Alice sedang merapikan semua buku-bukunya karena jam sekolah telah usai. Dia harus segera pulang dan berangkat bekerja.
Chelsea menatap Alice dengan intens. Terutama bagian belakang lehernya yang terlihat karena Alice menguncir rambut panjangnya menyerupai ekor kuda. Sebuah tanda merah. Entah perbuatan siapa. Chelsea segera menepis pikiran buruk tentang sahabatnya itu.
"Chels, gue mau langsung pulang, ya? Lo masih ada latihan, kan?" tanya Alice membuat Chelsea sedikit kaget.
"Oh iya, Al! Lo pulang aja duluan! Gue masih ada latihan sama anak-anak!" jawab Chelsea dengan wajah cerah.
Alice membalas senyumnya.
"Yaudah! Gue balik, ya!" Alice segera beranjak.Chelsea hanya mengangguk dan kembali berpikir sambil memandangi punggung temannya itu yang hampir menghilang dari pintu kelas. Apakah Alice punya pacar? Lantas siapa pacarnya? Atau ...
Astaga, kenapa dia jadi berpikiran buruk lagi pada sahabatnya itu?
Tidak mungkin Alice menjadi simpanan om-om atau apalah! Dia gadis baik-baik!
Itu yang Chelsea tahu.Tapi kenapa tanda merah itu sungguh membuatnya sangat gelisah? Bahkan itu kelihatan masih sangat segar, seperti barusan terjadi.
Ya, Tuhan! Chelsea segera menoyor kepalanya sendiri. Tak pantas dia berpikiran begitu tentang Alice.
***
Alice sedang berjalan menyusuri koridor untuk segera meninggalkan sekolah. Gery yang sedang bersandar pada dinding segera bersiap melihat Alice yang sedang berjalan hampir melewatinya.
"Alice!"
Suara itu membuat langkah Alice terhenti. Gery? Mau apa dia? Apakah Devan yang memintanya?
Alice tak berani menoleh, dia takut ada Devan juga bersama pesuruhnya itu. Gery segera melangkah mendekat pada Alice sembari menenteng sebuah tote bag ukuran sedang.
"Ini dari Devan buat kamu, Al."
Alice masih terdiam saat Gery menyodorkan tote bag yang di pegangnya.
"Ambil, nggak usah takut! Bukan bom kok, isinya," lanjut Gery sambil membenarkan letak kacamatanya
Dia menatap wajah manis yang ada di depannya. Dia memang satu kelas dengan Alice. Tapi Gery tak pernah memandang gadis itu. Selama ini dia fokus belajar karena tak ingin membuat ibunya kecewa.
Namun kini dia baru sadar, ternyata Alice memang cantik dan menggemaskan. Wajar saja bila Devan sampai sebegitunya. Sekilas pikiran Gery yang belum tahu masalah sebenarnya antara Devan dan Alice.
"Makasih, Ger."
Alice tersenyum tipis pada pemuda berkacamata minus itu. Dia tak tahu apa isi tote bag yang dititipkan Devan untuknya. Mungkinkah makanan?
Tapi terasa sangat ringan, entah apa. Alice mungkin akan membukanya nanti setelah tiba di rumah.
Gery tersenyum pada Alice dan segera melangkah pergi. Dia tak ingin berlama-lama memandang wajah gadis itu. Dia takut akan jatuh cinta juga, persis Devan.
Hh, Gery tak tahu apa yang sebenarnya. Andai apa yang ada di pikiran Gery itu benar, mungkin Alice tak akan menderita begini.
Andaikan Devan mencintai Alice, bukan hanya nafsu saja padanya.
Ya, andai saja.***
Waktu menunjukan pukul tiga sore. Alice mengenakan flatsoes-nya dan segera meninggalkan rumah Martin.
Ya, dia harus segera berangkat ke cafe karena ini sudah hampir terlambat. Alice pergi sebelum bertemu dengan Martin. Entah kemana lelaki itu, dia tak menemukannya di setiap sudut rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOLD ME
RomansaAlice, layaknya seorang gadis belia pada umumnya, dia pun memiliki banyak mimpi dan ingin dicintai. Lantas apa salahnya? Kenapa dia harus berakhir sebagai boneka pemuas nafsu seorang iblis berparas tampan seperti Devan? Inilah kisah Alice, seorang g...