Martin menghampiri Pingkan yang tampak sedang berdiri di depan pintu cafe. Pemuda itu baru tiba di lokasi. Dia segera menghampiri Pingkan sambil memasang senyumnya.
Meski ayah Pingkan melarang hubungan mereka, tetap saja Pingkan dan Martin masih menjalin hubungan. Terlebih keduanya memang saling mencintai dan sama-sama tak ingin putus.
"Kamu ngapain sendiri di sini?" Pingkan segera menoleh ke arah suara lelaki di sampingnya itu. Kebetulan Martin datang, dia harus mengatakan ini padanya.
"Martin, tadi aku melihat Alice. Dia bersama Devan. Ada hubungan apa Alice dengan Devan? Kamu pasti tahu 'kan?" tanya Pingkan dengan sorot mata penuh harap pada Martin.
Lelaki itu terdiam sejenak, dia memalingkan wajahnya dari Pingkan. Dia tak mungkin mengatakan pada pacarnya itu kalau dirinya telah menjual Alice pada Devan. Ah, pasti Pingkan akan kecewa padanya.
"Jawab Martin!" Pingkan mengguncang kedua bahu Martin sambil menatapnya lekat-lekat.
"Aku nggak tahu. Lagi pula Alice nggak pernah cerita apa pun sama aku," jawab Martin tampak acuh.
Pingkan sangat mengenal Martin, dia tahu pacarnya itu sedang berbohong.
"Martin, kamu tahu 'kan Devan itu cowok seperti apa? Aku nggak mau Alice deket sama dia. Devan bisa saja menjadikan Alice sebagai mainannya." Pingkan masih menatap Martin. Kali ini cukup tajam.
Martin terdiam lagi. Sialan! Kenapa Pingkan sangat khawatir pada anak haram ayahnya itu? Biarkan saja Devan mau berbuat apa pun pada Alice. Lagi pula, Alice pantas mendapatkan itu sebagai balasan dari semua perbuatan ibunya, bukan? Pikir Martin picik.
"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan." Martin meraih kedua tangan Pingkan dari bahunya.
"Tapi Alice itu Adik kamu, Martin." Pingkan tampak semakin mempertegas rasa khawatirnya.
"Iya. Tapi sudahlah, nanti biar aku yang bicara pada Alice," tukas Martin mencoba membuat hati Pingkan tenang meski itu tak mungkin akan ia lakukan.
Pingkan mengangguk pelan. Martin tersenyum puas dan segera merangkul bahu pacarnya itu, mengajaknya kembali menikmati pesta.
***
Mobil Jeep putih milik Devan tampak terparkir di halaman rumah Martin. Devan sedang berjalan di belakang Alice, mengikuti gadis itu sampai ke kamarnya.
Alice merasa terintimidasi dan tak nyaman karena Devan bukannya langsung pulang saja, melainkan mengantarnya menuju kamar. Alice curiga, pasti Devan menginginkan sesuatu darinya.
Fuuhh ...
Alice mencoba menenangkan hatinya sendiri, dan berpikir positif saja.
"Kak, aku mau langsung istirahat, ya? Aku lelah banget," tukas Alice setelah menghentikan heels-nya di depan pintu kamarnya.
Devan menunjukan dua lesung pipitnya yang menarik. Alice segera memalingkan wajahnya dari senyuman dan tatapan pemuda itu.
Dia tak ingin perasaan aneh itu muncul lagi."Aku mau masuk dulu, lagi pula aku juga masih lelah banget untuk menyetir lagi. Dan aku mau, kamu senengin aku dulu," balas Devan sambil meliarkan pandangannya, menatap Alice dari ujung rambut hingga ujung kakinya.
Alice memalingkan wajahnya. Dugaannya benar, yang ada di otak Devan hanya 'itu-itu' saja. Dasar lelaki mesum!
"Senengin?" tanya Alice. Kali ini dia menatap Devan dengan tegas.
"Ya," balas Devan singkat.
Alice menelan salivanya. Dia tak mungkin mengikuti keinginan lelaki itu sekarang. Tapi Devan tak perduli hal itu!
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD ME
RomanceAlice, layaknya seorang gadis belia pada umumnya, dia pun memiliki banyak mimpi dan ingin dicintai. Lantas apa salahnya? Kenapa dia harus berakhir sebagai boneka pemuas nafsu seorang iblis berparas tampan seperti Devan? Inilah kisah Alice, seorang g...