HMT 11 - DEVIL

2.6K 125 5
                                    

Alice menyelipkan anak-anak rambutnya ke telinga. Dia melihat Devan yang tampak kesal padanya. Bahkan lelaki itu menyetir mobilnya dengan begitu cepat, seperti sedang balapan liar saja.

Alice ingin membuka percakapan dengan pemuda itu agar suasana lebih hangat. Tapi sepertinya ini tak akan berhasil. Devan tampak tak ingin diganggu sama sekali.

Fuuhh ...

Alice kembali menyandarkan bahunya di bangku mobil. Devan memang sangat menyebalkan! Bahkan pemuda itu membiarkan Alice kelaparan di mobil tadi.

Sungguh kejam! Alice berkata sendiri dalam hatinya sambil sesekali menoleh dengan ekspresi jengah pada Devan yang sedang fokus mengemudikan mobil.

Jeep putih milik Devan melaju kencang hingga masuk ke jalanan komplek rumah Martin. Saat itu baru pukul empat sore, dan biasanya di sekitar bundaran banyak orang yang bersepeda.

Benar saja, jalan menuju rumah Martin sangat ramai orang bersepeda dan berjalan kaki menikmati angin sore.

"Pelan-pelan Kak Devan!" pekik Alice yang merasa ngeri karena Devan tak merubah kecepatan mobilnya meski banyak orang berlalu lalang di jalan komplek.

Devan menoleh padanya dengan sorot mata tajam. Dia paling tidak suka ada yang memperingatkannya.
Alice tahu hal itu, dia segera menunduk ketakutan.

BRUUMM!!

CKIITT!!

AAKKK!!

Alice menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan. Devan menginjak pedal rem mobil tiba-tiba. Dan ternyata mobilnya menabrak seorang wanita paruh baya yang sedang bersepeda.

"Dasar goblok!"

Devan segera turun dari mobil dengan emosi yang sudah siap di ledakan.

Sebenarnya bukan salah wanita bersepeda itu, tapi memang Devan yang ceroboh dan tidak hati-hati. Alice segera turun dari mobil karena melihat Devan yang sedang memarahi wanita paruh baya itu tanpa ampun.

"Heh, Bu! Kalo jalan tuh liat-liat dong!" sewot Devan sambil menunjuk-nunjuk wajah wanita yang baru saja bangkit sambil mendirikan sepedanya.

Wanita itu tidak menjawab  melainkan meringis kesakitan.

"Kenapa? Mau nuntut?!" Devan merongos membalas tatapan wanita di depannya.

Alice menggeleng tak habis pikir melihat kelakuan Devan. Wanita itu seumuran Bunda, tak pantas Devan bicara sekasar itu padanya. Alice tak ingin ikut campur, tapi melihat wanita itu menangis hati Alice pun terketuk.

"Ambil nih! Dasar!" Devan melempar beberapa lembar uang seratus ribuan ke wajah wanita itu seperti memberi seorang pengemis.

Wanita itu hanya memejamkan matanya menahan emosi. Sedangkan semua orang yang ada di sana hanya memandangnya iba. Tidak ada yang berani menolongnya.

Jelas saja mereka tak mungkin mau berurusan dengan Devan Adipati Gumilang. Bisa saja pemuda itu membuat hidup mereka terancam, itu rumor yang sudah beredar sejak lama.

Bahkan ayah Devan lebih berkuasa daripada walikota sekalipun.

"Kak Devan, sudah Kak! Aku mohon jangan lagi menindas ibu ini." Alice segera meraih lengan Devan yang hendak mendekat pada wanita paruh baya yang sedang menangis itu.

"Maafkan saya, Mas Devan," lirih wanita itu sambil membungkuk dan mengusap kedua pipinya. Dia tak menyangka akan berurusan dengan Tuan Muda dari keluarga Gumilang. Tentu saja ini membuatnya sangat gemetar ketakutan.

"Makanya kalo jalan tuh lihat-lihat!" Devan kembali menunjuknya dengan suara lantang.

Alice menatapnya tak percaya. Memang Devan sangat kejam, tapi setidaknya mungkin dia masih punya belas kasihan pada wanita seumuran ibunya itu.

"Ayo, Bu. Sini saya bantu, ya?" Alice segera meraih lengan wanita itu dan bermaksud memapahnya ke tepi jalan untuk duduk barang sejenak.

"Makasih, Dek. Maafkan Ibu," lirih wanita itu baru saja bangkit.

"Elo ngapain bantuin dia? Ayo masuk!" Devan segera mencekal lengan Alice dan menyeretnya menuju mobil.

Wanita itu kembali jatuh. Hati Alice sangat teriris melihat wanita itu kesakitan. Namun dia tak bisa melawan Devan.

"Kak bentar, kasihan ibu itu," lirih Alice dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. Dia berharap Devan masih punya rasa kemanusiaan walau secuil.

"Kasihan? Elo mau nolongin dia?" tanya Devan sambil menatapnya tajam.

Alice mengangguk lesu sambil menatap manik hitam lelaki di depannya itu dengan lembut dan menghiba.

"Sana! Tolongin dia!" Devan mendorong tubuh Alice dengan kasar, dan hampir saja gadis itu terjatuh.

Alice tidak buru-buru melakukan niatnya. Dia yakin pasti Devan punya rencana lain di balik semua ini. Alice hanya menatap Devan curiga.

"Sana tolongin dia! Tapi ingat, besok pasti elo bakal jadi trending topik di sekolah karena video itu." Devan tersenyum miring sambil bersandar santai pada mobilnya.

Alice membulatkan matanya mendengar ucapan Devan. Oh, shit! Lelaki itu mengancamnya lagi. Astaga, dia memang bukan manusia! Alice memalingkan wajahnya jengah sekaligus menahan emosi.

"Gimana? Masih mau nolongin orang itu?" tanya Devan sambil memainkan kunci mobilnya membuat Alice benar-benar kesal.

Ekor mata Alice menoleh pada wanita tadi yang sedang duduk di tepi jalan. Alice tersenyum pahit padanya. Wanita itu mengangguk sambil memaksakan untuk tersenyum.

"Makanya jangan sok heroik jadi orang! Dasar cewek 200 juta!" ucapan Devan penuh kemenangan saat Alice mulai melangkah melewatinya menuju pintu mobil.

Alice memejamkan matanya menahan sesak di dada. Rasanya sakit sekali setiap kali mendengar itu, 200 juta.

Sialan!

Alice melipat kedua tangannya di depan dada dengan memasang wajah yang sangat kesal bukan main pada Devan.

Bagaimana tidak? Pemuda itu benar-benar tak punya hati. Bisa-bisanya dia menabrak orang terus malah marah-marah nggak jelas! Mungkin baginya uang bisa menyelesaikan semua masalah, jengkel Alice dalam hati.

Devan menoleh pada Alice seraya menaikan sudut bibirnya. Gadis itu tak akan lolos darinya, batinnya sambil menyetir mobilnya menuju rumah Martin yang tinggal beberapa blok lagi.

Alice segera meraih pintu mobil saat Devan menghentikan mobilnya di halaman rumah Martin. Alice tak ingin menoleh sedikit pun pada Devan, pokonya dia sangat kesal sekarang!

"Tunggu! Mau kemana lo?" tangan Devan mencekal lengannya, menghentikkan gerakan tubuh Alice yang ingin segera keluar dari mobilnya.

"Apa lagi?" Alice berkata tanpa mau menoleh.

Devan menaikan sudut bibirnya.
"Senengin gue dulu," ucap Devan sukses membuat Alice kaget sampai menganga.

APAH?!

GILA!

"Lepasin, aku nggak mau!" Alice menepis tangan Devan dan segera ingin keluar.

Devan tersenyum miring,
"Oke! Besok elo bakalan jadi trending topik," ancam Devan dengan santai.

Alice menghentikkan gerakannya, matanya kembali terpejam berat.
Oh, shit! Devan berhasil membuatnya tak berdaya.

***

Alice mencengkram bahu Devan saat tubuh lelaki itu sudah berada di atasnya. Dia sampai tak bisa bernapas dengan sesekali memejamkan matanya.

Lidah Devan memenuhi mulutnya bahkan membelit lidahnya dengan liar. Iblis! Dia memperlakukan Alice sesuka hatinya.

Hujan mulai turun saat keduanya masih berada di dalam mobil. Alice menggigit bibir bawahnya sambil meremas bahu Devan saat lelaki itu sudah menyatu padanya, bahkan memasukinya.

Sungguh gila! Bisa-bisanya Devan melakukan ini padanya di dalam mobil.

Devan tak henti memainkan tubuh indah itu. Meski ini bukan yang pertama, tetap saja Alice selalu membuatnya sangat terbakar gairah.

HOLD METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang