mau lagi mendengarkan ocehannya.
Devan segera menghampiri Martin yang tampak sedang gelisah, karena sudah tiga hari dia tidak melinting ganja. Dan dia sangat membutuhkannya sekarang.
"Kenapa lo? Butuh duit?"
Devan berkata sambil duduk di samping pemuda dengan hoodie hitam yang tampak sedang gemetaran.
Martin segera menganguk dengan tubuhnya yang mulai menggigil akibat rasa kecanduannya mulai kambuh.
Devan tersenyum licik, dia mulai menawarkan bantuan bersyarat pada Martin.
"Maksud lo?" Martin sampai melotot padanya setelah mendengar tawaran dari Devan.
"Gue bisa kasih lo duit, tapi lo harus kasih adik lo ke gue. Gimana?" jawaban Devan membuat Martin tergiur.
Dia akan segera mendapat uang yang cukup banyak, dan bisa membeli ganja sebanyaknya pula. Masa bodoh meski harus menjual Alice pada temannya itu.
Persetan dengan Alice!
Lagi pula gadis itu cuma anak haram ayahnya, bukan? Sudah saatnya Alice membayar semua dosa-dosa ibunya, pikir Martin picik."Oke, gue setuju." Martin menadahkan tangannya pada Devan.
Devan tersenyum penuh kemenangan, kemudian dia menyodorkan sebuah amplop yang cukup tebal pada Martin. Lelaki itu tersenyum puas dan ingin segera meraih amplop itu, tapi Devan menahannya.
"Eit! Tar dulu, jangan buru-buru. Dengar, mulai sekarang Alice milik gue. Elo nggak berhak lagi sama dia. Ngerti lo?" Devan berkata setengah berbisik sambil merangkul bahu Martin yang duduk di sampingnya.
"Terserah lo! Gue nggak perduli sama Alice! Terserah mau lo apain tuh, cewek!" Martin langsung meraih amplop itu tanpa mengingat wasiat ayahnya, jika dia harus menjaga adiknya, Alice.
Devan tersenyum puas. Tentu saja dia senang karena sudah punya mainan baru sekarang.
"Satu lagi, lo nggak usah balik malam ini." Devan segera bangkit dari sofa sambil menepuk bahu Martin.
Lelaki itu hanya mengangguk sambil mengusir Devan dengan mengibaskan tangannya.
'Dasar pecandu!' Devan berkata dalam hati seraya tersenyum miring, dia segera menghambur pergi.
................................................
Malam itu hujan tak kunjung berhenti menciptakan suasana yang sangat dingin menyelimuti kota Jakarta.
Alice merasa sangat gelisah karena Martin belum juga pulang, sedangkan waktu sudah menunjukan pukul satu malam.
Tidak lama kemudian terdengar suara mobil menepi di garasi. Alice langsung berbinar. Pasti Martin yang pulang, pikirnya. Dia segera keluar dari kamarnya sambil membawa sehelai handuk untuk kakaknya itu.
Langkah Alice terhenti saat melihat Devan yang memasuki rumah. Bahkan pemuda itu terlihat mengunci pintu dari dalam.
Mau apa dia?
Alice mulai curiga, dia segera memutar tubuhnya menuju kamar. Namun tiba-tiba ada dua tangan kekar yang meraih pinggangnya dari arah belakang.
Jelas saja Alice sangat terkejut sampai menjatuhkan handuk yang dipegangnya tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD ME
RomanceAlice, layaknya seorang gadis belia pada umumnya, dia pun memiliki banyak mimpi dan ingin dicintai. Lantas apa salahnya? Kenapa dia harus berakhir sebagai boneka pemuas nafsu seorang iblis berparas tampan seperti Devan? Inilah kisah Alice, seorang g...