Devan sedang duduk pada sofa sambil memainkan ponselnya saat Alice baru saja keluar dari ruang ganti.
Wangi parfum gadis itu membuat jantungnya berdebar-debar. Ya, ini adalah wangi yang sangat disukainya dan selalu membuatnya menggila.
Lelaki itu segera menoleh pada Alice yang sedang berdiri agak jauh darinya. Alice sangat cantik.
Bahkan lebih cantik dari biasanya. Devan tak ingin berkedip apalagi memalingkan wajahnya dari pemandangan indah di hadapannya itu.
Tatapan Devan membuat jantung Alice berdebar hebat. Dia segera memalingkan wajahnya dan berjalan menuju pemuda itu.
"Aku udah siap, Kak." Alice bicara tanpa mau menatap wajah lelaki yang masih duduk di sofa.
Devan menunjukan kedua lesung pipitnya. Dia segera bangkit dari sofa, kemudian berjalan melewati Alice dan berhenti di belakang gadis itu. Jemari Devan membelai rambut sebahu Alice dengan perlahan, lantas dikecupnya tengkuk leher gadis itu dengan lembut.
Alice memejamkan matanya menahan gejolak yang ada. Tangannya mencengkeram erat tali tas kecil yang sedang dipegangnya. Sentuhan itu sungguh membuatnya merinding.
"Aah, Kak Devan ..." Alice segera menghindar.
Devan tersenyum seringai padanya.
"Kenapa? Nggak suka?" tanya pemuda itu sambil memasukkan kedua tangannya ke masing-masing saku celana jeans.Alice hanya menggeleng pelan.
Devan kembali mendekat."Aku nggak suka ada penolakan. Kamu tahu 'kan?" ucapnya ke wajah Alice.
Wajah mereka sangat dekat. Alice hanya menunduk ketakutan.
Devan segera merengkuh pinggang gadis itu, lantas menyatukan bibir mereka. Alice menjatuhkan tas kecil dari genggaman. Dia menaruh tangannya pada lengan Devan, dan meremasnya sangat kuat. Ciuman ini sungguh membuatnya sampai tak bisa bernapas.
Alice segera meraup oksigen saat Devan melepaskan ciumannya.
Pemuda itu tersenyum puas melihat Alice sedang menyeka bibirnya yang basah dan kebas akibat ulah liarnya barusan. Gila! Devan baru saja memangsanya, bukan menciumnya, pikir Alice kesal."Bibir kamu itu lebih manis tanpa pewarna, ngerti?" tukas Devan segera meraih lengan Alice dan menyeretnya keluar kamar.
Alice belum juga menjawab apa pun, tapi pemuda itu sudah tak mau mendengar apa-apa lagi darinya.
Ya, sebuah boneka memang tak punya hak apa pun untuk menyuarakan perasaannya, bukan? Tapi Alice bukan boneka. Dia hanya gadis yang terperangkap dan tak berdaya karena kekuasaan Devan.
Devan mengemudikan mobilnya dengan sesekali menoleh pada Alice yang memang sangat cantik malam ini. Dia ingin segera pulang usai menghadiri pesta temannya itu.
Dia ingin bercinta dengan mainannya itu secepatnya.
Alice hanya memalingkan wajahnya ke arah jendela mobil. Dia tak mau menatap wajah tampan lelaki di sampingnya itu. Cih! Tampan tapi menjijikan! Rutuknya dalam hati.
Setibanya di sebuah cafe. Alice segera keluar dari mobil atas perintah Devan. Lelaki itu segera meraih lengannya dan menggandengnya memasuki area cafe yang sudah di sulap menjadi dekorasi pesta yang sangat bagus.
Alice tak berani menoleh kemana pun karena semua orang di sana tampak sedang menoleh padanya dan Devan.
"Tunggu di sini," perintah Devan segera pergi meninggalkan Alice sendirian.
Tentu saja Alice sangat kebingungan dan tak tahu mesti apa karena dia tak mengenal siapa pun di sana.
Mungkin ini pesta teman kuliah Devan, makanya tak ada seorang pun yang dirinya kenal di pesta itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD ME
RomanceAlice, layaknya seorang gadis belia pada umumnya, dia pun memiliki banyak mimpi dan ingin dicintai. Lantas apa salahnya? Kenapa dia harus berakhir sebagai boneka pemuas nafsu seorang iblis berparas tampan seperti Devan? Inilah kisah Alice, seorang g...